Epilog

18.4K 813 49
                                    


Dengan bahu terkulai lemah Rayi berjalan memasuki rumah, ia langsung membawa langkahnya menuju ruang keluarga, disana ia menemukan Lea, adik perempuannya yang sudah beranjak remaja tengah duduk di atas sofa sambil memangku kucing orange kesayangannya.

Rayi menghempaskan tubuhnya sedikit kasar di samping adik perempuannya, ia mengusap wajah menggunakan telapak tangannya disertai hembusan nafas beratnya.

"Pasti ditolak lagi" ujar Lea dengan senyuman jahilnya. Melihat wajah masam yang Kakak laki-lakinya berikan Lea yakin pasti tebakannya benar. Bukannya takut kini Lea malah tertawa pelan mendapat delikan mata dari Kakak tertuanya itu.

"Mas Rayi jelek, sih. Mana mau Kak Bibi sama laki-laki jelek kaya Mas" ucap Lea sengaja semakin menggoda Rayi.

Belum sempat menghindar Lea dibuat menjerit kencang ketika tiba-tiba Rayi memeluk erat yang membuat Ale, kucing yang ada dipangkuannya melompat turun. Lea kini tengah berusaha melepaskan dirinya dari belitan tangan Rayi yang memeluknya sangat erat, tubuh Lea kini mulai menggeliat pelan karena tangan jahil Kakaknya itu mulai menggelitikinya.

"Bunda tolong, aaaa" jerit Lea, tertawa kegelian bahkan hampir menangis, Lea tak tahan digelitiki.

"Bundaaa!"

"Ray, udah kasian adiknya" ucap Rena, mendengar teriakan sang putri, Rena yang semula sedang berada di dapur segera menghampiri pada sumber keributan.

Rayi menurut, ia melonggarkan belitan tangannya hingga dengan mudah Lea bisa terlepas dari dekapannya. Lea sendiri kini memilih berlindung di balik tubuh sang Bunda.

"Kenapa?" Tanya Rena, menyadari wajah masam Rayi. Rena mengambil duduk disamping putra pertamanya itu.

"Mas Rayi ditolak lagi, Bun" ucap Lea penuh semangat, melihat Rayi bersiap kembali menyerangnya Lea dengan cepat menggendong kucingnya kemudian berlari menjauh.

"Aku ke rumah Elsa, Bun" pamit Lea, sambil lalu.

"Kenapa?" Tanya Rena yang kali ini Rayi balas desahan lesunya.

"Keenam kali, Bun" ujar Rayi, sambil terkekeh miris. Memang cukup miris karena keenam kali ia ditolak oleh wanita yang sama.

Rena yang mengerti maksud putranya hanya mengangguk pelan.

"Baru enam" balas Rena, sambil mengangkat kedua alisnya menggoda sang putra yang sedang patah hati.

"Aku kurang ganteng ya, Bun?" Tanya Rayi, tiba-tiba teringat ucapan Lea. Rayi dan adik-adiknya yang lain sangat dekat tak jarang mereka menjahili satu sama lain tapi mungkin efek patah hati membuatnya kali ini lebih perasa.

"Kamu meragukan gen Bunda, ya. Anak Bunda pasti ganteng, kamu ganteng banget, Ray. Bunda yakin di luar sana banyak perempuan yang ngantri jadi pacar ataupun istri kamu" ujar Rena.

"Ya, tapi Bianca enggak" balas Rayi, sambil mendesah lesu. Selama hidupnya Rayi tak pernah merasakan penolakan dari seorang perempuan, hanya Bianca satu-satunya wanita yang menolaknya dan bukan hanya sekali, tapi 6 kali. Itu semua sedikit membuat Rayi frustrasi sekaligus juga tertantang untuk bisa segera memiliki seutuhnya wanita yang dicintainya itu.

"Perempuan kaya Bianca bukan cuma cari laki-laki ganteng" ujar Rena, tangannya terulur mengelus dahi putranya yang sejak tadi terus berkerut.

"Laki-laki mapan? Kerjaan aku bagus, duitku banyak, kalo Ayah enggak nikah lagi warisan Ayah juga pasti untuk aku semua"

"Perhatian? Kurang perhatian apalagi aku sama dia?" Ucap Rayi, sedikit menggebu-gebu. Kenapa sulit sekali untuknya mengambil hati wanita itu.

"Nah, pikiran kamu masih cetek ternyata, Ray"

"Dari tatapan matanya aja Bunda yakin kalo dia juga cinta sama kamu, Ray" ucap Rena yang Rayi balas anggukan setuju. Rayi tak pernah menyerah mengejar sang pujaan hati karena ia yakin wanitanya itu juga memiliki perasaan yang sama sepertinya.

"Sebagai sesama perempuan yang pernah disakitin laki-laki, Bunda bisa sedikit paham apa yang jadi pertimbangan Bianca, apa yang buat Bianca masih ragu sama kamu"

"Apa?" Tanya Rayi, menegakkan tubuhnya untuk menyimak lebih jelas ucapan sang Bunda.

"Simple aja, Bianca masih trauma. Dua kali disakiti sama laki-laki yang dia percaya pasti rasanya hancur, Bianca pasti udah hilang kepercayaan untuk mulai hubungan baru" jelas Rena.

"Jangan terburu-buru" ujar Rena, kali ini tangannya terulur untuk mengusap helaian rambut gondrong sang putra.

"Ambil hatinya perlahan, dia punya trauma sama laki-laki. Kalo kamu emang serius itu tugas kamu untuk yakinkan Bianca kalo enggak semua laki-laki itu brengsek kaya mantan-mantannya"

Rayi mulai merenung, mungkin sang Bunda ada benarnya. Rayi yakin Bianca juga mencintainya tapi memang seperti ada yang menahan wanita itu.

"Kamu seriuskan sama Bianca?" Bukan pertama kali Rayi mendengar pertanyaan itu keluar dari mulut sang Bunda, dan seperti yang lalu ia akan selalu menjawabnya dengan anggukan kepala pasti.

"Makasih, Bun" bisik Rayi, tepat di telinga sang Bunda. Kini ia sedang memeluk tubuh malaikat hidupnya itu erat.

Rena hanya membalas dengan anggukan kepala sembari tangannya mengusap pelan punggung lebar putra pertamanya.

"Cari istri sana supaya enggak pelukin istri Papa terus!" Ucap Revan yang tiba-tiba muncul dengan wajah masamnya. Revan duduk di samping Rena kemudian mengambil alih sang istri masuk dalam pelukannya.

"Bun, suaminya udah tua makin posesif aja" ucap Rayi, sambil melirik sang Papa yang kini sedang asik mengecupi puncak kepala Bundanya.

Rayi memilih berpamitan masuk ke dalam kamar, sebelum pergi ia dengan sengaja mendaratkan sebuah kecupan singkat di pipi sang Bunda.

"Anak itu" decak Revan, pelan.

"Ditolak lagi?" Tanya Revan, Rena balas dengan anggukan kepala disertai kekehan pelannya.

"Kalo aja Ray ikutin sarannya Papa, dia pasti udah menikah plus kita juga dapet cucu baru" ucap Revan, yang mendapat sikutan pelan Rena diperutnya.

"Jangan ajarin anaknya enggak bener, deh" ujar Rena, setengah kesal.

"Padahal cucu udah tiga tapi kalo lagi marah kok keliatan makin cantik, Bun" ucap Revan menggoda yang hanya Rena balas dengan memutar bola matanya malas.

"Mau kemana?" Tanya Revan, menahan sang istri yang akan beranjak pergi.

"Masak" balas Rena.

"Enggak usah kita makan di luar aja, undang Bianca sekalian" ucap Revan yang langsung Rena balas anggukan kepala.

"Sekarang aku mau puas-puasin peluk kamu dulu" Revan mengeratkan pelukannya sambil menenggelamkan wajahnya di leher harum sang istri.

"Nanti diliat anak-anak, Mas" Rena mencoba menjauhkan wajah Revan yang kini asik mengecupi lehernya.

"Ya udah ayo di kamar"

"Maunya!"

****

Epilog sekaligus spoiler sedikit ceritanya Rayi.

Once Upon A Time [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang