6.H2

74 38 24
                                    

Assalmualaikum warahmatullahi wabarakatu.

Setelah kepanikan yang melanda Riani, karena melupakan kuliahnya yang ternyata diadakan di kampus induk, akhirnya Riani siap dengan pakaian yang sudah melekat lengkap di badannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah kepanikan yang melanda Riani, karena melupakan kuliahnya yang ternyata diadakan di kampus induk, akhirnya Riani siap dengan pakaian yang sudah melekat lengkap di badannya.

Ical yang sedari tadi sudah siap, menunggu di depan kos Riani. Untung saja, depan kos Riani ada satu kursi panjang yang bisa dia pakai untuk duduk di sana.

“Kak, yok!” ajak Riani ketika mendapati Ical sudah ada di depan kamarnya.

“Naik!” Ical menyuruh Riani naik ke motornya ketika dia sudah berada di atas sana.

“Tapi aku sedikit oleng, Kak, kurang tidur,” adu Riani.

“Jadi nggak mau pergi?” tanya Ical.

“Jadi lah, udah siap juga, ayok,” dengan buru-buru Riani naik ke atas motor Ical.

Di bawah terik matahari pagi yang menyilaukan, sebuah motor tua meluncur dengan dua penumpang di atasnya, menyusuri jalan kota yang masih sepi. Meskipun baru jam 8 pagi, panasnya tidak terelakkan.

Namun, panas matahari itu tidak mampu mengurangi rasa kantuk yang Riani rasakan. Tubuhnya masih sangat mengantuk saat ini. Setiap hembusan angin yang sesekali menyambar pipinya hanya semakin memperkuat sensasi ngantuk yang menghimpitnya.

Hingga akhirnya, Riani membiarkan kepala lelahnya bersandar di punggung Ical, dan perlahan terlelap di sana.

“Riani!” teriak Ical ketika sadar ada kepala yang tengah bersandar ke punggungnya.

“Riani.”

Tak ada jawaban dari Riani ketika Ical mencoba memanggilnya. Tanpa ragu, Ical perlahan-lahan memperlambat laju motornya, memprioritaskan keselamatan orang yang tertidur di punggungnya.

Keheningan menyelimuti perjalanan, hanya dipecah oleh suara kendaraan lain yang sesekali melintas. Ical sendiri terdiam, fokus pada tugasnya mengendarai hingga mencapai tujuan.

Dan di sinilah mereka sekarang, kampus induk, sebuah kompleks yang jauh lebih besar dari tempat mereka kuliah saat ini. Kemudian Ical membangunkan Riani dengan lembut.

“Riani bangun, kita sudah sampai,” ucap Ical sesekali menggoyangkan bahu Riani dengan tangannya.

Riani mengerenyitkan matanya perlahan, mencoba mengumpulkan kesadarannya, lalu dia tersadar bahwa dia tengah bersandar di punggung Ical. Secara refleks, dia terbangun dengan kaget. Jujur saja, sebelumnya dia tidak pernah sedekat ini dengan laki-laki setelah memutuskan untuk berhijrah.

“Ih, kenapa nggak dibangunin, Kak,” kesal Riani.

“Nggak tega,” jawab Ical singkat.

“Kakak.”

“Sana masuk, saya tunggu di sini,” usir Ical pada Riani yang langsung dituruti.

“Oke deh, entar ku telpon, Kak, kalau udah selesai,” ucapnya kemudian melangkah pergi setelah itu.

Hidden HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang