21.H2

21 3 0
                                    

"Meski tidak terucap, bersamamu aku melupakan lukaku"H2

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Meski tidak terucap, bersamamu aku melupakan lukaku"
H2

Riani merapikan baju-baju yang akan ia bawa pulang, hati terasa lebih ringan setelah melewati hari-hari penuh drama. Akhirnya, dia bisa sedikit bersantai, terbebas dari praktikum dan kuliah, dan yang paling penting, ia bisa kembali ke rumah.

“Nanti kalau balik, pasti bakal kangen sama Kak Ical,” monolognya dengan senyum tipis.

“Eh, tapi kalau pulang, nggak akan lama, kan? Kalau nggak betah, balik ke sini lagi aja,” gumamnya pada diri sendiri, mencari-cari alasan untuk kembali.

Sementara itu, Ical sibuk dengan ponselnya, menonton video sejak pagi. Setelah lelah, dia bangkit dari tempat tidur dan memutuskan untuk berjalan keluar, menuju kamar kos Riani.

Sampai di depan pintu, dia berteriak, "Ni?"

Riani yang tengah sibuk mengemas barang-barangnya, segera mengenali suara itu.

“Tunggu, pakai jilbab dulu,” sahutnya sambil bergegas mengambil jilbab, lalu membuka pintu.

“Apa?” tanya Riani dengan nada datar, sedikit kesal.

“Eh, kenapa gitu?” Ical terlihat bingung sambil melangkah masuk.

“Aku masih dendam, Kak. Gara-gara dekat sama Kak Ical, aku habis-habisan sama senior. Dituduh sering ngadu lagi,” keluh Riani dengan nada yang masih penuh emosi.

Ical hanya tersenyum kecil, menggelengkan kepalanya. “Kegiatan kayak gitu memang sering dibuat-buat masalah. Masalah yang sebenarnya bukan urusan mereka, biar ada alasan buat marah.”

“Terus, Kak, aku kayaknya bakalan dendam sama orang yang mukul aku. Padahal aku nggak kenal sama sekali sama dia. Siapa sih dia, kok bisa seenaknya?” gerutu Riani, wajahnya mengerut mengingat kejadian itu.

“Sana, masak mie dulu, lapar. Daripada ngomel-ngomel nggak jelas,” Ical memberi perintah dengan nada santai.

Riani memutar matanya malas, tapi tetap menurutinya.

“Kak, aku belum selesai ceritanya!” keluh Riani kesal.

“Masak air panas dulu, terus lanjutin ceritanya,” jawab Ical dengan senyum yang masih tertahan.

“Terus, Kak, di akhir acara ada sesi salam-salaman kan sama paniti? Pas giliran orang yang mukul aku itu ngga semua beberap,  dia malah peluk aku. Aku nangis lagi. Tapi yang satu lagi entah di mana, kayaknya dia cuma datang buat mukul aku, deh. Brutal banget lagi caranya,” keluh Riani lagi, teringat pengalaman traumatisnya.

“Kak Ical tau nggak, telinga sebelahku ini jadi budek gara-gara senior itu mukulnya di telinga, bukan di pipi,” kata Riani dengan nada yang semakin marah.

“Eh, tuh, liat airnya udah mendidih,” ucap Ical mengalihkan perhatian.

“Kak Ical, aku serius!” Riani semakin kesal.

Hidden HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang