Kring.. kring.. kring..
Irene mengerjap, tangannya bergerak mencari jam diatas nakas untuk mematikan alarm nya.
Matanya perlahan terbuka dan pemandangan yang sangat indah langsung tersaji tepat didepannya.
Adiknya, tidur dengan begitu nyenyak dan masih setia memeluk tubuhnya, jennie bahkan tak terlihat terganggu sedikitpun dengan suara alarm.
Sebuah senyum terbit dibibir irene, merasa senang dan gemas melihat wajah bantal adiknya yang terlihat seperti seorang bayi, berbeda dengan wajah yang biasanya ia lihat.
Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, hari ini hari senin jadi mereka memiliki aktivitas masing masing yang harus dilakukan, tapi rasanya irene enggan untuk beranjak.
Ia ingin tetap berbaring dengan dengan jennie dalam pelukannya, tapi ia juga tak mungkin melakukan itu sekarang, adiknya harus sekolah begitu pula dirinya.
Jadi mau tak mau tangannya mulai bergerak mengelus pipi tembam jennie untuk membangunkannya.
"Bangun sayang." Ucapnya pelan.
"Jennie-ya."
"Eughh.. eonni masih ngantuk."
Irene tersenyum gemas mendengar suara jennie yang serak dan seperti seorang anak kecil, ditambah jennie yang semakin merapatkan dirinya pada irene.
Memang, irene juga merasa masih sangat mengantuk, mungkin karena aktivitas mereka semalam hingga berakhir tidur cukup larut, dan seharusnya juga mereka tidur bertiga bersama jisoo, tetapi gadis itu menolak.
Beralasan memberi waktu untuk keduanya menghabiskan waktu bersama. Jadi irene sangat berterimakasih dengan perhatian dari adiknya itu, tetapi sejujurnya akan lebih menyenangkan juga jika jisoo ikut bergabung bersama mereka.
"Jennie kau harus sekolah, nanti bisa kesiangan." Bujuknya lagi.
Akhirnya mau tak mau jennie bangkit, menetralkan cahaya yang terasa menusuk indranya.
Irene yang melihatnya semakin bertambah gemas hingga tak sadar ia mulai mengigit kecil pipi jennie membuat sang empu sedikit tersentak dan merasa geli."Eonni lepaskan... Apa yang eonni lakukan?."
"Ugh... Aku rasanya ingin memakan mu jennie-ya."
Perkataan irene barusan berhasil membuat tubuhnya merinding ngeri.
"Kau pikir aku ini makanan eonni."
Irene mengangguk mantap "ne, kau kan mandu~~."
Setelah itu jennie kembali berguling diatas kasur karena irene yang menggelitikinya. Jennie tertawa keras tak kuasa menahan rasa geli.
Membuat irene terdiam sejenak dengan mata yang sedikit membola.
Karena untuk pertama kalinya ia membuat adiknya tertawa.
Melihat irene yang diam jennie pun mengerutkan alisnya bingung.
"Eonni—."
"Ahahaha.... Eonni, sudah sudah, ahahah." Dalam sekejap irene kembali menerjang jennie dengan rasa geli.
Pemandangan itu pula tak luput dari tiga pasang mata yang menyaksikan adegan didalam sana di ambang pintu, beberapa saat tadi saat mendengar suara tawa dari kamar irene. Jisoo, woobin dan hyojo segera berlari untuk melihatnya.
Mereka tak akan menyiakan nyiakan kesempatan untuk pertama kalinya melihat jennie yang tertawa dengan lepas.
.
.
.
.Kakinya melangkah dengan tergesa di lorong rumah sakit. Irene tak menyangka jika ia akan berada disini sekarang setelah pagi tadi ia menghabiskan momen yang membahagiakan bersama sang adik.
Tetapi justru sekarang jennie dilarikan ke rumah sakit setelah tak sadarkan diri saat disekolah.
Langkahnya memelan, perasaan khawatir yang ada seketika tergantikan dengan rasa marah.
Dengan mantap irene berdiri dihadapan seorang gadis yang duduk tepat disebelah jisoo.
Pertanyaan menuntut dengan nada yang terdengar marah segera keluar dari bibirnya.
"Tidak cukup kau menyakiti adikku?.. apa lagi yang kau lakukan sekarang."
"Eonni tenang." Jisoo berusaha melerai irene, ia membawa tubuh sang kaka sedikit menjauh dari nayeon takut jika terjadi hal yang tak diinginkan.
Alisnya berkerut heran dengan apa yang jisoo lakukan.
"Bagaimana eonni bisa tenang jisoo, dia sudah mencelakai kalian waktu itu.. jadi apa yang dia lakukan pada jennie sekarang."Matanya menatap tajam nayeon membuat gadis itu sedikit bergetar takut dengan aura yang keluar dari putri tertua keluarga kim.
"Jangan salah paham eonni, nayeon tidak melakukan apapun, justru dia yang menolong jennie dan membawanya kemari."
Alisnya semakin mengkerut, bagaimana mungkin setelah semua yang gadis im itu lakukan pada kedua adiknya kini gadis itu mau menolong jennie?
"Jisoo kau tidak bisa percaya begitu saja padanya, dia pasti yang membuat jennie terluka dan mengatakan yang sebaliknya."
Jisoo menghela nafasnya, akan sulit untuk memberikan pengertian pada irene yang sudah menaruh rasa tak sukanya pada nayeon.
"Nayeon sudah berubah, dia tidak mungkin menyakiti jennie." Balasnya memberi pengertian. "Sudahlah, duduk saja dan tunggu, jennie sedang ditangani didalam sana tapi justru kita malah berdebat disini."
Irene menurut, yang dikatakan jisoo benar, tak seharusnya ia memikirkan amarahnya karena yang harus ia pikirkan sekarang adalah kondisi jennie.
Mereka diam menunggu hingga saat nya tiba seorang dokter keluar dari ruang emergency itu.
"Bagaimana? Apa yang terjadi dengan adikku?." Tanya irene.
Dokter itu menghela nafasnya terlebih dahulu "tidak ada yang perlu dikhawatirkan, nona jennie hanya sedikit kelelahan."
Mereka bertiga bernafas lega setelah mengetahui kondisi jennie.
Tetapi entah mengapa irene merasa ada yang aneh dengan gelagat dokter dihadapannya itu.
"Sungguh hanya itu saja?." Tanyanya.
"Nde, kalian bahkan bisa membawanya pulang setelah ini, hanya biarkan dia istirahat dengan cukup dan jangan melakukan aktifitas berat."
"Baiklah terimakasih."
Irene segera mengeluarkan ponselnya, menghubungi kedua orangtuanya agar tidak perlu datang kemari dan langsung saja pulang kembali ke mension.
.
.
.
.TBC