"Tapi Nata, dulu kita saling mencintai."
"Stop! Tutup mulut mu itu Kak, diam atau aku akan bertindak lebih jauh dari ini."
"Kamu nggak bisa Nata, aku tau itu, aku sudah mengenal kamu dua tahun lebih. Aku tau betul sikap kamu bagaimana, apalagi dulu kamu sangat mencintai aku. Aku sangat yakin kamu tidak akan melupakan aku secepat itu," hardik Samuel ditambah oleh kekehan renyahnya.
"Kamu cinta mati sama aku Nata, beberapa kali aku minta putus tapi kamu tetap berusaha untuk bertahan, kan. Aku tau kamu belum berubah, jadi kamu bisa kembali padaku kalau kamu mau. Aku bisa meninggalkan tunangan ku demi kamu."
"Kalau tunangan kamu saja bisa kamu tinggal, bagaimana dengan Nata nantinya? Bisa-bisa kamu melakukan hal itu pada Nata juga," suara dingin dan tegas dari belakang Samuel memecah keheningan.
,
Samuel dan Nata spontan menoleh, terkejut dengan kehadiran orang lain. Berdiri dengan tangan menyilang dan tatapan tajam, pria itu tak lain adalah Angkasa. Matanya menatap Samuel tanpa kompromi, sementara wajahnya memancarkan ketegasan.Nata, yang awalnya merasa terjebak dalam situasi canggung dengan Samuel, langsung menghela napas lega begitu melihat Angkasa. Tanpa berpikir dua kali, dia berlari mendekati Angkasa, merasa aman dengan kehadirannya.
"Angkasa..." bisik Nata saat sudah berada di sampingnya, seakan kehadirannya mampu menghapus semua beban yang barusan dirasakannya.
Angkasa menurunkan tangannya dan menatap Nata dengan lembut sebelum kembali menatap Samuel dengan tatapan penuh peringatan. "Kamu tidak pantas berada di sini lagi," ucapnya tegas, membuat Samuel terdiam, tak tahu harus berkata apa.
"Siapa kamu? kenapa kamu disini?" hardik Samuel yang terlihat tidak senang dengan kedatangan Angkasa.
"Dia pacarku, aku yang memanggilnya kemari. Jadi, Kakak tidak perlu menganggu aku lagi." Nata yang saat itu ketakutan berusaha untuk terlihat tenang karena Angkasa tiba disana.
Dengan sigap, Angkasa menarik tangan Nata agar menggandeng lengannya.
"Kenapa kamu masih diam disini? apa kamu mau melihat adegan berciuman secara langsung?" kekeh Angkasa.
"Aku yakin kamu tidak akan berani melakukan itu, apalagi saat ini kita lagi ada di rumah Nata. Kalau Ayah dan Bunda nya melihat kamu tidak akan dibiarkan begitu saja," ungkap Samuel sambil menatap remeh kearah Angkasa.
Samuel baru saja melontarkan kalimat yang penuh dengan nada meremehkan, membuat Nata merasa terpojok. Sebelum Nata bisa merespon, Angkasa tanpa ragu menarik tubuhnya lebih dekat. Nafas Angkasa terasa tidak teratur, menggema di telinga Nata saat wajah mereka kini hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Jantung Nata berdetak cepat, tubuhnya kaku di bawah pengaruh kedekatan yang mendadak ini.
Angkasa tampak bimbang sejenak, matanya tertuju pada Nata, seolah ingin mengatakan sesuatu atau melakukan tindakan yang lebih dari sekadar perlindungan. Namun, sebelum situasi itu benar-benar berkembang, terdengar suara yang lembut dan akrab dari arah rumah.
"Angkasa," suara itu terdengar penuh kehangatan. Bunda Nata, dengan senyuman kecil, melangkah keluar, menyapa mereka seolah tidak ada yang aneh. "Apa kabar, Angkasa?" tanyanya dengan nada lembut yang sangat kontras dengan atmosfer tegang di antara keduanya.
Angkasa segera melepaskan genggamannya pada Nata, mencoba mengendalikan perasaannya. “Baik, Tante. Terima kasih,” jawabnya, suaranya bergetar sedikit, namun penuh hormat.
Nata menghela napas lega, sementara detak jantungnya masih belum sepenuhnya tenang, menyadari bahwa kedatangan ibunya telah menginterupsi momen yang begitu intens itu.
"Eh ada Samuel juga, masuk yuk kedalam. Kalau di luar ngomongnya nggak enak, lebih baik masuk aja ke rumah," ajak Bunda Nata lembut.
"Nata, pacarnya jangan ditinggal gitu dong. Bawa Angkasanya masuk ke rumah, Nak."
Angkasa tersenyum puas mendengar pernyataan Bunda Nata, dengan sigap angkasa langsung menggandeng tangan Nata dengan karate sembari memberikan tatapan mengejek pada Samuel.
"Bunda kamu bener-bener bisa diajak kerjasama," kekeh Angkasa sembari masuk kedalam rumah Nata.
"Iya karena itu loh, kalau bukan nggak mungkin bunda ngomong kayak gitu," sinis Nata.
Samuel benar-benar tidak bisa menahan amarahnya lagi. Wajahnya memerah, giginya bergemeletuk menahan kekesalan yang meluap-luap. Ia menghentakkan kakinya ke tanah dengan kasar, suaranya bergema di antara langkah-langkah marahnya.
“Aku tidak percaya ini! Bagaimana mungkin dia bisa bersama laki-laki asing itu." Samuel menggeram sambil terus berjalan menuju pintu rumah Nata.
Sementara itu, Nata hanya bisa memandang bundanya dengan tatapan kosong, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak menentu. Ada perasaan cemas yang perlahan merayap dalam dirinya, angkasa yang menyadari raut wajah Nata yang tidak bersahabat mengelus lengan Nata lembut.
"Lo nggak usah khawatir, Kalau dia ganggu lo ada gue di sini."
Tanpa mereka sadari, Ryan berdiri kaku di depan gerbang, mendengar percakapan mereka yang baru saja terjadi. Matanya melebar, napasnya tersengal. Ada sesuatu dalam ucapan-ucapan tadi yang membuat dadanya terasa sesak. Namun, ia tidak tahu harus berbuat apa atau bagaimana menghadapi kenyataan yang mungkin akan segera menghantam dirinya.
"Ternyata gue udah kalah ya, mau gimanapun gue nggak bisa ngalahin Angkasa. Dari sini aja gue udah kalah," lirih Ryan.
Ryan memilih untuk pergi dari sana meninggalkan rumah Nata, dia tak tau lagi harus berbuat apa dan hanya memutuskan untuk pulang kerumah agar bisa menenangkan diri.
Berbeda dengan Ryan, Samuel yang sudah merasa jenuh memutuskan untuk berpamitan pada kedua orang tua Nata.
"Kalau berkas-berkasnya sudah siap dan kita bisa melakukan penyuluhan secara cepat saya akan langsung menghubungi kamu ya, Samuel."
"Tentu Pak, saya akan menunggu kabar baik itu."
"Saya permisi dulu Tante," meskipun merasa jengkel, Samuel tetap menyalami kedua orang tua Nata dengan lembut.
Dia tak berpamitan pada Nata karena melihat Nata yang masih begitu asik mengobrol bersama Angkasa. Ketika Samuel sudah nampak menjauh, Nata langsung mendorong tubuh Angkasa dengan kasar.
"Ngapain sih Lo di sini, ganggu banget tau nggak!" ketusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life After Breakup [TERBIT]
Romance"Tetap bahagia dan terlihat baik-baik saja setelah hancur berkeping-keping adalah caraku melindungi diri sendiri." Nata Aleandra.