Sesuai perintah Angkasa tadi, sebagai presiden kampus, angkasa dengan leluasa meminta ryan dan ezra untuk pergi ke rumahnya. Kedua Pria itu pergi begitu saja dari kampus tanpa meminta izin sedikitpun.
Mereka berdua mengendarai motor masing-masing dan melajukan motor sport mereka dengan kecepatan sedang. Tak butuh waktu lama, mereka berdua akhirnya sampai di kediaman Angkasa.
Mansion mewah bak rumah kerajaan selalu membuat mereka berdua terpukau saat berada di sana. Di depan gerbang terdapat dua orang satpam yang bertugas untuk menjaga sekitar, bahkan untuk masuk ke dalam ezra dan ryan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.
Tak hanya mereka, barang-barang bawaan mereka seperti tas bahkan kantong celana dan baju mereka diperiksa satu persatu. Setelah merasa aman, keduanya dipersilahkan untuk masuk. Gerbang besar dan tinggi itu terbuka sendiri menggunakan sensor dari salah satu petugas di depan.
Motor sport mereka di parkiran di dekat garasi motor milik Angkasa. Di sampingnya ada beberapa motor yang biasanya angkasa gunakan dan di garasi lain terdapat mobil-mobil mewah yang menyilaukan mata.
"Gue makin takjub lihat rumah Angkasa, makin hari makin banyak aja koleksi mobil sama motornya, gue jadi iri," ujar Ezra yang tidak melepaskan pandangannya dari barang-barang mewah tersebut.
"Wajar sih, kekayaan keluarga Angkasa nggak akan habis itu aja meskipun dipakai sampai tujuh turunan. Lo kenapa merendah, bukannya Papa Lo juga punya bisnis di Qatar?" hardik Ryan.
"Siapa juga yang merendah, gue cuma takjub aja. Heran gitu, ada aja ya keluarga yang kayak mereka."
"Udah wajar kayak gitu mah, keluarga kita berdua kan juga kayak gitu. Lagipula dari semua yang kita dapatin, ada sesuatu yang tidak kita dapat juga," lirih Ryan.
"Iya bener." Ezra membenarkan.
"Yaudah, kita masuk yuk sekarang."
Ezra dan Ryan berdiri di depan pintu rumah Angkasa yang terbuka lebar, memandang ke dalam dengan rasa penasaran. Saat mereka melangkah masuk, dua robot pintar berwarna perak menghalangi jalan mereka. Robot-robot itu berbentuk humanoid dengan lampu LED yang berkilauan di tubuhnya, membuat mereka tampak futuristik dan sedikit menyeramkan.
"Selamat datang. Identitas sedang diverifikasi," suara robot terdengar dingin, namun terprogram rapi.
Ryan dan Ezra hanya bisa terdiam saat robot-robot itu mulai mendata dan menscan tubuh mereka dari atas hingga ke bawah. Mata robot yang berwarna biru menyala berkedip-kedip, menampilkan serangkaian kode dan informasi yang tidak mereka pahami. Setiap detil dari wajah, pakaian, hingga suhu tubuh mereka dianalisis oleh mesin-mesin canggih tersebut.
"Ini... gila, Angkasa punya barang beginian?" gumam Ezra sambil melirik Ryan, masih setengah tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
Ryan mengangguk pelan, meski matanya masih terpaku pada robot-robot itu. "Aku juga nggak nyangka. Ini seperti di film-film sci-fi."
Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, kedua robot itu mundur, memberi mereka akses masuk.
"Verifikasi selesai. Anda diizinkan masuk," ucap robot itu dengan suara mekanis sebelum kembali ke posisinya, seperti dua penjaga yang tak kenal lelah.
Ryan dan Ezra saling pandang, seolah mencari kepastian di mata satu sama lain bahwa mereka tidak sedang bermimpi. Rumah Angkasa memang sudah sering membuat mereka kagum, tapi kali ini, dengan dua robot canggih yang menyambut mereka, mereka benar-benar dibuat ternganga.
"Angkasa, apa sebenarnya yang kau sembunyikan di sini?" bisik Ryan sambil melangkah masuk, masih terpesona dengan segala teknologi yang ada di depan matanya.
Mereka melangkah menaiki anak tangga terakhir, dan di depan mereka berdiri sebuah pintu kayu dengan ukiran halus dan bernuansa cantik. Warna kayunya yang lembut berkilau di bawah cahaya lampu, memberikan kesan elegan yang sulit diabaikan. Namun, yang paling mencuri perhatian adalah sebuah sensor sidik jari yang terpasang di samping pintu. Teknologi canggih itu terasa kontras dengan nuansa klasik pintu, menciptakan perpaduan unik yang membuat mereka terperangah.
Ryan menatap sensor itu dengan heran. "Pakai sensor sidik jari? Si Angkasa takut banget orang lain masuk ke kamarnya.x
"Canggih banget, ya." Ezra masih terpaku, tak menyangka bahwa Angkasa memiliki akses ke teknologi semacam itu.
'Aku sudah mendaftarkan sidik jari kalian berdua. Jadi kalian bisa masuk dengan leluasa.' sebuah pesan yang masuk kedalam notifikasi WhatsApp Ezra semakin membuat nya menggeleng-gelengkan kepala.
Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan ruangan di baliknya yang tak kalah menakjubkan. Angkasa memberi isyarat agar Ryan dan Ezra masuk terlebih dahulu, sementara ia memandangi mereka berdua dengan senyum penuh arti.
"Selamat datang di dunia kamarku ," ujar Angkasa, nadanya tenang tapi sarat dengan kebanggaan.
Ryan dan Ezra melangkah masuk, masih merasa sedikit tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Kamar Angkasa bukan hanya sekadar ruang biasa, melainkan tempat yang menyimpan rahasia dan cerita yang menunggu untuk terungkap.
"Lo udah kayak intelejen aja Sa, secara kamar sekalian pake sidik jari," sindir Ryan.
"Biarin aja, yang penting kalian berdua bisa masuk jadi jangan banyak bacot," kesal Angkasa.
"Weh sabar dong, jangan marah-marah kayak gitu."
"Yaudah, mana daftar anak-anaknya. Gie
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Breakup [TERBIT]
Romance"Tetap bahagia dan terlihat baik-baik saja setelah hancur berkeping-keping adalah caraku melindungi diri sendiri." Nata Aleandra.