Bab.20 Ungkapan perasaan Ryan

10 0 0
                                    

Ryan akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Meskipun di rumahnya tidak ada siapa-siapa tapi Rian merasa cukup senang bisa menenangkan diri sendiri di sana tanpa ada gangguan dari siapapun.

Bahkan, Ryan tak mengindahkan telepon-telepon yang masuk ke dalam panggilan whatsapp nya.

Waktu begitu cepat berlalu untuk Rian, dia memilih untuk bersantai di kamar sambil mendengarkan musik favoritnya.

"Seandainya saja kehidupanku seperti angkasa, apa Nata mau ya dengan aku?" lirih Ryan.

Ryan tak keluar kemana-mana lagi setelah siang itu, dia juga memilih untuk tidak makan malam karena sudah sangat kelelahan dan malas melakukan apa-apa.

Ryan terbangun lebih cepat dari biasanya. Jam di meja samping tempat tidurnya menunjukkan pukul 5.30 pagi, namun matanya sudah terbuka sejak beberapa menit yang lalu. Dia berusaha memejamkan mata kembali, berharap bisa tidur lagi walau hanya sebentar. Namun, pikirannya terasa penuh dan membuatnya tetap terjaga.

Dengan perasaan malas, Ryan akhirnya bangkit dari tempat tidur, meraih handuk yang tergantung di kursi. “Lebih baik aku bersiap-siap sekarang,” gumamnya sambil berjalan menuju kamar mandi. Air dingin yang menyentuh kulitnya membuatnya sedikit tersadar, membantu menghilangkan sisa-sisa kantuk yang masih menggantung.

Saat dia bercermin, Ryan memperhatikan wajahnya yang terlihat lebih segar daripada biasanya. “Lumayan,” katanya pada diri sendiri, sedikit tersenyum. Setelah selesai membersihkan diri, dia langsung mengenakan pakaian dan bersiap untuk pergi ke kampus lebih awal dari biasanya.

"Sekarang tinggal sarapan, mungkin," Ryan berpikir, melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 6.00 pagi. Hari itu terasa aneh—terlalu sunyi, terlalu kosong.

Setelah seharian membuat ponselnya terbengkalai, Ryan akhirnya memutuskan untuk membuka ponselnya pagi ini. Untung saja semalam sebelum tidur dia memutuskan untuk mencharge jadi pagi ini daya handphone pribadinya sudah penuh dan siap di gunakan.

Ketika Ryan membuka ponselnya, ada begitu banyak pesan yang masuk. Tak hanya itu, Ryan dibuat terkejut dengan beberapa panggilan masuk dari Nata.  Iya Nata, bahkan Ryan mengucek-ucek matanya beberapa kali karena takut salah.

Karena nomor ponsel Nata dia sematkan di bagian teratas Ryan bisa memastikan jelas bahwa itu memang lah panggilan dari Nata. Tanda ponsel merah yang berada di layar Ryan membuatnya memilih untuk mengecek lebih dalam.

'Kak, Pak satpam bilang semalam kamu kerumah. Ada apa ya?'

'kenapa nggak masuk aja kalau ada kepentingan?'

'kok Kakak nggak balas, apa kakak marah ya karena aku menghindar dari kakak kemarin sore?'

'kalau ada yang mau kakak sampaikan, kakak bisa kasi tau aku.'

'kita ketemu aja Kak dikampus, rasanya lebih baik kita mengobrol secara langsung.'

Pesan terkahir dari Nata membuat Ryan membelalakkan matanya tak percaya, dia memperhatikan pesan itu lamat-lamat berharap matanya tidak salah membaca.

"Nata mau ngobrol sama aku?" ucap Ryan tak percaya.

Menyadari kesempatan yang tiba-tiba saja datang, Ryan merasa senang bukan main. Dia berlonjak ria, bahkan Ryan kembali kearah cermin untuk memperhatikan dirinya sendiri di sana.

"Kayaknya nggak bagus deh kalau aku pake ini kekampus. Aku harus terlihat lebih rapi dan tampan," pikir Ryan.

Dia berdiri sejenak, menimbang-nimbang. "Harusnya gak pakai kaos biasa, ya?" gumamnya pelan. Dengan cepat, Ryan membuka lemarinya dan memilih setelan yang lebih rapi—kemeja putih bersih dan celana hitam. Setelah menggantinya, dia melihat penampilannya di cermin dan tersenyum kecil.

Life After Breakup [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang