11

426 52 7
                                    















derap langkah yang saling beradu terdengar menggema dilorong rumah sakit, anggota keluarga kim berlarian menuju ruang gawat darurat.

hyojo segera menghampiri jennie yang terduduk dengan tatapan lelahnya, ia rengkuh tubuh letih jennie. "sayang.."

awalnya rasa khawatir yang ia rasakan hanya tertuju untuk jisoo karena pihak rumah sakit hanya mengabari Jika jisoo saja lah yang terluka, tapi melihat kondisi jennie sekarang membuat perasaan khawatir dalam dirinya bertambah semakin besar. keadaanya putri bungsunya yang kacau dihiasi luka dan darah dimana mana membuat perasaannya hancur.

"apa yang sebenarnya terjadi sayang?."  hyojo bertanya pelan dan selembut mungkin.

Menatap wajah hyojo sendu "mianhae... jisoo terluka karena aku."

Plak!

baru saja ia menjawab sebuah tamparan keras langsung menghantam pipinya.

"irene." hyojo menatap tak percaya gadis itu yang dengan tega menampar adiknya sendiri padahal ia bisa melihat dengan jelas jika jennie tengah terluka sekarang.

"Dengar eomma? karena dia adikku terluka." menatap tajam jennie yang kini hanya bisa menundukkan kepalanya.

meski sejujurnya perasaanya terasa bergetar melihat kondisi jennie. ini bukan pertama kalinya terjadi namun sering kali ia merasakannya saat adiknya itu mendapat hukuman dari ayah mereka. Tapi irene selalu mengenyahkan perasaanya itu.

"irene, jennie juka terluka, eomma mohon jangan menyalahkannya."

"bagaimana mungkin kami tidak menyalahkannya? dia sendiri yang mengatakan jika jisoo terluka karena menolongnya... sudah aku katakan pada kalian untuk menjauhi dia karena dia hanya akan membawa kesialan." timpal woobin.

"hentikan woobin."

"hyojo-ah, putrimu terluka karenanya, tapi kau masih saja membela dia."

"jennie juga putriku, mereka sama sama terluka, ini musibah untuk kita. seharusnya kalian tidak berkata seperti itu, kau bukan hanya menyakiti jennie tapi Kau juga menyakitiku dan jisoo."

woobin hendak mengeluarkan suaranya namun terhenti karena jennie lebih dulu berkata "sudah hentikan,... yang mereka katakan benar eomma, ini salahku." sorot matanya memancarkan kelelahan membuat ketiga orang itu terdiam melihat nya.

"jangan bertengkar hanya karena aku, aku tak seberarti itu." Jennie mulai beranjak dari duduknya.

"mau kemana sayang? ayo obati lukamu terlebih dahulu."

"aku baik baik saja, aku harus pergi."

"tidak sayang, kau sedang tidak baik, eomma mohon obati lukamu... baru setelah itu kau boleh pergi."

jennie menggeleng "kabari aku tentang kondisi jisoo." melepas genggaman hyojo lantas berjalan pergi dari sana.

Hyojo ingin sekali mencegahnya tapi mengingat kekeraskepalaan putrinya itu membuatnya urung.










Jennie duduk didalam mobilnya seraya mencengkram kuat kemudi mobil dengan kepalan tinjunya meluapkan emosi yang menumpuk di dalam hati. Kepalanya tertunduk lesu merasakan sakit disekujur tubuh yang coba ia tahan.

Tubuhnya mulai bergetar, isak tangis mulai keluar dari bibir nya. Sakit hati yang ia rasakan tak sebanding dengan luka disekujur tubuhnya.

Dengan sisa tenaga yang dimiliki, jennie mulai melaju kencang dengan mobil nya meninggalkan pekarangan rumah sakit meski ia tak tahu kemana tujuan yang akan ia tempuh.

Matanya menyorot tajam meski terlihat memerah dengan air mata yang masih mengalir deras dari keduanya. Jennie mengemudi bak kesetanan tak memperdulikan jalanan yang ramai dipadati kendaraan karena sudah masuk jam pulang kerja, ia bahkan acuh terhadap lampu merah di perapatan yang seharusnya ia berhenti menunggu giliran untuknya melintas










.
.
.
.



To be continue

INVISIBLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang