Pagi itu, jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.30. Nata sudah tiba di kampus. Dari arah jalan, ia berjalan kaki perlahan menuju gerbang kampus. Sesampainya di sana, ia langsung disambut hangat oleh seorang satpam yang sudah sangat hafal dengan jadwal kedatangan Nata yang selalu tepat waktu.
"Selamat pagi, Mbak Nata. Tepat waktu seperti biasa, ya," sapa satpam itu dengan senyum ramah.
Nata membalas senyumannya, "Pagi, Pak. Iya, seperti biasa. Terima kasih sudah selalu menyapa."
"Tentu, Mbak. Semangat kuliahnya!" ujar satpam tersebut sambil memberi anggukan penuh semangat.
Nata mengangguk dan melangkah masuk ke dalam kampus, siap menghadapi hari yang baru. Tapi, tanpa dia sadari, baru saja Nata ingin menaiki tangga yang menuju kelantai berikutnya. Nata langsung diberhentikan oleh Kirana dan para antek-anteknya.
Nata yang kebingungan langsung menatap ketiga senior didepannya secara bergantian.
"Ada apa, Kak?" tanya Nata penuh kebingungan.
Bukannya menjawab, Kirana justru menatap kedua sahabatnya dengan tatapan penuh arti. Tanpa menunggu lama, mereka bertiga langsung menarik Nata dengan gerakan cepat. Salah satu dari mereka bahkan membekap mulut Nata erat-erat agar gadis itu tidak sempat berteriak.
"Jangan bergerak," bisik Kirana dengan suara pelan namun tegas, matanya menatap tajam kearah Nata yang berusaha melepaskan diri.
Nata berusaha meronta dalam diam, dia berusaha melepaskan cengkraman mereka, namun kekuatannya tak sebanding. Kirana dan kedua sahabatnya masih menggenggam Nata erat, memastikan gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa.
"Rasain Lo!" Kirana yang sudah berhasil memasukkan Nata kedalam salah satu toilet langsung menguncinya dengan erat dari luar.
Nata mendekatkan telinganya ke pintu toilet yang sempit dan kumal itu. Napasnya memburu, dan kesabarannya semakin menipis. Dia menggedor-gedor pintu keras-keras, suaranya bergema di antara dinding yang berlumut.
"Kak Kirana! Buka pintunya, sekarang!" Nata berteriak, nadanya penuh desakan dan amarah. "Aku tahu kalian masih di dalam! Buka, jangan berbuat hal yang tidak-tidak seperti ini. Cepat buka pintunya!" suara Nata semakin kuat ketika tak ada terdengar suara siapapun dari luar.
Hening. Tak ada jawaban, hanya suara tetesan air dari keran rusak yang menambah suasana jadi semakin mencekam. Nata mengepalkan tangan, kembali mengetuk pintu, kali ini lebih kencang, seolah ingin memecahkan penghalang di depannya.
"Kak Kirana! Apa kalian dengar? Lebih baik kalian lepaskan aku sekarang juga, aku masih ada banyak kegiatan kampus," seru Nata, kali ini suaranya melemah, mencerminkan keputusasaan yang dia rasakan. Namun, di balik pintu yang dingin itu, masih tak ada satu pun jawaban. Keheningan tetap mendominasi, membuat Nata semakin frustasi.
Dia menendang pintu itu sekali lagi, lebih keras, berharap Kirana akan mendengar dan akhirnya menyerah. Namun, usaha Nata tetap tak membuahkan hasil.
"Gimana, enak nggak di sana? Makanya, jadi cewek jangan keganjenan. Lo harus jauhin Ryan saat ini juga, kalau perlu Lo keluar dari pemilihan anggota BEM. Gue nggak terima kalau Lo deket-deket sama Ryan!" pekik Kinara.
Nata mengerutkan keningnya bingung, "Kakak jangan ngarang cerita deh, saya nggak pernah keganjenan sama Kak Ryan. Lagian saya juga nggak sengaja ikut organisasi itu, kalau kakak mau dengar kejelasan yang lebih bisa dipercaya, kakak bisa tanyakan langsung pada Kak Ryan," ujar Nata mantap.
"Halah, banyak bac0t Lo!"
"Lo pikir kita bisa percaya gitu aja sama Lo, enggak ya. Kita nggak akan percaya sama bualan Lo itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Breakup [TERBIT]
Romance"Tetap bahagia dan terlihat baik-baik saja setelah hancur berkeping-keping adalah caraku melindungi diri sendiri." Nata Aleandra.