TYPO 🙏
HAPPY READING...!!!Cio mempersiapkan diri lebih dulu untuk mengutarakan semua isi hati dan isi kepalanya saat ini. Jujur dia tidak pandai dalam berkata-kata, tapi mungkin kali ini dia harus bisa melakukannya.
(Apa maksudnya Cio bawa aku kesini? Dari tadi aku liat dia aneh, pas keluar dari rumah. Kaya banyak banget yang dipikirin sama dia. Apa jangan-jangan papa ngomong yang bikin dia tersinggung lagi?) Tanya Shani dalam hati.
"Shan?"
"Kenapa Cio? Apa sebenernya yang mau kamu bilang sama aku?" Tanya Shani. Cio menghadapkan tubuhnya pada Shani, namun dia tidak berani menatap mata Shani yang indah itu Cio hanya menunduk penuh keraguan. Dia pun memberanikan diri, apa yang ada dipikiran Shani nantinya jika dia tidak bersikap gentleman.
"Kamu masih ingat ucapan kamu waktu itu tentang kupu-kupu?" Tanya Cio. Shani terdiam sejenak, mengingat perkataannya tempo hari.
"Iya, aku ingat. Kenapa?"
"Kamu tau? Bukan cuman perjuangan, kesabaran dan juga kebebasan yang bisa kita pelajari dari kupu-kupu." Ucap Cio.
"Terus apalagi?" Tanya Shani.
"Kupu-kupu juga melambangkan cinta, Shan. Cinta memang indah tapi untuk mendapatkan keindahan tersebut tak jarang seseorang harus melewati berbagai cobaan terlebih dahulu. Harus merasakan sakit dan kekecewaan, yang tidak bisa dipahami oleh orang lain."
Jelas Cio. Shani mengangguk paham dan baru kali ini dia tau ada makna lain dari kupu-kupu. Tapi dalam benak Shani masih penasaran dengan apa yang akan pria itu katakan sebenarnya."Mungkin terdengar aneh buat kamu Shan, tapi ini perlu saya katakan. Kamu mungkin sedikit banyaknya tau cerita saya dari mami. Sejak istri saya meninggal semua kehidupan saya berubah drastis. Tidak ada lagi kebahagiaan yang saya rasakan, hanya rasa sesal dan juga rasa sakit yang terus menyelimuti hati saya. Ditambah saya merasa gagal menjadi seorang ayah, sampai Chika harus mengalami hal menyakitkan di usianya yang masih kecil. Jujur itu sangat berat saya lalui sendiri, Shan. Meskipun mami juga bantu saya, tapi tetap saja itu sulit." Ucap Cio, Shani sama sekali tidak memotong pembicaraannya dan membiarkan Cio melepaskan segala beban yang Cio pendam selama ini.
"Bahkan saya tidak mau menjalani hari-hari saya, Shan. Kehilangan seseorang yang saya cintai itu akan selalu menjadi luka terdalam. Saya selalu berusaha menarik diri dari keramaian, menutup hati saya dan semua luka itu saya obati sendiri meskipun tidak pernah sembuh. Butuh waktu lama untuk menyembuhkan luka itu," Cio menjeda ucapannya cukup lama. Nafasnya semakin memburu, jantungnya berdegup semakin kencang.
"Dan sekarang saya sudah menemukan obatnya. Yaitu, kamu." Cio menatap dalam mata Shani, bisa dilihat pupil mata Shani kini membesar, dia terkejut akan perkataan Cio barusan.
"Setelah kamu hadir dalam hidup saya, terutama Chika. Saya merasakan hidup kembali Shan. Hati saya yang dulu mati, kini telah bangkit kembali. Kamu berhasil membuat saya selalu kagum sama kamu, Shan. Chika juga selalu nyaman ada didekat kamu. Selama ini kita menjalin hubungan bisa dibilang tidak tau arah dan tujuannya mau kemana. Dan mungkin kamu juga berpikir demikian. Shan, mungkin saya gak pantes untuk bilang ini sama kamu, karena kamu terlalu sempurna untuk saya yang biasa. Bahkan saya hanya seorang duda." Lagi-lagi Cio menjeda ucapannya cukup lama.
"Shan, mau kah kamu menjadi pelengkap hidup saya?" Tanya Cio pada Shani, dia begitu yakin akan ucapannya itu. Tanpa ada sedikit keraguan dalam hatinya.
"Ci... Cio?" Shani semakin terpaku lagi, seolah tidak percaya akan apa yang barusan dia dengar.
"Saya tidak perduli kamu bersedia atau tidak, yang terpenting saya sudah mengutarakan semua isi hati saya." Ucap Cio, dia tidak berharap lebih dari apa yang akan Shani katakan. Karena Cio sadar diri, dia hanyalah seorang duda dengan satu orang anak. Shani tidak mungkin bersedia untuk hidup bersamanya.