20.H2

58 29 77
                                    

Aku suka kebersamaan ini, tapi tidak dengan oknum yang lupa cara menghargai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku suka kebersamaan ini, tapi tidak dengan oknum yang lupa cara menghargai

H2

Hari ini adalah hari terakhir kegiatan, setelah tiga hari yang penuh dengan tantangan, akhirnya tibalah momen yang ditunggu-tunggu.

Ical bersiap-siap menuju kampus, tempat di mana semua kegiatan berlangsung. Dia mengambil motor dan melaju menuju kampus. Saat tiba, kegiatan masih berjalan dengan materi yang tengah disampaikan oleh dosen yang dipercaya untuk memimpin sesi tersebut.

Ical melangkah masuk ke aula, matanya berkelana, mencoba menemukan Riani di antara kerumunan. Namun, yang terlihat hanya deretan kepala botak dari para peserta laki-laki.

Di pojok aula, Riani duduk dengan tangan menopang dagu. Matanya yang lelah berusaha melawan kantuk yang kian berat menyerang. Tak ada yang menyadari kedatangan Ical, terutama Riani, yang terjebak dalam pertempuran sunyi melawan kelopak matanya sendiri.

"Kak Ical," suara lembut panitia, Eki, memecah kesunyian.

"Ada apa, Eki?" tanya Ical dengan senyum ramah.

"Kak, nggak apa-apa kan kalau kita iseng sedikit sama Riani?" tanyanya dengan nada bersemangat.

"Atur saja kalian, saya nggak mau ikut campur," jawab Ical sambil tertawa kecil. Baginya, itu adalah bagian dari kegiatan, dan sudah menjadi rahasia umum betapa kerasnya proses pengkaderan di fakultas teknik.

"Oke, Kak," jawab Eki, Eki tersenyum lebar, seolah mendapat izin untuk melukis kenangan baru di atas kanvas hari itu.

Banyak yang mengincar Riani, sebagian karena masalahnya dengan Panji, sebagian lagi hanya ikut-ikutan karena dia dekat dengan beberapa senior.

Di tempatnya, Riani terus bertahan, menggenggam erat kesadarannya yang nyaris pudar oleh kantuk. “Lan, kamu ngga ngantuk?”

Wulan mengangguk kecil, “Ngantuk, tapi tahan aja. Nggak lama lagi Ashar.”

Riani menarik napas panjang, berharap waktu segera bergulir lebih cepat. Kantuk di matanya seperti awan tebal yang menutupi langit cerah.

Setelah beberapa waktu yang terasa seperti selamanya, sesi materi kedua pun berakhir.

“Semuanya berdiri, dan ambil alat sholat kalian,” perintah MC dengan suara yang mengalun lembut namun tegas.

Riani berdiri, melangkah menuju tasnya. Ketika tangannya meraih alat sholat, pandangannya tak sengaja menangkap sosok Ical di kejauhan.

“Kak Ical ngapain datang sih,” ucap Riani dalam hati, bibirnya bergerak tanpa suara, seolah angin membawa pesannya.

Ical menatapnya, bingung membaca gerak bibir Riani, mencoba menangkap apa yang tak terucap.

Riani mencoba lagi, namun tak sempat sebelum salah satu panitia menghardiknya, “Cepat, ngapain diem di situ!”

Riani buru-buru pergi dari situ, meninggalkan Ical yang masih kebingungan.

Hidden HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang