Mengecewakan orangtua

292 35 45
                                    

Orangtua Adara berat untuk menerima kehamilan Adara.

**

Setelah membaca pesan dari Arjuna, Adara mengangkat mukanya. "Oke. Kakakku sudah setuju untuk datang. Yuk turun."

Mobil Edo berhenti di depan pagar rumah orangtua Adara. Sesaat Edo kagum sekaligus heran. Rumah keluarga Adara 2 kali lebih besar daripada rumah keluarga Edo. Tapi dengan kondisi finansial keluarga Adara yang lebih baik daripada keluarga Edo, perempuan itu mau-mau saja menurut pada Edo.

Jadi karyawannya. Jadi teman tidurnya. Padahal apa bagusnya Edo sampai Adara mencintainya begitu?

"Honey, jangan melamun," tegur Adara sambil melepas seat-belt-nya.

"Saya minder, Adara."

"Minder kenapa?" Dahi Adara mengernyit.

"Kamu kaya banget."

"Kamu ngomong gitu seperti kamu tidak kaya saja."

"Kenapa kamu gak bilang kamu sekaya ini?"

"Ya untuk apa aku bilang?" Adara makin bingung. "Maksudku, kalau aku bilang, apa alasannya?"

"Ya biar saya bisa lebih mempersiapkan diri." Edo lesu. Dia menyandarkan punggungnya di kursi. "Saya tidak bisa menemui orangtua kamu."

"Honey! Melanggar janji lagi kan!" gerutu Adara. "Honey. Jarang loh kakakku mau ketemu lagi sama keluarga. Kamu jangan mangkir."

"Gimana dong, Honey. Ada yang terluka."

"Apa yang terluka?"

"Ego saya."

"Honey! Jangan berlebihan, ah."

"Saya merasa tidak pantas," sahut Edo murung.

"Kenapa? Karena rumah orangtuaku besar? Honey, orangtuaku kaya - aku tidak memungkiri itu - tapi mereka tidak menglorifikasi kemampuan finansial mereka. Aku sudah bilang ke kamu tentang kakakku. Kamu juga tahu tentang aku. Kami berdua tidak dibesarkan untuk cuma nerima kekayaan orangtua."

"Tetap saja, Hun, saya.. saya takut..."

"Kamu lebih takut menghadapi keluarga aku atau kehilangan aku dan anak kita?"

Yang terdengar hanya suara tarikan napas Edo. Adara melanjutkan, "Turun yuk. Kita tidak bisa mengulur waktu. Kalau kamu mau serius, kita harus nikah sebelum perut aku besar."

Acara makan malam itu diawali dengan ketenangan. Orangtua Adara yang menyambut Edo. Mendengarkan Edo yang mengenalkan dirinya. Kagum pada Edo yang menjelaskan dia bekerja meneruskan usaha keluarga. Tentu yang Edo sampaikan hal-hal baiknya. Seperti seberapa banyak tender yang dia menangkan sejak dia menjabat sebagai direktur.

Untuk tender-tender yang kalah tidak dia katakan. Tentang dia yang sempat menduakan Adara juga tidak.

Senyum orangtua Adara terulas sampai kakak Adara datang bersama anak dan istrinya. Mereka kaget. Arjuna sudah menikah dan punya anak tanpa memberitahu mereka sama sekali.

Ibu Adara marah, melampiaskan kekecewaannya. Ayah Adara sama jengkelnya. Walaupun Arjuna sudah diusirnya, tapi seharusnya Arjuna tidak menyembunyikan hal sepenting itu dari keluarga.

Adara tidak tega keluarga kakaknya dipersalahkan begitu. Adara menginterupsi, "Ma, Pa, Adara hamil." Adara menggenggam tangan Edo "Terlepas daripada apa yang Papa dan Mama pikirkan, Adara dan Edo akan tetap menikah."

"Jadi tujuan kalian mengadakan pertemuan ini untuk buat orangtua kalian marah, begitu ya," kata ayah Adara dingin.

"Hamil! Tapi... oh! Kalian kan belum menikah!" Ibu Adara lemas. Dia merangkum wajahnya. Isakannya terdengar.

"Belum nikah salah, sudah nikah salah," kata Arjuna membela diri. "Ma, Pa, inilah hasilnya! Saya dan Adara akibat dari cara parenting kalian. Pada saya kalian terlalu mengekang sampai saya nekat kabur. Sementara terhadap Adara kalian terlalu membebaskan." Arjuna mengangkat bayinya. "Anak saya keturunan kalian. Begitu pun anak yang akan dilahirkan Adara. Saya harap, Mama dan Papa, bisa memaafkan kami."

"Papa tidak mau lihat kalian." Ayah mereka berdiri, meninggalkan ruang makan.

"Pa!" Istrinya memanggil, namun suaminya tak kembali. Dia memandang dua anaknya. "Mama kecewa. Kecewa sekali! Mama tidak tahu harus berkata apa-apa lagi!"

"Maafkan Adara, Ma," kata Adara lirih. "Maaf..."

"Mama tidak tahu harus berkata apa," sahut ibunya kemudian. "Atur saja hidup kalian semau kalian!"

Your Wish, Honey | 21+ #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang