Kilas XXVI: "Moral dan Kompas"

27 8 0
                                    

"Hm... sedikit horor. Tapi aku tidak menyangka kalau bola anyaman itu benar-benar menunjukan jalan keluar kepada kita?"

Tiada tahu berapa lama pastinya mereka bertiga melangkahkan kaki menyusuri labirin tersebut jika dihitung dalam satuan waktu. Namun yang jelas, berdasarkan celetukan Jasver barusan, baik Jeane maupun Jourel agaknya sama-sama sepakat untuk memberikan persetujuan mereka. Ketika pada akhirnya bola anyaman yang terkadang melompat-lompat riang di tengah gelindingannya tersebut, ternyata benar-benar membawa mereka keluar dari rumitnya lorong labirin.

Tapi masalahnya...

"Kenapa taman lagi sih?!"

"..."

"..."

Yah.

Karena kebingungan dari jeritan hati mereka itu telah diwakilkan oleh Jasver sekali lagi. Maka dibandingkan menimpali Jasver yang terlihat masih mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Manik oniks Jourel justru terjatuh pada Jeane yang terkejut, ketika mendapati bola anyaman tadi tampak menggelinding kembali ke arah lorong labirin di belakang mereka, lalu ikut menghilang begitu saja bersamaan dengan pintu penghubung dimensi yang lenyap seketika.

"Ah, sungguh hanya menunjukkan jalan?" ucap Jeane entah mengapa terdengar sedikit kecewa. "Aku pikir dia akan ikut dengan kita sampai akhir?"

Jourel yang menyadari kekecewaan Jeane itu pun segera menimpali.

"Kau menyukainya? Bola anyaman itu?"

Jeane terkekeh kecil.

"Sedikit?" jawab Jeane seraya menghadap pada Jourel. "Aku pikir cukup menarik bagi benda tak hidup seperti itu untuk bergerak sesuai kehendaknya sendiri?" lanjutnya seraya memandang jauh ke samping. "Seolah-olah dia benar-benar memiliki nyawa."

"Hm... sepertinya aku kurang setuju denganmu kali ini, Senior Nene," ucap Jasver tiba-tiba menimpali. "Apa yang berasal dari sesuatu tempat, sudah seharusnya dia tetap berada di tempat itu," lanjutnya mengemukakan pemikirannya. "Lagipula, siapa yang bisa benar-benar memastikan kalau bola anyaman itu tidak terkutuk?"

"Terkutuk...?" ucap Jourel seketika bertanya-tanya dengan herannya.

Tak langsung menjawab, Jeane justru memiting leher Jasver hingga membuatnya mengaduh kesakitan.

"Berhenti berbicara yang tidak-tidak," peringat Jeane seraya memberikan sentilan ringan di kening Jasver. "Mana ada benda terkutuk yang malah membantu orang asing seperti kita ini kan?"

"Siapa tahu?" ucap Jasver seraya berusaha melepaskan diri dari pitingan lengan Jeane.

Jeane lantas menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menghempas napas lelah.

"Dibandingkan benda terkutuk, aku malah berpikir kalau bola anyaman tadi mungkin saja memiliki Energi Kehidupan* yang cukup banyak?" ungkap Jeane.

"Energi Kehidupan...?" tanya Jourel lagi semakin tidak paham.

Dengan demikian, baik Jasver maupun Jeane segera sama-sama tersadar bahwa Jourel masihlah Seorang Pangeran dari Kerajaan Atlantis. Karenanya, bukan hal yang mengherankan jika Atlantean sepertinya tidak mengetahui perihal Energi Kehidupan.

"Oh, ini kepercayaan Lemurian yang sepertinya terbukti nyata?" ucap Jeane lantas menjelaskan. "Di kepercayaan kami, benda-benda mati mampu menyerap Energi Kehidupan makhluk hidup di sekitarnya. Contohnya saja seperti benda yang paling sering digunakan oleh pemiliknya."

"Sampai sebelum bertemu dengan bola anyaman itu, aku pikir semua itu hanya mitos," aku Jasver turut menimpali secara blak-blakan. "Yah, daripada benar-benar dirasuki hantu kan?"

Soul: Lemuria & AgarthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang