Pacarmu tidak suci

2.1K 66 29
                                    

Ibu Edo ingin anaknya pulang ke rumah mereka.

**

Ibu tua dengan rambut yang disasak tinggi itu menatap dingin ke arah Edo.

Edo yang duduk di sebrangnya, diam saja, sampai ibunya membuka suara duluan.

Lima menit. Sepuluh menit. Sampai lima belas menit kemudian, terdengarlah helaan napas berat Bu Rosalia.

"Kapan mau balik ke rumah?" tanya Bu Rosalia menunjukkan kekecewaan. "Kamu tidak kangen sama Mama, Edo? Kamu maunya kumpul kebo mulu ya sama pacar kamu?"

Edo mengangkat mukanya. "Ma! Bukan Edo tidak kangen sama Mama. Edo nggak mau balik ke rumah itu. Mama kan tahu. Edo masih kecewa pada Papa."

"Kenapa kamu harus kecewa sih, Edo?" tanya ibunya heran. "Kamu itu sudah disekolahkan. Diberi jabatan di sini. Apa yang buat kamu kecewa sama orangtua kamu sendiri?"

"Mama lupa? Papa menikah lagi! Jabatan yang Papa kasih di sini adalah kompensasi atas perlakuannya pada kita, Ma!"

"Kamu ini berlebihan. Mama saja tidak masalah kok Papa kamu mau punya istri berapa juga. Mau dua. Lima. Sepuluh! Terserah! Kamu itu jangan fokus ke situ terus. Ada Mama, lho. Yang kamu pikirkan adalah Mama! Bukan pacar kamu yang tidak mau Mama kenal itu!"

"Itu juga alasannya Edo tidak mau balik ke rumah. Untuk apa? Untuk apa Edo kembali ke tempat yang tidak Edo inginkan?"

"Edo! Rumah itu rumah kita! Kamu harus kembali ke sana. Sebelum..." Ibunya menelan ludahnya sendiri. "Sebelum istri kedua papamu menguasainya!"

"Edo tidak akan kembali sebelum Mama mengiyakan hubungan Edo dengan pacar Edo."

"Kenapa Mama harus mengiyakan, Edo? Mama tidak suka dengan pacarmu itu!"

"Kenapa Mama tidak suka?"

Ibunya berdecak-decak. Dia heran. Anaknya masih bisa mengajukan pertanyaan 'kenapa' padahal bukankah seharusnya Edo mengerti bahwa ibunya tidak suka dengan perempuan yang menurutnya tidak bermoral. "Dia benar-benar mengingatkan Mama pada perempuan yang menggoda papamu. Istri kedua papamu itu! Mau-mau saja tinggal bareng di apartemen. Melayani pria tanpa ikatan! Aneh Mama sama kamu. Nggak kamu. Nggak papa kamu! Sama seleranya. Perempuan murahan!"

"Pacar Edo tidak murahan!" kata Edo memandang tajam ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Pacar Edo tidak murahan!" kata Edo memandang tajam ibunya. "Kami saling cinta!"

"Halah! Kalau kamu bukan anak papa kamu, apa dia cinta sama kamu?"

"Cinta," jawab Edo penuh keyakinan. "Kekasih Edo juga bukan dari kalangan biasa-biasa saja. Orangtuanya pengusaha. Dia sendiri pun wanita karir. Mama tidak bisa merendahkannya."

Ibunya masih tak mau kalah. Kenyinyiran menghiasi wajahnya. "Ish! Pasti ada masalah dengan keluarganya sampai dia mau-maunya tinggal bareng kamu tanpa ikatan!"

"Benarkah keluarganya yang ada masalah? Bukankah keluarga Edo yang begitu?" sahut Edo miris.

"Sudah. Mama ke sini bukan untuk mendengarmu membela pacarmu itu. Mama mau kamu pulang!"

"Tidak sampai Mama memberi restu pada Edo dan pacar Edo."

"Cinta sudah membutakan matamu sampai kamu tidak menurut pada mamamu ya, Edo," kata Bu Rosalia, berdecak-decak kecewa.

Hah. Bisa-bisanya ibu Edo membalikkan keadaan seolah-olah Edo yang salah. Edo yang menolak untuk tinggal bersama keluarganya demi tinggal dengan kekasihnya. Padahal Edo tinggal sama kekasihnya ya karena ulah ayah dan ibunya.

Ayahnya yang suka main perempuan. Punya istri di tempat lain. Entah sah atau tidak pernikahannya sebab di keyakinannya istri hanya boleh satu dan cuma bisa dipisahkan oleh maut. Sementara ibunya. Menyalahkan pacar Edo karena Edo enggan tinggal di rumah. Tidak menyadari keengganan itu lahir dari keberatan ibunya terhadap Adara.

"Ma, Edo akan pulang dan kita bisa berkumpul seperti dulu, asal Mama setuju dengan wanita pilihan Edo." Pria itu mencoba menawar sekali lagi.

"Tidak. Mama tidak mau. Malah Mama mau menjodohkanmu dengan wanita baik-baik. Wanita yang tidak suka se*s bebas!"

"Ma! Mana adalah perempuan itu mau sama Edo? Edo sendiri.." Edo menggeleng. Dia mendesis, ".. bukan pria baik-baik!"

"Tak perlu ada yang tahu kamu telah salah arah! Kamu kan laki-laki. Tak ada bukti kamu b!n4l sebelum nikah!"

"Perempuan juga nggak ada, Ma."

"Ada. Virginity."

"Masih ada orang yang percaya dengan hal semacam itu di jaman sekarang?" sahut Edo masam.

"Ya! Itu simbol kesucian dari seorang perempuan!"

"Itu hanya gagasan yang dibuat-buat manusia untuk menurunkan derajat perempuan, Ma. Mama tidak pernah baca. Banyak juga perempuan yang tidak pernah melakukan itu dan tetap tidak pera*an. Ya ada saja faktornya."

"Memang. Mama tahu. Tapi kan jelas, pacarmu itu sudah tidak suci, kan?"

Percuma berdebat dengan ibunya. Mereka punya pandangan masing-masing terhadap 'kesucian' dan Edo sedang banyak jadwal hari itu. Lebih baik dia mengalah daripada menghabiskan waktu untuk mendiskusikan hal yang tak ada ujungnya.

Sebelum ibunya pulang, ibunya mengingatkan Edo lagi untuk pulang. Edo mengangguk sekenanya.

Sambil berjalan ke ruang kerjanya, Edo mengirim pesan pada Adara:

I love you so much, Hun

Pesan itu tak segera dibalas. Adara tengah sibuk dengan pekerjaannya sendiri.

Barulah sebelum jam kerja selesai Edo mendapat pesan dari kekasihnya:

Love you too, Honey. Aku pulang duluan ya. Sudah ditunggu teman-teman kuliah.

Edo keluar dari ruang kerjanya. Sengaja agar berpapasan dengan Adara di depan lift.

Mereka tak mengucap apa-apa. Hanya berkomunikasi melalui sorotan mata mereka. Tanpa Edo katakan, Adara tahu, ada sesuatu yang merisaukan pria itu.

**I hope you like the story **

Your Wish, Honey | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang