Semoga saja salah

449 42 19
                                    

Alat tes kehamilan menunjukkan dua garis.

**

Barang-barang Edo sudah di dalam koper. Dia memandang Adara. Menawar untuk berada di apartemen perempuan itu sampai besok pagi. Dengan dalih hari sudah malam dan Edo sudah capek menyetir.

Adara menarik napas panjang. Tidak tega dia menyuruh Edo pergi. Disuruhlah Edo tidur di sofa. Bukan di kamar, melainkan yang ada di ruang santai.

Edo cemberut. Mukanya makin pahit saja dilihat.

"Honey," desahnya sedih. "Kamu betul-betul mau putus ya?"

"Iya!" sahut Adara lugas.

"Tidak ada kesempatan sama sekali untuk saya?"

"Kamu tuh... mikir dong, Edo! Mikir!" bentak Adara kesal. "Kamu sudah jahat sama aku!"

"Adara, saya minta maaf..."

"Nggak. Aku cuma akan memaafkan kamu kalau kamu tidak main-main lagi sama aku!"

"Nggak ada! Nggak ada yang main-main sama kamu! Berilah saya waktu, Adara!"

"Waktu untuk apa? Waktu untuk kamu puas-puasin tidur sama aku sebelum kamu akhirnya milih dia?"

"Adara....," gumam Edo lesu.

Adara tak mau lagi mendengar. "Bawa koper kamu sana!"

Dikira Edo sikap kekasihnya akan berubah besok pagi. Dia terima saja tidur di ruang santai. Ketika dia bangun, Adara sudah rapi memakai baju kerjanya.

Edo mengernyitkan dahinya. Sejak kapan Adara lebih rajin daripadanya?

Ngantuk-ngantuk Edo menyapa kekasihnya. "Sekarang jam berapa? Saya telat ya?"

"Masih jam 6."

"Terus kenapa kamu sudah siap?" tanya Edo bingung.

"Sudah ada janji."

"Janji? Janji apa? Janji sama siapa?"

"Ben."

Mendidih Edo ketika Adara melisankan nama temannya itu. Edo berdiri. Matanya terbuka lebar-lebar. "Honey! Kenapa kamu janjian sama dia?" gusar Edo berjalan mendekati Adara.

"Urusannya sama kamu tuh apa," sahut Adara datar.

"Ya kan kamu pacar saya!"

"Bukan. Kamu bukan pacar aku. Sekalipun kamu pacarku, kamu tidak bisa atur-atur aku mau ketemu sama siapa!"

"Adara, kamu pacar saya! Saya belum setuju keinginan kamu untuk putus," tekan Edo.

Adara menggeleng-gelengkan kepalanya. "Putus sih putus saja! Sejak kapan putus harus berdasarkan persetujuan kedua belah pihak?"

"Kita jadian karena kesepakatan kita bersama! Pisah pun juga harus atas persetujuan kedua dari kita!"

"Ya itu namanya kamu maksa. Orang aku sudah tidak mau sama kamu malah kamu egois. Anggap aku pacar kamu! Ngapain aku masih jadi pacar kamu? Kelakuan kamu saja kayak bukan pacar aku!" Adara memutar tubuhnya.

"Honey, Honey." Edo menahan lengan perempuan itu. "Tunggu saya ya. Saya antar kamu, deh. Ya ya ya? Mau ya?"

Adara melepas lengannya dengan sengit. "Nggak. Aku nggak mau. Daah!"

Dia tidak hanya kecewa terhadap sikap Edo yang menggampangkan dirinya. Ada alasan lain dia menghindari pria itu.

Mobilnya berhenti di depan apotek 24 jam. Adara turun dari mobilnya, masuk ke apotek dan ke kasir. Bisik-bisik dia minta direkomendasikan alat tes kehamilan.

Akhir-akhir ini dia lebih lelah daripada biasanya. Napsu makannya pun tidak jelas. Kadang bersemangat. Kadang sama sekali tidak mau makan. Dan haidnya juga tak kunjung datang.

Jantung Adara berdegup kencang. Dia diberi opsi 3 alat tes kehamilan dari merk berbeda. Dibelinya semua dan sekalian air putih.

Tak bisa dia paksa dirinya untuk buang air kecil. Dia tunda saja untuk melakukan tes.

Adara masuk ke mobil. Dia ke minimarket dekat kantornya, tempat dia janjian dengan Ben.

Ben sudah membelikannya 3 tiket konser Chen. Adara membuang napas berat.

"Kenapa?" tanya Ben pada Adara yang duduk di dekatnya. "Jangan bilang tidak suka dengan tempat duduknya! Ada sih yang VVIP, tapi harganya gak ngotak, mending kalau duduknya di pangkuan Chen, kalau di sisi panggung mah ngapain...."

"Oh nggak! Terima kasih ya, Ben!" sela Adara. "Bukan itu. Aku tuh beliin satu lagi untuk Edo. Tapi aku sama dia sedang nggak baik-baik saja."

"Wah susah juga itu. Lagi bermasalah terus nonton Chen nyanyi Beautiful Goodbye? Apa nggak makin bermasalah?" Ben memberikan pendapat.

"Nah itu dia!"

"Memang kenapa? Perasaan selama ini kalian baik-baik saja. Eh sebelum kamu jawab, sudah sarapan belum? Beli dulu gih, aku tadi lihat sudah ada onigiri."

"Nanti deh, lagi tidak pengen makan."

"Gak boleh gitu. Sarapan tuh perlu lho, Adara! Apa.. lagi diet ya? Sudah, jangan mikrin kata orang!"

"Eh? Kok ngomong gitu?" Adara mendelik. "Aku gemuk ya sekarang?"

"Nggak kok!" sergah Ben merasa bersalah. "Nggak, nggak! Biasa saja!"

"Jujur saja. Iya, kan?"

"Ya lebih chubby dikit lah. Dikit doang."

"Tuh kan! Tahu deh jadi sakit perut!"

Itu kilahan Adara saja. Dia mau ke kamar mandi. Untuk mengetahui....

Adara memejamkan mata. Dia tidak siap jika ternyata hasilnya positif. Benar saja. Ketika dia melihat semua alat tes kehamilan itu, semuanya menunjukkan dua garis!

Wajah Adara pucat pasi. Dia masukan semua benda itu ke dalam kotak, lalu dimasukannya kotak ke dalam tas.

Semoga saja salah.
Ya!
Semoga saja salah!

** I hope you like the story **

Your Wish, Honey | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang