Bab.12 Teman Mama

9 4 0
                                    

Malam itu, setelah semua bersiap-siap, keluarga Nata berangkat menuju kafe yang telah ditentukan. Kafe tersebut terletak di sudut kota, dengan dekorasi minimalis modern dan lampu-lampu hangat yang memberikan suasana nyaman. Keluarga Nata tiba dan disambut oleh pelayan yang mengarahkan mereka ke meja yang sudah dipesan.

Nata berjalan di belakang keluarganya, sesekali melirik sekeliling kafe. Tanpa sengaja, pandangannya tertumbuk pada seorang pria yang berdiri di dekat pintu masuk. Pria itu adalah Angkasa. Kedua mata mereka bertemu dalam sekejap, dan waktu seolah berhenti sejenak. Mereka berdua tampak terkejut, seolah-olah tidak menyangka akan bertemu di tempat ini.

"Nata?" gumam Angkasa dengan suara pelan, hampir tidak percaya.Nata terdiam, menelan ludah dengan gugup.

"Angkasa...?" ucapnya pelan, nadanya terdengar ragu.Mereka berdua terdiam, tak tahu harus berkata apa.

Namun, suasana yang canggung itu hanya bertahan sejenak sebelum mereka kembali tersadar akan keadaan. Angkasa tersenyum tipis dan mengangguk sopan, tanda perpisahan yang cepat dan tanpa banyak kata.Nata membalas dengan senyuman kecil, sebelum kembali melangkah menuju keluarganya.

Hati Nata berdebar, tidak menyangka pertemuan yang tiba-tiba ini membuat pikirannya kembali pada peristiwa siang tadi. Padahal dia sudah melihat itu bahwa orang yang sudah menolongnya adalah Angkasa, tapi angkasa bersikap seolah-olah tidak pernah melakukan hal itu Dan malah menyerahkan semua pujian yang akan diberikan kepada Ryan.

"Kok angkasa di sini ya?" bingung Nata sambil melamun.

Mama Nata yang melihat hal itu langsung menepuk pundak Putri semata wayangnya untuk menyadarkan Nata.

"Kamu kenapa, Nak, kok melamun?"

"Nggak ada apa-apa kok Ma, tiba-tiba saja," kekeh Nata.

"Jangan dibiasakan seperti itu, kalau tiba-tiba kamu kesambet malam-malam nggak jadi makan malam kita." Mamanya memperingati.

"Apaan sih Ma, yang kayak gitu cuma omongan belaka. Jangan dipercaya," sarkas Nata.

"Mama ngomong bener loh ini ya, jangan salahin Mama kalau tiba-tiba kena di kamu."

"Ya jangan sampai kena lah Ma, harus di hindari."

Di dalam kafe yang ramai, keluarga Nata tengah menunggu di salah satu sudut ruangan. Mama Nata tampak gelisah, melirik jam tangan dan sesekali memperhatikan pintu masuk. Tak ingin menunggu lebih lama, Mama Nata meraih ponselnya dan menelepon keluarga Sanjaya.

'halo jeng, apa kabar? Kami sudah di kafe,  kalian dimana?'suara riang dari keluarga Sanjaya terdengar dari ujung telepon.

'Oh, kalian sudah di sini? Kami duduk di dekat jendela sebelah kiri. Kami sudah pesan tempat, jadi langsung saja ke sini, ya,'  kata Mama Nata sambil tersenyum lega.

'baik, sebentar lagi kami ke sana,' jawab keluarga Sanjaya.

Mama Nata meletakkan ponselnya di meja, menatap sekeliling sambil memastikan semuanya siap untuk menyambut tamu mereka. “Mereka sudah di sini. Sebentar lagi akan ke tempat kita,” ucapnya kepada yang lain, membuat suasana menunggu menjadi lebih menyenangkan.

"Alhamdulillah deh kita nggak perlu nunggu lama-lama lagi "

Angkasa dan keluarganya akhirnya tiba di meja yang sudah dipesan oleh sahabat mamanya. Mereka disambut dengan hangat, obrolan ringan pun segera mengalir di antara kedua keluarga.

Namun, di tengah keramaian suara, pandangan Angkasa tanpa sengaja bertemu dengan seorang gadis yang duduk di meja seberang. Matanya yang teduh seolah tak bisa berpaling saat mengenali sosok gadis itu.Gadis itu adalah Nata.

'nata? Ternyata dia bisa secantik ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


'nata? Ternyata dia bisa secantik ini.' puji Angkasa membatin.






Mata Nata yang semula fokus pada ponselnya tiba-tiba terangkat.

Begitu menyadari siapa yang berdiri di hadapannya, matanya langsung membelalak lebar, hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Hah? Kak Angkasa?” seru Nata dengan nada terkejut, membuat seluruh meja sejenak terdiam.

Angkasa pun sama terkejutnya, bibirnya membentuk senyum canggung. “Nata? Kamu di sini?”

Nata berdiri dari kursinya, menatap Angkasa seolah masih berusaha mencerna kenyataan yang ada di depan mata. "Kakak ngapain kesini?" bingung Angkasa.

"Ya aku ikut keluarga aku ke sini, soalnya Mama ku mau ketemuan sama temennya. Aku nggak nyangka ternyata temen Mama itu Mama kamu."

"Kok bisa sih."

"Kalian udah saling kenal?" Mama Nata melirik kearah mereka berdua berharap bisa langsung mendapatkan jawaban.

"Dia senior Nata di kampus Ma."

"Wah bagus dong, berarti kalian bisa lebih dekat lagi."

"Hah, kenapa emangnya?"

"Ya enggak apa-apa, kalian duduklah ngapain berdiri gitu."

Nata dan Angkasa akhirnya mengambil tempat duduk mereka, tepat di sebelah orang tua mereka yang sudah lebih dulu terlibat dalam percakapan hangat. Kedua keluarga tampak antusias, berbicara tentang hal-hal seputar bisnis dan kehidupan sehari-hari, sesekali diselingi tawa ringan. Namun, di sisi lain meja, suasana berbeda terlihat jelas di antara Nata dan Angkasa.Mereka duduk bersebelahan, tapi keheningan yang menggantung terasa begitu tebal. Pandangan Nata tertuju pada layar ponselnya, sesekali menyentuh layar seakan sibuk dengan pesan-pesan yang tidak benar-benar penting.

Sementara itu, Angkasa hanya menatap meja di depannya, jari-jarinya mengetuk-ngetuk permukaan kayu dengan ritme tak teratur. Tidak ada yang memulai percakapan, tidak ada sapaan hangat, hanya keheningan canggung yang memenuhi ruang di antara mereka.

Nata menghela napas pelan, 'Ini… konyol banget, sih.  Ngapain juga aku harus ketemu Kak Angkasa disini. Canggung banget jadinya kalau kayak gini.'

                          ***
Di saat Angkasa masih sibuk dengan obrolan hangat bersama keluarganya dan keluarga Nata di kafe, Ryan dan Ezra justru memilih untuk menghabiskan waktu di markas mereka. Markas yang terletak di lantai atas sebuah bangunan tua itu adalah tempat favorit keduanya untuk bersantai, merancang rencana, atau sekadar menghindari keramaian. Ruangan yang remang dengan dekorasi minimalis penuh poster musik dan papan tulis yang penuh coretan ide mereka. Sementara suara musik mengalun pelan di latar belakang, keduanya asyik mengerjakan hal-hal mereka sendiri.

"Angkasa nggak ke markas ya malam ini?" Ryan yang asik bermain ponsel langsung menoleh kearah Ezra yang berada disampingnya.

"Kayaknya enggak, soalnya dia ngasi tau kalau Mamanya ngajak makan malam keluarga. Biasalah, Papa Angkasa kan nggak selalu ada dirumah. Mumpung ada kesempatan ya mereka jalan-jalan gitu," ujar Ezra yang masih begitu fokus dengan ponselnya.

"Enak ya jadi Angkasa."

Pikirannya melayang, membayangkan betapa berbedanya hidup Angkasa dengan hidupnya. Ia baru saja mendengar kabar bahwa Angkasa tengah menikmati makan malam bersama keluarganya, dikelilingi oleh kehangatan dan tawa yang selalu dirindukan Ryan namun tak pernah ia dapatkan.Ryan menghela napas panjang.

"Kenapa hidup selalu berpihak pada Angkasa?" gumamnya pada dirinya sendiri. "Dia punya keluarga yang selalu ada, sedangkan aku... bahkan pulang pun tidak ada yang peduli."

"Jangan ngerasa sendiri Ryan, gue ada disini."

Life After Breakup [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang