84

1.6K 219 19
                                    

Typo 🙏
Happy Reading...!!!













Setelah menidurkan Chika, Gita dan Aldo terdiam di depan pintu kamar Chika. Gita masih bingung akan sikap Cio yang berubah drastis. Tapi bukankah seharusnya Gita bersyukur karena Cio mungkin kembali seperti dulu.

"Kak/Git." kompak mereka.

"Kakak duluan."

"Kamu aja Git,"

"Mmm... Menurut kakak aneh gak sih bang Cio? Kenapa dia tiba-tiba bisa berubah gitu?"

Aldo menghela napasnya, "Harusnya kamu seneng dong Cio berubah."

"Aku seneng kak, cuman aku masih kaget aja. Ini mimpi bukan sih?" tanya Gita bingung.

"Ini bukan mimpi, Git. Seiring berjalannya waktu dan juga tempaan hidup yang di alami oleh seseorang, itu bisa mengubahnya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Atau bisa juga sebaliknya, ya contohnya abang kamu itu."

"Menurut kakak aku harus gimana?"

"Loh ko kamu nanya aku? Keputusan kan ada ditangan kamu. Kamu lebih tau apa yang harus kamu lakukan." balas Aldo yang kemudian berjalan di depan Gita. Dengan langkah yang ragu Gita menuruni anak tangga. Setelah ini apa yang akan terjadi pada keluarganya. Dan semoga yang selalu ia do'akan setiap waktu menjadi kenyataan, yaitu keluarga mereka kembali utuh seperti dulu.

"Chika udah tidur?" tanya Ve.

Gita duduk di samping Ve. Sementara Aldo duduk terpisah begitupun dengan Cio.

"Udah mi. Capek banget kayaknya dia. Kenyang makan sama main. Iya kan kak?"

"Iya, tante. Kayanya hampir semua permainan dia mainin." balas Aldo.

"Oh ya? Udah lama sih dia gak kamu ajak pergi dek. Jadi mungkin dia puas-puasin jalan sama kamu. Takut kamu gak punya waktu lagi buat dia."

"Mm.. Mungkin mi..."

Cio? Dia hanya mendengarkan obrolan mereka saja. Sejauh itu kah dirinya dari Chika. Hati Cio semakin tersayat. Disaat Chika membutuhkan sosoknya, Cio malah berlari menjauh darinya. Cinta telah mengubah segalanya, bukan hanya dirinya tapi juga kehidupannya.

Cio sekilas mengusap airmatanya yang akan jatuh. Dan mencari waktu yang tepat untuk meminta maaf pada Gita. Gita, Ve dan Aldo mereka larut dalam obrolan ringan. Sementara Cio terus bergelut dalam pikirannya sendiri.

"Dek?" panggil Cio.

Gita menoleh, "Iya." balas Gita singkat.

Cio berpindah posisi duduk, mendekat pada Gita. Sehingga posisi Gita sekarang ada di tengah. Kedua manik mata itu kini bertemu tatap. Ada rasa rindu dalam hati keduanya. Yang selalu mereka pendam. Ada kasih sayang, yang sebenarnya tidak pernah luntur diantara mereka. Hanya saja keadaan selalu memaksa mereka untuk menjauh.

Ve tersenyum kecil, akhirnya kedua anaknya kini bisa duduk bersama tanpa ada penghalang di antara mereka.

Cio memberanikan diri untuk menggenggam tangan Gita. Saat tangannya berpindah ke paha Cio, Gita terus menatap genggaman itu. "Maafin aku, dek. Aku banyak salah sama kamu. Aku biarin kamu nanggung semuanya sendiri, bahkan untuk kehidupan mami dan Chika. Aku terlalu egois. Aku bukan abang yang baik buat kamu. Aku gak bisa jaga amanah dari papi untuk selalu jaga keluarga kita. Malah aku sendiri yang hancurin keluarga kita selama ini." lirih Cio dengan airmata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. "Kamu mau kan maafin abang?"

Meskipun sulit, Gita mencoba untuk memaafkan setiap perlakuan abangnya itu. Bukan Gita tidak ikhlas dalam menanggung kehidupan Chika dan maminya, hanya saja terlalu sakit untuknya. Seorang wanita, terlebih Gita adalah seorang adik yang seharusnya dijaga dan dilindungi oleh abangnya, harus bersusah payah banting tulang demi kelangsungan hidup keluarganya. Gita tidak pernah merasa terbebani, karena ia pun sadar kalau bergantung pada seseorang tidak akan membuatnya keluar dari permasalahan itu.

Bersama [Greshan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang