Bab.22 Mimpi buruk

7 0 0
                                    

"Bagaimanpun caranya aku akan berusaha, Nat."

"Jangan terlalu memaksakan diri, Kak."

"Aku nggak maksain diri Nat, aku cuma ngasih liat kamu usaha terbaik aku! Aku mau kamu yakin sama aku!" tegasnya

"Aku nggak perlu kata-kata kak. Semua terlalu semu kalau cuma sekedar kata. Kalau emang kakak serius, aku rasa tindakan bakal jauh lebih berguna buat meyakinkan aku"

Angkasa terdiam, dia tak dapat menebak pernyataan Nata yang membuatnya menohok begitu saja. Nata meninggalkan Angkasa sendiri di luar sedangkan dia melangkah masuk ke dalam rumah.

"Aku akan mencari cara agar bisa lebih dekat dengan kamu, Nata. Walaupun pertemuan kita terbilang singkat, kamu terlihat lebih menyenangkan daripada apa yang aku lihat."

Angkasa memutuskan untuk pulang kerumahnya terlebih dahulu, dia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang dijalanan yang tidak terlalu macet.

"Apa yang harus aku lakukan agar Nata mau membuka hati untuk aku ya, apa aku harus bersikap manis, atau harus apa. Aku tidak tau caranya membuat gadis tersipu dengan kata-kata, apalagi selama ini aku tidak dekat dengan siapapun. Aku tidak pernah melontarkan gombalan yang bisa membuat gadis tertarik," bingung Angkasa.

Berbeda dengannya, Nata yang saat itu melangkahkan kaki masuk kedalam rumah dikejutkan dengan keberadaan kedua orang tuanya yang berada di ruang tamu.

"Ngapain Ayah sama Bunda disini?" Nata bertanya dengan cukup ketus pada kedua orang tuanya yang terlihat menampilkan wajah menggoda.

"Kita memang nya kenapa, Nat. Bunda sama Ayah cuma duduk-duduk aja kok."

"Tapi tatapannya gitu amat, nggak kelas dari tadi. Nata masuk dulu ya, Nata nggak makan siang juga. Udah kenyang makan dikantin."

"Masa sih, udah makan dikantin atau udah makan bareng sama Angkasa nih..." Ayah Nata yang berada tak jauh dari Bundanya ikut melontarkan kata-kata yang membuat Nata terdiam.

Tatapan datar dari Nata berhasil membuat mereka terdiam seolah-olah  godaan tersebut tidak memberikan reaksi apa-apa pada Nata.

"Kalian ngomongin apasih?" hardik Nata yang tidak mudah di goda begitu saja.

"Senyum sedikit kenapa Kak, Bunda sama Ayah lagi menghibur juga."

Nata terdiam sesaat, kemudian dia tersenyum menampilkan gigi rapinya dengan wajah penuh tekanan.

"Udah kan, katanya cuma senyum."

Sepasang suami istri itu melihat satu sama lain ketika melihat tingkah Nata yang diluar prediksi mereka.

"Ya enggak senyum gitu doang Kak, kalau kamu senyum kayak gitu orang-orang pada takut."

"Katanya tadi minta senyum, udah senyum juga, masih aja dimarahin. Nata naik ke kamar ya, jangan di ganggu dulu. Lagi pengen punya waktu sendiri," ungkap Nata serius. Mereka berdua hanya mengangguk dan mencoba untuk mengerti dengan keadaan Nata hari ini.

"Anak kita kenapa ya Mas, padahal kita cuma mau becanda. Apa dia lagi mengalami kesulitan ya?"

"Entahlah Sayang, Mas nggak tau. Kita tunggu Nata nya baikan dulu ya, setelah itu kita tanya dan minta dia cerita semuanya. Dia butuh waktu sendiri."

"Iya Mas, aku ngerti."

"Lebih baik sekarang kita menghabiskan waktu berdua saja, kebetulan aku sangat bersemangat hari ini," goda suaminya.

"Kamu ya, selalu aja kayak gitu."








                     ***
Berbeda dengan kedua orang tuanya yang memilih untuk menghabiskan waktu bersama, Nata yang baru selesai mandi dan membersihkan diri duduk di kasur empuknya sembari memikirkan ucapan Angkasa yang beberapa saat lalu terlontar.

"Maafkan aku, Kak."

Nata merebahkan dirinya di atas kasur, merasakan kelembutan bantal yang seolah memanggil untuk segera menutup mata. Tubuhnya terasa lelah setelah seharian menghadapi berbagai kejadian yang menguras tenaga dan pikiran. Dia menatap langit-langit kamar yang gelap, membiarkan pikirannya sejenak melayang sebelum akhirnya perlahan terhanyut dalam rasa kantuk yang semakin berat.

"Ah... akhirnya," gumamnya pelan, sambil memejamkan mata.

Tak sampai tiga puluh menit, nafasnya mulai teratur. Nata telah terlelap dalam tidurnya, meninggalkan segala kegelisahan dan penat yang tadi menghantuinya. Tidur menjadi pelariannya siang itu, dan setidaknya untuk sementara waktu, dia bisa melupakan segala beban yang ada.


Nata berdiri di tengah ruang yang gelap. Suara langkah kaki bergema samar-samar, dan tiba-tiba seorang gadis muncul dari bayangan. Wajahnya tak terlalu jelas, namun tatapannya penuh dengan kesombongan dan sindiran. Gadis itu mendekat, berdiri di hadapan Nata dengan senyum sinis yang membuat suasana semakin mencekam.

"Kamu itu cuma dijadikan pelampiasannya," suara gadis itu terdengar tajam dan menusuk, "Samuel nggak benar-benar mencintai kamu. Makanya sadar diri. Kalian itu cuma pacaran virtual. Jangan berharap lebih."

Nata menatap gadis itu, dadanya terasa sesak mendengar setiap kata yang terucap. Perasaan sakit dan bingung mulai melanda, tetapi dia tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk membela diri.

"Samuel butuh perempuan yang selalu ada di sisinya setiap waktu. Bukan seseorang seperti kamu," lanjut gadis itu dengan nada meremehkan.

Perkataan itu menghujam Nata dalam-dalam. Suara gadis itu semakin menggema di pikirannya, seolah memperkuat luka yang belum sepenuhnya sembuh. Saat Nata hendak membuka mulut untuk berkata sesuatu, segalanya berubah kabur.

Dengan napas tersengal, Nata terbangun. Matanya terbuka lebar, tubuhnya gemetar, dan keringat dingin membasahi wajahnya. Mimpi itu terasa begitu nyata, seakan-akan gadis tadi benar-benar ada di depannya, menusuk hati dengan kata-kata yang begitu kejam.

"Siapa dia?" Nata bergumam pelan, masih terguncang. Tangannya mengusap wajah, berusaha menenangkan diri. Namun kata-kata di mimpinya terus terngiang, membuatnya semakin bingung dan terluka.

Nata mengelap keringat yang bercucuran menggunakan tisu yang selalu dia sediakan dikamar.

"Huh, cuma mimpi, tapi aku benar-benar merasa kalau itu semua nyata," eluh Nata.

Saat Nata tengah bergelut dengan pikiran nya, tiba-tiba handphone Nata berdering. Karena jaraknya tidak terlalu jauh, Nata bisa dengan cepat menggapai benda pipih tersebut.

Terlihat sebuah nomor asing yang tertera di sana, tapi Nata tidak terlalu memperhatikan. Takut panggilan itu adalah panggilan penting, Nata segera mengangkat dan menempelkan ke telinganya.

"Halo, siapa ini?"

'hai Nata, kamu pasti sudah bisa mengenali suara aku. Apa kabar, kamu sudah pulang kuliah?'

Nata mengerutkan keningnya perlahan, dia bisa menebak dengan pasti suara yang berada di sebrang sana. Suara yang begitu familiar dan pernah mengisi kekosongan Nata di dua tahun terkahir ini.

"Samuel? Kamu dapat nomor aku dari mana?"

'ngga penting aku tau dari mana, yang pasti aku senang bisa berhubungan baik lagi sama kamu. Udah beberapa bulan ini kita nggak berkomunikasi, setelah kemarin kamu ganti nomor akhirnya kita dapat mengobrol lagi.' suara Samuel terdengar begitu antusias, tetapi Nata yang mendengar hal tersebut justru merasa muak dan sangat tidak suka.

"Jangan bertele-tele, aku lagi sibuk, apa yang kamu inginkan. Kenapa harus menelpon di jam istirahat ku?" ketus Nata.

'ah maaf Nata, aku benar-benar lupa kalau ini adalah jam istirahat kamu. Aku begitu antusias makanya aku nggak memperhatikan jam,' kekeh Samuel.

"Nggak perlu basa-basi, mau apa kamu. Aku masih punya banyak hal yang harus di urus jadi tidak punya banyak waktu untuk meladeni kamu."












Life After Breakup [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang