Bab.17 Samuel?

27 11 12
                                    

Nata dengan cepat meraih tangan Reyyana, menariknya menjauh dari tempat itu. Dia melihat Ryan berjalan mendekat, dan tanpa berpikir panjang, Nata memilih untuk menghindar. Reyyana hanya bisa mengikuti tanpa banyak bertanya, meski terlihat bingung dengan sikap temannya.

"Kenapa kita pergi?" tanya Reyyana saat mereka sudah cukup jauh. Napas Nata terdengar sedikit tersengal, tapi dia tidak menjawab langsung.

Di kejauhan, Ryan berhenti di tempatnya, melihat Nata yang semakin menjauh. Dia mengernyit, perasaan bingung jelas terpancar di wajahnya. "Kok dia lari? Apa ada yang salah sama aku?" gumamnya, merasa ragu untuk melanjutkan langkahnya.

Bertepatan dengan itu, Ezra yang muncul dari parkiran langsung mendekat kearah Ryan menggunakan motor sport merah kesayangannya.

“Lo kenapa diam-diam aja disitu, Ryan?” heran Ezra.

“Oh nggak apa-apa kok, gue heran aja. Kenapa Nata sampai segitunya lari dari gue, padahal gue nggak ngapa-ngapain.”

Ezra terdiam, dia merasa sedikit tidak enak melihat raut wajah Ryan yang terlihat sangat tidak bersahabat dan sedikit murung.

“Mungkin dia nggak mau nyari masalah, jangan di pikirin lagi. Mending kita  pulang sekarang, besok-besok Lo tanya aja langsung."

"Iya bener juga, Zra."

Setelah Nata dan sopirnya selesai mengantar Reyyana, Nata tidak ingin berlama-lama di jalan. Dia langsung meminta Pak Sopir untuk segera mengantarnya pulang. Hari itu terasa panjang, dan Nata ingin segera beristirahat di rumah.

"Pak, kita langsung pulang, ya," ujar Nata sambil menghembuskan napas panjang. Sopirnya hanya mengangguk dan mulai menekan pedal gas, mempercepat laju mobil mereka menuju rumah Nata.

Perjalanan pulang terasa singkat, mungkin karena pikiran Nata yang sibuk memikirkan berbagai hal. Namun, sesampainya di rumah, Nata tertegun. Di depan pintu rumahnya, berdiri seorang pria yang sudah tidak asing lagi baginya—Samuel, mantan kekasihnya.

 Di depan pintu rumahnya, berdiri seorang pria yang sudah tidak asing lagi baginya—Samuel, mantan kekasihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jantung Nata berdegup kencang. "Samuel?" suaranya hampir tak terdengar, tercekik di tenggorokan. Meskipun itu adalah kali pertama Nata melihat Samuel secara langsung dia yakin betul kalau pria disana adalah Samuel. Samuel berbalik, senyum tipis di wajahnya, seolah dia tahu kedatangannya akan mengejutkan Nata.

"Sudah lama, Nata," ujar Samuel dengan nada yang tenang, tapi jelas menyimpan sesuatu. "Kita perlu bicara."

Nata masih belum bisa sepenuhnya mempercayai apa yang dilihatnya. Setelah semua yang terjadi, kenapa Samuel ada di sini sekarang? "Apa yang kamu lakukan di sini, Kak?" tanyanya, berusaha keras untuk tetap tenang.

Samuel melangkah lebih dekat, matanya menatap dalam ke arah Nata. "Aku hanya ingin menebus kesalahan dan... menjelaskan semuanya."

Nata merasakan campuran emosi yang berkecamuk—kebingungan, marah, dan entah kenapa, sedikit nostalgia. "Aku pikir, semuanya sudah jelas sejak terakhir kali kita berkomunikasi."

"Aku mohon Nata, aku mau kita bicara," ujar Samuel lembut.


Saat Nata terdiam, mencoba memproses kehadiran Samuel, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari kejauhan. Dari arah lain, Bunda Nata muncul, membawa kantong belanjaan kecil di tangannya. Wajahnya sedikit bingung ketika melihat Samuel berdiri di depan rumah mereka, namun sorot matanya segera beralih pada Nata yang tampak tidak nyaman.

"Nata, ada apa ini?" tanya Bunda, nada suaranya penuh perhatian namun tegas. Matanya menyipit saat melihat ekspresi wajah putrinya yang jelas-jelas tidak senang.

Nata belum sempat menjawab ketika Bunda mendekat, pandangannya berganti-ganti antara Samuel dan Nata. Dia bisa merasakan ketegangan di udara. Tanpa perlu penjelasan panjang, Bunda Nata langsung memahami situasinya. Wajahnya berubah serius, dan dia segera mengambil alih kendali.

"Nata, sayang," panggil Bunda dengan suara yang lembut namun penuh perintah, "kamu pasti lelah setelah hari yang panjang. Pergilah ke kamar dan bersihkan diri dulu sebelum makan malam. Bunda sudah siapkan semuanya."

Nata menatap Bundanya dengan rasa lega, menyadari bahwa Bunda sedang memberikan alasan agar dia bisa keluar dari situasi canggung ini. Tanpa protes, Nata mengangguk. "Baik, Bunda," jawabnya, sebelum melirik sekilas ke arah Samuel yang tampak kebingungan.

Bunda Nata menunggu sampai Nata masuk ke dalam rumah, lalu beralih pada Samuel dengan tatapan yang lebih dingin. "Maaf, Nak Samuel," ucapnya tegas namun sopan, "sepertinya waktunya kurang tepat. Nata baru saja pulang dari kampus, dia harus membersihkan diri dulu."

"Oh iya Bu, saya yang minta maaf karena sudah menganggu anak ibu."

"Kamu masuk saja dulu, suami saya sebentar lagi pasti keluar."

"Baik Bu, terimakasih banyak."




                           ***

Nata duduk termenung di sudut kamarnya, tatapannya kosong menatap lantai. Kedatangan Samuel tadi benar-benar membuatnya kesal, namun di balik kekesalan itu ada perasaan sedih yang tidak bisa dijelaskannya. Mengapa Samuel harus datang lagi, ketika dia baru saja mencoba melupakan semua tentangnya?

Suara ketukan di pintu memecah lamunannya. Nata tersadar dan mengalihkan pandangannya ke arah pintu.

"Nata, kamu di dalam?" terdengar suara dari luar.

Nata menarik napas panjang sebelum menjawab. "Iya, Nata di sini Bunda. Masuk aja, pintunya nggak dikunci." Pintu kamar Nata terbuka perlahan hingga memunculkan Bundanya dengan sedikit senyuman.

"Ada apa, Nak?"


Tanpa berpikir panjang, Nata langsung bangkit dan berlari memeluk Bundanya dengan erat. Air mata yang selama ini ditahannya akhirnya mengalir deras.

"Bunda..." Nata tersedu-sedu di pelukan ibunya. Bundanya dengan lembut mengelus pundaknya, memberikan rasa nyaman yang sangat dibutuhkan Nata saat itu.

"Sstt... tenang Nak, Nata. Ada apa? Ceritakan pada Bunda," ucap Bundanya dengan suara lembut, tetap memeluknya erat.

Nata mencoba mengatur napasnya, namun air mata masih terus mengalir. "Bunda... Samuel... dia mantan pacarku..." kata Nata terputus-putus.

Bundanya tetap diam, membiarkan Nata melanjutkan ceritanya. "Aku pikir sudah melupakan semuanya... sudah selesai... tapi sekarang dia kembali, dan semua perasaan itu muncul lagi. Aku nggak tahu harus gimana, Bunda..."

Bundanya mengelus rambut Nata lembut. "Sayang, nggak apa-apa merasa seperti itu. Kamu tidak sendiri, kalau dia berani macam-macam sama kamu Bunda akan langsung melindungi kamu."


Nata mengangguk di pelukan Bundanya, merasa sedikit lebih tenang meskipun hatinya masih terasa berat.



Setelah beberapa saat, ketika tangisnya mulai mereda, Nata merasa lebih tenang. Dia menghapus sisa air mata di pipinya dan menarik napas panjang. "Sebentar lagi Nata turun, Bunda," katanya dengan suara lebih stabil.

Bundanya mengangguk. "Kalau kamu sudah siap, langsung turun aja. Kalau dia berani macam-macam Bunda akan ada digarda terdepan buat kamu."

Setelah beberapa saat setelah Nata siap di segera turun ke lantai bawah. Dengan langkah mantap, meski hatinya masih berat, Nata turun ke bawah. Di ruang tamu, Samuel duduk di sofa, matanya langsung tertuju pada Nata saat dia melangkah masuk. Wajah Samuel tampak begitu bahagia melihatnya, seolah-olah momen ini adalah yang dia tunggu-tunggu.

Namun, Nata hanya berjalan lurus tanpa banyak memperhatikan Samuel. Dia tidak ingin terlibat lebih dalam, perasaannya masih terlalu kacau.

"Nata," panggil Samuel dengan suara lembut, berharap bisa menarik perhatiannya.

"Kenapa kamu ngeliatin anak saya kayak gitu, kamu suka ya sama dia?" goda Ayah Nata yang mendapatkan kekehan dari Samuel.

Life After Breakup [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang