Bersama

484 34 36
                                    

Adara dan Edo menikah. Mereka juga ke konser Chen bareng-bareng.


**

Adara tidak mau seburu-buru itu, tapi karena tubuhnya mudah gemuk dan perutnya cepat sekali berubah membulat, mau tak mau nikah secara kilat pun harus dilaksanakan.

Adara bersyukur. Ibunya ikut membantunya dalam urusan Gereja. Bu Inggrid meyakinkan pihak Gereja untuk memberkati Adara dan Edo. Sedangkan dalam hal tempat, katering, dan undangan, Edo dan sekretarisnya yang mengurus.

Mereka tidak mengindahkan one month notice yang perlu Adara lakukan. Walaupun Adara bersikeras untuk bekerja sebelum masa kerjanya selesai, Edo melarangnya untuk ke kantor, bahkan meminta Adara untuk tidak stres menjelang pernikahan mereka.

Edo juga meyakinkan Mbak Putri bisa tangani semua masalah sejak Adara tak ada di bagian akunting. Dia tidak sepenuhnya berdusta. Memang tanggung jawab Putri untuk menyelesaikan tugas-tugas di akunting. Urusan dia kelabakan menjalankan pekerjaannya manalah Edo mau tahu.

Pernikahan Adara dan Edo bukan hanya mengeratkan hubungan mereka. Hal itu mengakrabkan orangtua Adara dengan anak sulung mereka. Mendekatkan hubungan keluarga Adara dan keluarga Edo.

Kedua pihak itu memang keberatan dengan pernikahan yang tiba-tiba itu. Tapi ketika mereka melihat kebahagiaan yang terpancar dari mata Edo saat berjalan ke altar, dan senyum Adara yang lebar saat Edo melangkah, kesedihan di hati mereka berubah menjelma menjadi rasa syukur.

Apalah ego orangtua itu. Kalau anak mereka bahagia dengan jalan mereka masing-masing, bukankah orangtua seharusnya ikut berbahagia?

Adara dan Edo tidak cuek seperti dulu lagi. Sejak mereka menikah, mereka tinggal di apartemen Adara. Mereka kasih akses kartu apartemen mereka pada orangtua mereka. Sekalipun tidak perlu. Karena Adara dan suaminya menyempatkan untuk ke rumah orangtua mereka jika ada waktu.

Mereka melibatkan orangtua mereka dalam perjalanan rumah tangga mereka. Dan kehamilan Adara. Mereka mendengarkan nasihat dan pendapat orangtua mereka.

Edo memutuskan untuk membeli rumah yang berada di tengah keluarga orangtua mereka. Hal itu dia sampaikan sebelum mereka berangkat ke konser Chen.

"Selain agar mudah bagi kita untuk mengunjungi mereka, begitu pun mereka pada kita, saya rasa tidak mungkin dong kita membesarkan anak-anak di apartemen," jelas Edo. "Anak-anak itu kan aktif. Suka lari-lari. Dan berisik. Lebih baik mereka tinggal di rumah. Kalau kamu keberatan..."

Adara menggeleng. Dia mengecup bibir Edo. "Mana mungkin keberatan! Terima kasih ya, Honey! Kamu tuh... selalu membahagiakan aku, kamu tahu?"

"Ah, saya hanya ingin mewujudkan keinginan kamu," kata Edo, tersenyum. "Kamu mau saya serius, kan. Ya saya mau serius. Dengan kamu. Dengan anak-anak."

"Kamu mau punya berapa anak, Honey?"

"Sebanyak yang kamu bisa saja."

Oh every time I see you

Geudae nuneul bol ttaemyeon

Jakku gaseumi tto seolleyeowa

Nae unmyeongijyo

Sesang kkeuchirado

Jikyeojugo sipeun dan han saram


Di tempat mereka duduk, Edo memandang Adara yang fokus menonton Chen yang menyanyi di atas panggung. Edo menoleh ke sampingnya. Ben bernyanyi di sampingnya.

Tak ada kecemburuan menyelimuti hati Edo. Dia merangkul Ben. Ikut menonton Chen.

Ben kikuk. Melepas tangan Edo dari bahunya. Rasanya aneh banget dipegang sama laki-laki, di konser Chen, pula! Lagu-lagu Chen kan romantis!

Adara menoleh dan melihat itu. Dia tertawa. Senyumnya melebar. Edo yang cemburuan dan dingin itu kini menjadi pribadi yang hangat dan memberikan kepercayaannya secara penuh pada Adara.

Hari-hari Adara bersama Edo terasa menyenangkan. Edo tak pernah marah. Sekalipun dia marah, masih dalam bentuk teguran. Misalnya Adara yang jarang tidur karena maraton nonton konten EXO. Adara yang jingkrak-jingkrak nonton live performance EXO di TV. Kalau sudah begitu Edo melotot dan meminta Adara untuk duduk dengan tenang.

Sampailah hari itu tiba. Hari yang seharusnya Adara melahirkan. Tapi dia tak kunjung mules. Dimintanya suaminya untuk membantunya.

Your Wish, Honey | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang