Rasa takut dan gairah

3.7K 96 26
                                    

Edo dan Adara melakukan itu di ruang kerja pria itu.

**

Setelah selesai menggosok giginya di kamar mandi, Adara ke ruangannya. Jantungnya berdebar hebat. Ketika dia sampai di mejanya, bosnya, Mbak Putri, menatapnya dengan sorotan yang tak dimengerti Adara.

Di depannya sikap Adara terlihat senang. Atau setidaknya dia berharap begitu. Jangan sampai Mbak Putri tahu dia melakukan hal yang tidak senonoh di mobil Edo.

Mbak Putri berdiri di dekat mejanya. Adara menoleh. Bertanya ada apa.

"Yang sabar ya," kata manajer bagian akunting itu. "Pasti berat untuk kamu."

"Eh?"

"Padahal kamu suka sekali dengan Pak Edo. Iya, kan?"

"Lho, Adara kenapa, Mbak?" sahut rekan kerja Adara, Mila.

Yang lain, Ello, menimpali, "Apa lagi? Pasti karena Pak Edo! Adara kan suka sama Pak Edo!"

"Eh? Kata siapa?" sahut Adara, menggeleng keras. "Tidak! Saya nggak suka sama Pak Direktur!"

"Adara, sudahlah, jangan berdusta," kata Mbak Putri. Pandangan matanya menunjukkan keprihatinan. "Ini urusan pribadi Pak Edo, sih, tapi sebagai atasan saya harus mengingatkan kamu. Untuk kinerja kamu juga. Takutnya kamu patah hati dan performa kerja kamu menurun."

"Mbak Putri, maaf saya nggak ngerti. Maksudnya gimana ya?"

"Adara, tadi saat saya baru turun dari busway, saya lihat Pak Edo di mobilnya. Dia..." Mbak Putri berbisik di telinga Adara, "lagi gituan sama perempuan."

"La... lalu?" sahut Adara pura-pura bodoh amat. "A.. apa hubungannya sama saya? Saya.. saya nggak usil! Saya nggak mau tahu orang lain mau ngapain selama itu nggak berhubungan dengan pekerjaan saya. Benar deh!"

"Yakin?" Mbak Putri memastikan. "Selama ini, bukan hanya aku dan teman-temanmu yang di sini yang memperhatikan, tapi anak-anak dari divisi lain juga ngeh, kalau kamu naksir sama dia. Karena cara kamu menatap dia itu, lho. Kelihatan ngarep."

"Sa... saya? Saya mengharapkan Pak Edo?" Adara menggeleng. "Nggak, saya nggak suka kok sama Pak Edo."

"Betul, jangan ya!" kata Ello.Rekan kerjanya yang duduk di samping mejanya mengingatkan, "Dia itu galak. Apalagi kamu tahu sendiri kemarin. Kamu dibentak-bentak sama dia karena urusan kopi."

"Sudah, sudah," potong Mbak Putri. "Saya bukan bermaksud menggosipkan Beliau. Saya hanya tidak mau ada yang patah hati sampai memengaruhi pekerjaannya. Tapi baguslah. Kalau Adara rupanya tidak suka Pak Edo."

"Ada apa ini?"

Mereka menoleh pada Pak Edo yang masuk ke ruangan bagian akunting. Muka semua orang di sana memerah. Termasuk Adara.

Tampang Pak Edo tak enak dilihat. Mukanya kusut. Matanya juga melemparkan sorotan dingin.

"Pagi-pagi sudah ngomongin orang!" tegurnya ketus. "Putri. Laporan yang terakhir saya minta mana ya? Kok saya cek di email nggak ada?"

"Yang benar, Pak?"

"Cek saja sendiri. Kekirim nggak?!"

"Ma... maaf, Pak," jawab Mbak Putri.

"Terus yang kemarin salah ngasih kopi mana?"

"Sa.. saya, Pak," sahut Adara sama waswasnya dengan Mbak Putri.

"Bagaimana? Sudah tahu belum kopi yang enak?"

"Pak, maaf tapi itu bukan jobdesk-nya Adara," sela Mbak Putri melindungi bawahannya. "Pekerjaan Adara lagi banyak, Pak, jadi kalau bisa Bapak jangan...."

Your Wish, Honey | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang