Saya akan tetap sama kamu

1.6K 64 40
                                    

Adara sedih ibu Edo tidak suka padanya.

**

Dada Adara berjengit. Ketika dia masuk ke apartemennya, menyalakan lampu, Edo duduk dengan menyilangkan kakinya, menatapnya lurus-lurus.

Sedari tadi pria itu di sana dalam kegelapan. Menunggui kekasihnya pulang.

Pandangan matanya buat Adara tak nyaman. Wanita itu menghampirinya.

"Saya tadi lihat IG story Ben. Seru ya tadi nyanyi-nyanyi di klub," kata Edo datar.

Adara meletakkan pantatnya di atas pangkuan pria itu. "Itu bukan klub, Hun. Kedai kopi biasa. Tapi memang ada band-nya. Sekalian saja nostalgia. Nyanyi-nyanyi lagu jaman kuliah."

"Hm."

"Pak Edo kenapa?" tanya Adara perhatian. "Pak Edo tidak suka saya bersenang-senang?"

"Masa kekasih saya bersenang-senang saya tidak suka, sih," sahut Edo masam.

"Iya sih. Memang seharusnya Pak Edo senang kalau saya senang. Begitu pun saya."

"Kamu senang kalau saya senang?"

Adara mengangguk.

"Termasuk kalau kesenangan saya bukan kamu?"

"Ya.. te... tentu," jawab Adara ragu-ragu.

"Kamu kok gitu sih." Mulut Edo maju beberapa centi. "Kamu seharusnya sedih dong kalau kesenangan saya bukan kamu."

"Sedih juga untuk apa, Hun? Kalau kesenangan kamu bukan saya lagi, mungkin perempuan lain, apa kamu peduli saya sedih atau nggak?" tanya Adara penasaran.

Edo menggeleng. "Nggak akan ada perempuan lain yang buat saya senang."

"Kamu nih. Jangan nanya-nanya gitu lagi, ah." Adara mengecup pipi pria itu. "Sudah makan belum?"

"Belum."

"Kenapa? Kan banyak bahan makanan di kulkas. Aku masakin ya?"

"Saya nggak bisa makan kalau nggak sama kamu."

Senyum Adara teruntai. "Kalau saya nggak ada, ma*i dong kamu?"

"Iya," sahut Edo lesu.

"Ya jangan dong. Harus tetap semangat."

"Menurut kamu, kita bakal sama-sama terus?"

"Nggak tahu."

Edo menyipitkan matanya. "Kenapa nggak tahu?" tanyanya sedikit marah.

Justru Adara tenang-tenang saja. "Kita tidak bisa memprediksi apa yang terjadi di masa depan."

"Tapi kita kan bisa menentukan."

"Menentukan juga ada pertimbangan. Apakah kita tetap saling cinta ke depannya. Apakah kita akan lebih daripada sepasang kekasih. Who knows."

"Kamu akan tetap cinta sama saya?"

Adara terdiam.

Edo menunggu.

Beberapa saat kemudian, Edo menegurnya lagi.

"Aku nggak tahu," jawab Adara terus terang. "Yang aku tahu, tidak ada yang abadi di hidup ini. Tidak pada usia. Tidak pada pekerjaan. Tidak juga pada perasaan."

"Kenapa kamu mikir kamu nggak bisa cinta saya selamanya?"

"Aku mulai ragu sama kamu."

"Kenapa kamu ragu?"

"Masa kamu masih nanya?" Adara memandang pria itu sendu. "Kita sudah lama pacaran. Aku belum pernah tuh dibawa ke rumah kamu. Dikenalkan pada orangtua kamu. Dan setiap aku ajak kamu ke keluargaku, kamu juga ngelak."

"Oh..."

"Ya.. 'oh'...," kata Adara jengkel. Dia beringsut namun Edo segera menariknya, dan membawa ke dalam pelukan pria itu. "Kamu nggak mau seriusin aku kan, Hun?"

"Mau tapi sulit situasinya."

"Kenapa?"

"Saya belum bisa jelasin. Itu ranah pribadi keluarga saya."

"Kenapa keluarga kamu? Nggak suka sama aku?"

Edo mengangguk. "Mamaku."

"Apa alasannya? Ketemu saja belum. Kok bisa nggak suka sama aku?" dumal Adara sedih.

"Orangtua punya pandangannya sendiri, apa yang baik dan tidak bagi mereka."

"Jadi mama kamu mikir aku nggak baik?" tanya Adara tak percaya. "Nggak adil. Masa kenal saja nggak, sudah bisa judge orang begitu! Terus kamu sendiri bagaimana? Kamu belain aku nggak?!"

"Saya lagi berusaha."

"Bohong!"

"Adara."

"Aku nggak percaya!"

Adara menjauhi Edo. Hatinya panas. Sambil menangis dia ke dapur. Mengeluarkan es krim dari freezer.

Edo yang mengikutinya dari belakang berusaha menenangkannya.

"Honey, dengarkan saya dulu, dong."

"Nggak mau!" Adara mengambil sendok dari laci. Dia buka kemasan es krim. Dirojok-rojokinya es krim itu dengan sendok untuk meluapkan kekesalannya.

"Honey, walaupun Mama tidak memberi restu sekalipun, saya akan tetap milih sama kamu."

Adara melotot. Dia berdecak-decak sinis. Dipikir Edo dia anak kecil! "Hey! Sekarang kamu ngomong gitu. Nanti kalau kamu diancam dipecat dari perusahaan, baru deh kamu, datang ke aku dan bilang minta maaf karena nggak bisa meneruskan hubungan ini. Huh! Kamu nih! Kenapa sih? Kenapa aku harus cinta sama orang kayak kamu?"

"Kayak saya gimana, Hun," kata Edo lemas. Dia paling tidak bisa berantem sama kekasihnya ini. "Saya sayang sama kamu. Sebelum ditunjuk jadi direktur saya kan juga sudah sama kamu."

"Ya sudah. Kalau gitu ajak saya ke hubungan yang serius, dong."

"Jadi Honey mau ya diseriusin?"

"Memangnya aku pernah bilang nggak mau? Hah?" jawab Adara gemas.

"Nggak tahu, sih."

"Ih kamu nih!"

Untuk mencairkan kemarahan pacarnya, Edo mencium pipinya. Adara tidak bisa tidak luluh. Dia colek es krimnya.

Dioleskannya ke muka pria itu.

"Eh? Usil sih!" Pria itu terbelalak sedikit. Hendak dipeluknya perempuan itu, tapi Adara berkelit.

Dia berlari dan Edo mengejarnya. Mereka kejar-kejaran sampai Edo berhasil menangkapnya ke dalam pelukan pria itu.

Es krim terjatuh ke lantai. Tak ada yang peduli. Mereka sibuk menyentuh sama lain.

Desahan tak terbendung. Edo terus memasukinya dengan segala posisi yang mereka tahu. Sampai keduanya ngos-ngosan dan terkapar kelelahan.

Adara menarik tangan Edo ke dadanya. Degupan jantung Adara yang hebat dirasakannya.

"Aku akan cinta sama kamu selamanya, Edo. Karena kamu kebahagiaan aku!"

** I hope you like the story **

Author'snote: Kalau kalian suka sama cerita ini, vote and comment ya, nanti semua partsnya aku publikasikan. Thank you.

Your Wish, Honey | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang