Bab.2 Ketua BEM

43 24 19
                                    

Setelah kejadian beberapa waktu lalu di depan kampus, Nata memilih untuk duduk di salah satu tempat ternyaman di kampus tersebut. Taman, sebuah tempat yang sangat menenangkan bagi Nata. Dia bahkan bisa menghirup udara segar sebanyaknya untuk menetralisir semua pikiran-pikiran buruk yang hinggap di kepalanya.

Taman ini terletak di sebelah kiri kampus, jaraknya tidak terlalu jauh hingga memudahkan anak-anak untuk sekedar melepas penat atau ingin bersantai.

Suasana pagi dengan hangatnya sinaran matahari dan angin sepoi-sepoi membuat Nata semakin betah disana. Saat Nata tengah menikmati kesendiriannya, suara langkah kaki yang terdengar mendekat kearahnya membuat Nata mengalihkan pandanganya pada sumber suara.

Nata tersenyum lembut, "Gue kirain tadi penguntit, Sal," ucap Nata sembari terkekeh.

"Enak aja, penguntit apa cantik gini," sinis Sallara pada Nata.

Reyyana Sallara, Seorang wanita cantik berusia 20-an berdiri dengan anggun, tubuhnya yang ramping berukuran sekitar 160 cm. Kulitnya putih bersih dan bercahaya, memberikan kesan lembut dan bersih pada setiap pandangan. Wajahnya begitu menawan, dengan fitur-fitur yang simetris dan halus; hidungnya kecil dan mancung, bibirnya penuh dengan warna alami yang segar. Namun, yang paling mencuri perhatian adalah sorot matanya-lembut dan tenang, seolah menyimpan kedalaman yang penuh kehangatan.

Reyyana tersenyum hangat saat melihat Nata, sorot matanya menyiratkan keakraban yang tulus. Dengan gerakan lembut, ia mengambil salah satu botol minuman dari tangannya dan memberikannya kepada Nata. "Ini, untukmu," ujarnya dengan nada ramah.

Nata menerimanya dengan anggukan kecil sebagai tanda terima kasih. Setelah itu, Reyyana duduk di samping Nata, menggeser sedikit agar lebih dekat.

"Aku putus sama Samuel." pernyataan Nata membuat Reyyana menoleh.

"Bagus dong, aku udah yakin hubungan kalian pasti nggak akan bertahan lama. Lagian Lo tahan banget virtual, di kampus kita masih banyak yang ganteng daripada Samuel."

"Tapi nggak ada yang sebaik Samuel, Lara," tegas Nata dengan raut kecewa.

"Lo harus kenalan sama Angkasa berarti, gue yakin Lo pasti bisa move on kalau sama dia."

"Angkasa?"

"Iya, Angkasa, cowok kulkas satu pintu yang ganteng kebangetan, pinter apalagi, tapi susah di taklukin aja."

"Gue males mau berhadapan sama cowok kulkas, biarin aja Rey. Kayaknya emang bagus nya gue sendiri aja dulu," seru Nata meyakinkan.

"Aish gue nggak bisa lihat kamu kayak gini, Nat. Mending cari cowok baru aja, cari yang lebih bisa ngerti. Lo kebanyakan pacaran sama orang-orang virtual, makanya sakit hati terus," sindir Reyyana.

"Biarin aja Rey, gue masih mau sendiri."

"Gue cuma mau bantuin padahal."

"Nggak apa-apa Rey, gue masih bisa kok hidup sendiri tanpa pacar."

Setelah beberapa waktu berlalu, Nata dan Reyyana mulai terbiasa dengan rutinitas mereka. Pagi itu, mereka tengah menikmati suasana yang sejuk di taman kampus, duduk di bangku kayu sambil mengobrol santai tentang kegiatan kuliah. Nata sesekali tertawa mendengar cerita konyol Reyyana tentang dosen yang terlalu banyak memberikan tugas.

Namun, tiba-tiba, suara bel yang nyaring terdengar, menandakan waktu masuk kelas sudah tiba. Kedua sahabat itu saling berpandangan dengan mata terbelalak. "Oh tidak, kita terlambat!" seru Reyyana. Tanpa berpikir dua kali, mereka langsung berdiri dan berlari sekuat tenaga menuju gedung kelas masing-masing.

Dengan napas terengah-engah, mereka mencoba mendahului mahasiswa lain yang juga sedang terburu-buru. Nata berbelok ke lorong kiri, sementara Reyyana ke arah yang berlawanan. Meski harus berpencar, mereka tak bisa menahan tawa kecil karena situasi kocak ini. Mereka tahu bahwa pagi mereka dimulai dengan penuh semangat, meski dengan sedikit kekacauan.






Life After Breakup [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang