"Jennie-ya." Jennie menoleh melihat Tiffany yang menghampirinya.
"Tak ingin menemui jisoo?."
Jennie mengerjap, kenapa Tiffany bertanya seperti itu padahal sejak awal jennie sudah menjelaskannya.
"Eonni jika aku kesana bahkan mungkin sebelum menemui jisoo aku sudah ditendang terlebih dahulu keluar rumah sakit."
"Tidak akan ada irene dan paman disana." Lanjut gadis itu seraya tersenyum.
"Tadi kakakmu ada di kampus, aku heran ku pikir dia akan mengambil cuti lebih lama karena jisoo masih dirumah sakit. Tapi ternyata alasan dia kuliah karena jisoo sedang marah Padanya... Jisoo tak mengijinkan irene ataupun ayahmu untuk berada dirumah sakit menemaninya sejak beberapa hari lalu."
Jennie mengernyitkan alisnya "jisoo marah pada mereka?."
"Hmm... Dan itu karena mu jennie-ya, dia marah karena tahu alasan kau tidak ada bersamanya karena mereka berdua, dan jisoo sangat mengkhawatirkanmu sekarang."
Tiffany ingat bagaimana wajah sahabatnya itu yang suram saat menceritakan pertengkarannya dengan jisoo karena jennie.
Tapi bukannya marah karena irene masih saja menyalahkan jennie justru perasaan bahagia lebih mendominasi perasaannya karena fany tahu jika di keluarga kim itu kini ada dua sosok orang yang sangat peduli terhadap jennie.
"Jadi bagaimana? Mau eonni antar?." Fany menawarkan.
Kini gadis itu tinggal di apartemen Tiffany atas kemauan fany sendiri karena sebelumnya jennie akan menginap di kediaman mino tapi fany tak mengijinkan itu.
Meski fany tahu kedekatan keduanya dan seberapa baik mino memperlakukan jennie, dan meski jennie sudah sering menginap disana tetap saja perasaan khawatir terhadap jennie sangat besar jika gadis itu tinggal berlama lama dan hanya berdua di apartemen mino.
"Tidak usah eonni."
Fany menatapnya bingung "ekh kenapa? Kau tidak ingin..."
"Aku akan."
.
.
.Irene baru saja memarkirkan kendaraanya di area parkir rumah sakit. Namun saat melihat penjual bunga di sebrang jalan membuat irene tertarik untuk membelinya hingga kini kakinya mulai melangkah ke pedagang disana.
Jalanan cukup sepi dan area pejalan kaki telah berwarna hijau mempersilahkannya untuk melintas.
Dipertengahan jalan langkahnya justru terhenti, ia menatap heran orang orang yang menjerit dan seolah olah memperingatkannya untuk segera menyingkir.Bruk!
Tubuhnya berguling beberapa kali, karena seseorang mendorong tubuhnya hingga kini ia berhenti karena tubuh keduanya tertahan trotoar jalan.
Orang itu mendekapnya membuat irene tak terlalu merasakan sakitnya aspal. Orang orang mulai menghampiri mereka dan menanyakan kondisi keduanya.
"S-saya baik baik saja."
Meski masih dengan rasa terkejut yang hinggap irene sebisa mungkin menghampiri orang yang terlihat tak sadarkan diri dengan posisi terlengkup.
Seorang gadis. Tubuhnya membeku saat membuat posisi gadis itu menjadi terlentang, membuat orang orang disana berseru saat tahu siapa orang yang telah menyelamatkan putri pertama kim woobin itu.
"Nona adikmu!."
Irene duduk seorang diri didepan pintu ruang UGD. Perasaanya sedikit gundah menunggu seseorang yang tengah di periksa di dalam sana.