Bab 11

20.6K 918 36
                                    


Sebenarnya tadi saat di rumah orangtua Rena, Widi dan Gita ingin langsung berpamitan pulang, keduanya menang tidak bisa lama-lama di kota ini. Tapi, Rena menahannya sebentar, ia meminta keduanya untuk mampir lagi ke rumah karena Rena sudah meminta pegawainya di toko membawakan beberapa bingkisan untuk Widi dan Gita bawa pulang.

Saat kembali ke rumah, Rena melihat Rayi dan Baby juga baru tiba. Rena memanggil Rayi untuk mengenalkan putranya itu pada Widi dan Gita.

"Salam dulu sama Oma dan Tante, Ray!" Perintah Rena kepada Rayi yang langsung putranya itu turuti.

"Tampan sekali putra kamu, Re, andai saja dulu kamu yang menikah dengan Revan, pasti seperti ini jadinya cucu Ibu" Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut Widi, yang membuat Rena dan Rayi seketika kompak menoleh ke arah Baby. Bisa mereka lihat wajah Baby terus tertunduk, tapi kedua tangan gadis itu terkepal kuat di sisi tubuhnya.

"Baby" Rayi dan Rena kompak memanggil Baby ketika dengan langkah lebar dan menghentak gadis itu masuk begitu saja ke dalam rumah. Kemudian dengan tatapan matanya Rena meminta Rayi untuk menyusul Baby yang Rayi turuti tanpa ada bantahan.

"Memang seperti itu, anak itu tidak punya sopan santun persis seperti ibunya" gerutu Widi yang disetujui oleh Gita. Mendengarnya Rena hanya bisa menghembuskan nafasnya pelan.

"Baby anak baik dan pintar, Bu. Mungkin Baby cuma capek karena baru pulang sekolah, jadi mood Baby kurang bagus" ujar Rena, tapi baik Widi maupun Gita tak ada yang menanggapinya, keduanya malah sengaja mengalihkan obrolan mereka.

Tak lama keduanya berpamitan kepada Rena sebab harus segera pergi ke Bandara. Tapi, keduanya berjanji lain kali mereka akan kembali dan mengajak anggota keluarga yang lain juga untuk ikut serta.

Setelah melihat kedua tamunya pergi, barulah Rena masuk ke dalam rumah. Ia langsung berjalan menghampiri Rayi yang sedang berdiri di ujung tangga.

"Gimana Baby?"

"Baby nangis, Bun" ujar Rayi, tadi ia sempat mengecek ke kamar dan menemukan Baby tengah menangis. Saat Rayi coba tenangkan tapi Baby malah mengusirnya keluar.

Setelah mendengar penjelasan Rayi, Rena memilih bergegas menyusul Baby ke dalam kamar. Rena ketuk pintu kamar itu sekilas, meski tak ada jawaban Rena memilih langsung masuk begitu saja.

Di dalam Rena bisa melihat Baby yang duduk di atas kasur tengah menutup wajah menggunakan kedua tekalapan tangannya dengan suara isakan pelan terdengar.

Rena melangkah masuk, kemudian dengan pelan ia duduk di samping kasur Baby.

"Baby..."

"Kenapa dulu bukan aku aja yang mati, kenapa aku dilahirin cuma buat dibenci semua orang!"

Rena hanya diam, membiarkan Baby mengeluarkan keresahan dalam dirinya. Baru kali ini Baby mau mengeluarkan keluh kesah yang dirasanya. Mendengarnya Rena ikut merasa sakit, malang sekali nasib gadis cantik itu.

"Sekarang ada Tante, Tante sayang loh sama kamu" ucap Rena.

"Kita keluarga sekarang, kamu bukan orang asing lagi untuk Tante, kamu anak Tante juga sama seperti Mas Rayi" jelas Rena, tangannya terulur untuk mengelus bahu Baby, tapi gadis itu menepisnya pelan.

"Aku mau sendiri" ucap Baby, tanpa mau menatap Rena.

Rena sendiri mencoba menakluminya, Rena pikir Baby pasti membutuhkan waktu sendiri.

"Oke, Tante keluar, ya"

"Kamu mandi, Tante mau masak dulu untuk makan malam, nanti Tante panggil kalo makanannya udah siap"

****

Rena tak berhenti menggerutu sebal karena sudah sejak tadi ia tunggu, Revan belum juga pulang. Pesan dan telpon darinya juga sejak sore pria itu abaikan, entah saat ini dimana Revan karena harusnya pria itu sudah pulang sebelum jam makan malam.

Rena bahkan sengaja menunggu kepulangan Revan itu dengan duduk seorang diri di ruang tamu. Sampai akhirnya saat hampir tengah malam barulan ia mendengar deruan mesin kendaraan Revan di luar sana. Rena dengan cepat berdiri membuka kunci rumah untuk pria itu masuk.

"Ibu sama Kakak kamu jauh-jauh datang malah kamunya enggak di rumah" ucap Rena saat Revan baru saja masuk ke dalam rumah. Rena yakin Revan pulang telat pasti karena pria itu menghindari Ibunya sendiri.

"Aku baru mulai kerja, enggak bisa seenaknya izin, pasien aku juga lagi banyak" jelas Revan, yang tak sepenuhnya berbohong.

"Ibu juga datang mau ketemu kamu, bukan aku" tambah Revan sambil lalu. Pria itu berjalan menuju kamar, yang Rena ikuti langkah Revan dari belakang.

"Aku mau tanya serius sama kamu, sebenernya kalian kenapa?" Tanya Rena, saat setelah mereka kini sudah ada di dalam kamar.

"Apa?" Revan balik bertanya, tak mengerti maksud pertanyaan wanita dihadapannya.

"Sikap kalian sama Baby aneh, enggak wajar!"

"Orangtuaku enggak suka Baby karena dia anak Karin" jelas Revan yang seketika membuat geraman marah Rena terdengar.

"Terus kamu juga enggak suka sama Baby, di anakmu loh, Mas. Dia anak kamu sama wanita yang kamu cinta" cecar Rena, dengan kesal ia melayangkan tinjuan tangannya di bahu Revan.

"Karena Baby, Karin juga harus pergi" ucap Revan dengan santainya, yang seketika membuat Rena tak bisa berkata-kata lagi. Rena kehilangan kata-katanya mendengar kalimat yang begitu mudahnya meluncur keluar dari mulut Revan.

Akhirnya terjawab sudah kenapa pria itu bisa tak menyukai putrinya sendiri, dengan alasan yang sebenarnya sangat konyol untuk Rena dengar.

"Kamu salahin anak kamu sendiri atas kepergian Karin?" Tanya Rena, menatap Revan tak habis pikir.

"Astaga, Mas, otak kamu dimana?"

"Emang Baby minta dilahirin. Kayanya kalo bisa milih juga Baby lebih baik enggak dilahirin sekalian daripada punya Ayah macam kamu ini!" Ucap Rena, tak bisa menahan jeritan sebalnya saat mengatakannya.

"Kok aku sakit banget bayangin jadi Baby, dia enggak tau apa-apa, tapi Baby yang jadi korban keegoisan kalian!"

"Udahlah, Re, kamu lebih baik diem, kamu enggak ngerti apa-apa tentang itu" Revan mendengus sebal, kepalanya mendadak pusing karena mendengar ocehan yang keluar dari mulut Rena.

"Denger Mas, kamu harus ubah cara pikir kamu, Baby itu anak kamu dan kematian Karin itu udah takdir, enggak ada sangkut pautnya sama Baby"

"Udah, Re, aku males debat!"

"Aku akan terus berisik sebelum kamu mau berubah"

Revan yang jengah mendengar ocehan Rena memilih membungkam wanita itu dengan ciumannya. Revan juga mulai melucuti pakaian mereka hingga kini ocehan Rena sudah berganti dengan desahan nikmat karena hujaman-hujaman keras dari penisnya.

****

Once Upon A Time [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang