Bertemu Kakak

305 42 20
                                    

Di saat Adara tidak punya tujuan, cuma tempat kakaknya yang dia kunjungi.

**

Jadwal Edo padat sekali. Ketika dia selesai dengan pekerjaannya hari sudah gelap. Dia bersiap pulang.

Dia ke ruangan bagian akunting. Cuma ada Putri di sana. Belum Edo membuka mulut, manajer itu bilang karyawan-karyawan sudah pada pulang. Saat itu jam 22.45.

"Kamu kenapa masih di kantor?" tegur Edo kemudian.

"Banyak yang harus di-review, Pak."

"Oh. Ya sudah. Jaga kesehatan ya."

Putri mengangguk. Menatapnya sesaat. "Pak, kalau Adara resign, kita perlu penggantinya."

"Peran Adara penting ya di sini?"

"Penting, Pak! Malah dia yang sering in charge sama klien dan vendor."

"Putri, kamu bisa yakinkan dia tidak, untuk jangan cabut dari sini?"

"Resign kan hak dia, Pak."

"Iya sih."

Edo datang ke apartemen Adara. Namun kartu aksesnya ditolak di lift. Ketika dia ke bagian resepsionis, mereka menjelaskan bahwa kartu yang ada di tangan Edo dinonaktifkan atas permintaan pemilik unit apartemen.

Dia telepon Adara. Tak tersambung. Ponselnya tidak nyala.

Edo tanya lagi resepsionis. Apakah mereka sudah lihat Adara pulang. Lagi-lagi jawaban mereka tidak memuaskan. Kata mereka, informasi itu tak bisa disampaikan, karena menyangkut privasi penghuni apartemen.

Dengan dongkol Edo meninggalkan gedung apartemen. Dia akan ke tempat favorit Adara. Tapi... apa tempat favorit Adara?

Edo baru sadar, dia tidak tahu apa-apa tentang Adara. Lagak pria itu seakan perhatian. Namun sebenarnya pengetahuannya tentang Adara nol besar!

Dia coba lagi menelepon Adara. Dan hanya dialihkan ke voice mail.

Adara sengaja mematikan ponselnya. Setelah dia tahu hasil pemeriksaan dari dokter, dia tidak mau berkontak dengan siapa pun.

Dengan hati kalut. Pikiran yang tidak jernih. Dari rumah sakit dia ke rumah kakaknya. Kepada siapa lagi dia bisa membagi keluh kesahnya? Edo menyebalkan. Ben bagaimana pun pihak luar dan Adara tidak bisa memberi beban pada pria itu dengan masalahnya.

Seharusnya Kak Arjuna yang bisa dia percaya. Dia di sana. Di teras rumah kakaknya.

Arjuna tak memberinya masuk. Istrinyalah, Asti, yang menegurnya, "Dia butuh kamu. Dari tadi dia tunggui kamu."

"Dia itu sama seperti orangtuaku! Tidak peduli padaku, Asti!"

Dahi Asti mengernyit. "Kenapa kamu jadi pendendam seperti ini? Bukankah sebenarnya kamu kangen sama mereka? Ajaklah dia masuk."

Arjuna mengalah. Dia keluar. Duduk di samping adiknya.

"Kenapa kamu?" tanya Arjuna dingin.

"Aku hamil."

"Terus?"

Adara memandang bingung kakaknya. "Kenapa santai banget tanggapannya?"

"Ya hamil berita bagus, kan?" Kakaknya balik bertanya.

"Aku belum nikah! Dan aku kesal sama ayah anak ini!"

"Kamu nggak berpikir untuk ab*rsi, kan?"

"Belum tahu."

"Kenapa? Apa salah anak itu sampai kamu harus bun.. dia?" tanya Arjuna marah, bahkan cenderung defensif. "Kalau ayahnya nggak mau tanggung jawab, ya sudah! Tapi apa kamu harus ikut-ikutan careless juga?"

"Loh Kakak jadi marahin aku sih! Seharusnya Kakak marahin ayahnya anak ini!"

Adara menunduk. Air matanya turun.

"Aduh, sudah selama ini nggak pernah ngehubungin kakaknya, sekalinya datang bawa masalah..." Arjuna merangkul adiknya. "Ayuk bicara di dalam. Malu dilihat tetangga!"

Adara tidak cuma bicara. Dia makan di rumah kakaknya. Setelah makan dia ke kamar bayi. Berkenalan dengan anak kakaknya.

Saat dia menggendong bayi kakaknya, Arjuna berkomentar, "Nggak bayangin deh. Anak cengeng kayak kamu punya anak!"

"Iiiih... aku yakin aku bisa jadi ibu!" Adara membela diri.

"Yang benar? Tadi katanya masih belum tahu mau abor*i apa nggak!"

"Ya mau gimana. Ayahnya anakku lagi dalam proses berdamai dengan keluarganya. Kalau aku minta dia fokus ke aku, nanti hubungannya dengan keluarganya merenggang lagi..."

"Nyindir Kakak kamu ya?" sahut Arjuna tersinggung.

"Iya Kakak sama Edo mirip. Sama-sama musuhin orangtua. Bedanya.. dia masih kerja di perusahaan keluarganya."

"Ya terus kenapa? Urusan dia sama keluarganya ya urusan mereka! Kamu jangan mikirin mereka. Pikirkanlah kebahagiaan kamu. Kamu mau tidak, ada dia di hidup kamu?"

"Mau, tapi dianya... tahu, deh!"

** I hope you like the story **

Your Wish, Honey | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang