Semua anak yang berada di ruangan itu tidak percaya dengan apa yang mereka saksikan. Bukan hanya mereka, Reyyana yang hendak pergi keluar bersama Nata pun turut terkejut. Ia memandangi kedua pria itu satu per satu, seolah mencoba memahami apa yang sebenarnya tengah terjadi di hadapannya.
Nata yang merasa tidak nyaman dipandang oleh mereka semua segera memberi kode kepada Reyyana agar membawanya pergi dari sana. Namun, Reyyana justru tak bergerak sedikit pun. Pandangannya terkunci pada Angkasa, yang menatapnya dengan sorot mata tajam dan menakutkan. Tatapan itu seolah-olah menembus hingga ke dalam dirinya, membuat Reyyana tak mampu berkata apa-apa dan membungkamnya dalam sekejap.
"Nata, kita..." Reyyana berusaha bicara, tetapi suaranya tercekat begitu melihat mata Angkasa yang tak beralih dari dirinya.
Nata menggenggam tangan Reyyana dengan gugup, berusaha memberanikan diri. "Ayo, Rey, kita pergi sekarang."
Namun, Reyyana hanya bisa menunduk, tak mampu melawan intimidasi dalam tatapan Angkasa yang membuatnya terpaku di tempat.
Tanpa pikir panjang, Reyyana mengiyakan hal tersebut. Anak-anak di sana masih terdiam melihat hal yang terjadi beberapa saat lalu.
"Udah udah lebih baik kalian kembali ke kelas kalian masing-masing. Dan ingat satu hal, saya nggak mau masalah barusan tersebar begitu saja, jika saya mendengar ada bocoran mengenai hal barusan. Maka kalian akan berurusan langsung sama saya," hardik Ezra dengan begitu tegas.
"Baik kak."
Mereka semua berlalu meninggalkan Ezra, Ryan dan angkasa yang masih terdiam di tempat mereka masing-masing. Terutama Ryan, dia masih begitu terpaku di tempatnya dan masih tak percaya dengan apa yang dia lihat barusan.
"Angkasa, Lo...." lirih Ryan.
"Iya, gue suka sama dia." Sebelum Ryan menyelesaikan pertanyaannya, Angkasa sudah menjawab hal tersebut terlebih dahulu.
"Gue nggak mau bersaing sama lo Ryan, gue minta maaf. Untuk kali ini aja gue harap lo bisa ngerti," ungkap Angkasa sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu membiarkan Ezra dan Ryan yang masih terpaku disana.
"Gue nggak akan mundur meskipun Lo yang jadi saingan gue, Angkasa!"
Angkasa tidak memperdulikan hal tersebut, dia melangkah keluar dari ruangan, mengikuti Reyyana dan Nata yang berjalan cepat di depannya. Langkah kakinya berat namun mantap, menyisakan ketegangan di setiap langkah yang diambilnya. Sementara itu, Ryan masih berdiri terpaku di tempat, tak sanggup bergerak sedikit pun. Sorot matanya memancarkan kebingungan dan ketidakpastian, seolah mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi di hadapannya.
"Kita ke ruangan rahasia kita aja Ryan. Lo kayaknya butuh ketenangan," ujar Ezra yang paham dengan kondisi Ryan.
Reyyana menoleh sesekali, melihat Angkasa yang terus mengikuti dari belakang. "Nata, Kak Angkasa mengikuti kita," bisik Reyyana dengan suara panik, tangannya mencengkeram lengan Nata semakin erat.
Nata mempercepat langkahnya, berusaha tetap tenang meski hatinya berdebar kencang. "Jangan lihat ke belakang, Rey. Kita harus terus jalan."
Namun, suara langkah Angkasa yang semakin mendekat membuat Nata dan Reyyana tak bisa lagi mengabaikannya. Ketegangan kian memuncak, seolah setiap detik yang berlalu semakin menyesakkan dada.
Angkasa akhirnya berbicara, suaranya rendah namun tegas. "Kalian mau pergi ke mana?" tanyanya tanpa menghentikan langkah, matanya tetap fokus pada kedua gadis di depannya.
Nata berhenti dan berbalik, menatap Angkasa dengan sorot mata penuh tanya. "Kenapa Kakak ngikutin kita? Apa yang Kakak mau?" tanyanya, mencoba memberanikan diri meski suaranya terdengar sedikit gemetar.
Angkasa tidak langsung menjawab. Tatapannya bergantian antara Nata dan Reyyana, seakan ada sesuatu yang ingin diucapkannya namun tertahan. "Aku cuma... enggak mau kalian salah paham," ujarnya pelan, tapi ketegangan di antara mereka masih terasa kuat.
Ryan yang melihat itu semua dari kejauhan hanya bisa menatap punggung Angkasa, Reyyana, dan Nata yang perlahan menghilang di ujung koridor. Hatinya masih diliputi kebingungan, tak tahu harus bersikap seperti apa terhadap apa yang baru saja terjadi di hadapannya.
"Lo nggak apa-apa Ryan? Kalau kira-kira Lo mau di sini gue bisa anter Lo pulang," tawar Ezra.
"Nggak perlu Zra, gue bisa sendiri. Kita ke ruangan rahasia aja, gue masih mau menenangkan diri."
"Oke."
***
Setelah Nata memutuskan untuk berbicara berdua dengan Angkasa, dalam waktu 20 menit akhirnya mereka kembali ke kelas. Reyyana yang bingung dengan perubahan sikap Nata terus memperhatikan Nata sepanjang perjalanannya."Kalian ngomongin apa sih, Nat?"
"Ada deh, nanti aku cerita ya."
Saat Nata dan Reyyana melangkah masuk ke kantin sekolah, suasana seketika berubah. Tatapan penuh rasa ingin tahu dan bisik-bisik pelan langsung menyelimuti mereka. Anak-anak di kantin tampak memandang mereka dengan tatapan aneh, seolah-olah ada sesuatu yang janggal dari keduanya.
"Ada apa sih? Kok semua pada ngeliatin kita?" bisik Reyyana sambil merapatkan diri ke Nata.
Nata hanya mengangkat bahu, mencoba tetap tenang meski hatinya sedikit berdebar. Namun, sebelum sempat menjawab, Riana bersama sekelompok teman-temannya langsung menghampiri mereka. Riana menatap Nata dengan tajam, tatapannya dingin dan penuh ketidakbersahabatan.
"Kamu pikir kamu siapa, Nata?" Riana membuka percakapan dengan nada meremehkan. "Bisa-bisanya kamu muncul di sini seolah-olah kamu nggak punya salah?"
Nata menatap balik Riana tanpa gentar, meski dia tahu ini bisa menjadi awal dari masalah lain. "Aku nggak paham maksud kamu, kak. Kita cuma lagi cari makan, bukan gangguin siapa-siapa."
Riana tersenyum sinis, lalu mendekat seolah ingin menantang. "Jangan sok polos, Nata. Semua orang di sini tahu, apa yang kamu lakuin, jangan sok polos. Jadi, hati-hati aja."
Reyyana menggenggam lengan Nata, berusaha menahan emosi. "Kita nggak mau cari masalah, Kak Riana. Tolong kasi kami ketenangan buat makan."
Riana tertawa kecil. "Ruang? Kamu bercanda? Di sekolah ini, nggak ada ruang buat orang-orang seperti kalian."
Nata tetap tenang dan menarik napas dalam-dalam, berusaha meredam amarah yang perlahan mendidih. "Kak, saya nggak tau apa masalah kakak. Apapun masalah Kakaka sama aku, kita bisa bicara baik-baik. Nggak usah begini."
Riana tampak terdiam sejenak, namun masih dengan tatapan penuh kebencian. "Kamu pikir ini cuma masalah kecil? Kita lihat saja nanti, Nata."
Percakapan itu pun berakhir dengan suasana yang semakin tegang. Nata dan Reyyana memilih untuk tetap diam meski merasa kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Breakup [TERBIT]
Romance"Tetap bahagia dan terlihat baik-baik saja setelah hancur berkeping-keping adalah caraku melindungi diri sendiri." Nata Aleandra.