Bab 7

24.7K 1K 13
                                    

Anggota keluarga bertambah tapi suasana rumah malah terasa aneh. Semuanya menjadi serba canggung. Mereka seperti orang asing yang terpaksa tinggal satu atap. Tentunya Rena tak mau seperti itu. Entah bagaimana hubungannya dan Revan kedepannya nanti tapi yang pasti saat ini mereka sudah menjadi keluarga.

Maka dari itu sepanjang makan Rena mencoba mencairkan suasana yang ada, meski obrolan lebih banyak diisi olehnya dan Rayi, tapi setidaknya suasana tak terlalu hening untuknya.

"Ray, Baby bilang dia takut di kamar bawah, bantu Bunda sama Om Revan pindahin barang-barang ke kamar bawah. Biar nanti Bunda sama Om yang tidur di kamar bawah" ucap Rena, menatap sang putra.

Baby memang tak mengadu langsung kepada Rena jika gadis itu takut sendirian di kamar bawah, Rena hanya mendengarnya dari Revan karena tadi Rena sempat mendengar Revan memarahi Baby yang merengek takut tidur sendiri.

Di rumah ini menang ada 3 kamar, dua dilantai atas sedangkan 1 lagi di lantai bawah. Dua kamar di lantai atas sudah dijadikan kamar Rena dan juga Rayi. Revan tidur bersama dikamarnya dan Baby mau tak mau menempati sisa satu kamar yang kosong, tapi karena Baby takut sendiri, maka Rayi mengalah dan memilih mengalah pindah ke bawah.

"Biar aku aja yang pindah" ucap Rayi, yang tak tega membiarkan Bundanya itu tidur di kamar lantai satu sebab ukuran kamar itu jauh lebih kecil dari kamar lainnya. Apalagi Bundanya itu kini sudah menikah yang artinya harus memiliki space lebih besar.

Meski rasanya berat karena Rena tak mau membuat Rayi berpikir jika ia menganaktirikan anak kandungnya sendiri, tapi malah putranya itu yang memaksa. Maka kini setelah saling bergotong royong, Rayi dan Baby yang bertukar kamar.

Saat ini Rena sedang membantu Baby membereskan barang-barangnya yang memang masih ada di dalam koper. Rena bantu gadis itu menyusun pakaiannya ke dalam lemari.

"Baby suka makan apa? Baby boleh loh nanti minta sama Tante mau dimasakin apa" ucap Rena, yang sejak tadi terus mencoba membangun obrolan.

"Apa aja, kecuali ikan" balas Baby, tanpa mau menatap Rena.

"Kalo Baby enggak suka warna cat kamarnya bilang aja, nanti Tante minta Papa untuk ganti warna catnya sesuai warna yang Baby suka" ujar Rena karena kamar yang akan Baby tempati cat temboknya berwarna abu gelap. Baby sendiri hanya balas dengan anggukan kepala.

"Enggak usah, yang itu aku bisa sendiri" Baby melarang saat Rena akan membuka sisa satu koper barang Baby yang belum dibereskan.

Karena sudah selesai, Rena memilih berpamitan.

"Tante tinggal, ya" pamit Rena, yang hanya Baby balas anggukan kepala. Sebelum pergi Rena sengaja mengelus lembut puncak kepala putri sambungnya itu.

"Selamat malam, Baby" Ucap Rena, sambil lalu.

Tak langsung masuk ke dalam kamarnya, Rena melangkah menuruni anak tangga berjalan menuju kamar Rayi. Karena pintu kamar tak sepenuhnya tertutup Rena hanya mengetuknya sekilas, setelahnya ia memilih masuk begitu saja. Rena berdecak pelan melihat Rayi malah terlihat asik dengan game di ponselnya sedangkan barang-barang putranya itu masih berantakan di kamar.

"Katanya mau diberesin sendiri" ucap Rena karena tadi Rayi menolak saat ia akan membantu membereskan barang-barang milik Rayi, putranya itu malah memintanya membantu Baby saja.

"Besokkan bisa, Bun" balas Rayi, tanpa menoleh karena ia sedang asik dengan game miliknya.

Rena yang tak bisa melihat barang-barang tak disimpan rapi pada tempatnya, mulai bergerak menbereskan barang milik Rayi. Ia awali dengan menyusun pakaian putranya itu ke dalam lemari.

Rayi yang tentu tak tega melihat Bundanya melakukan semuanya sendirian memilih menghentikan game di ponselnya kemudian beralih membantu sang Bunda membereskan kamarnya.

Sebenarnya tak semua barang Rayi dipindahkan bisa ke kamar ini, koleksi action figure masih ada di kamar sebelumnya karena kamar ini terlalu sempit untuk menyimpan koleksinya itu. Yang terpenting, yang wajib Rayi bawa adalah set game konsol miliknya.

"Gak apa kamu disini?" Tanya Rena.

"Iya"

"Maaf, ya. Bunda jadi anak tirikan anak kandung Bunda sendiri"

"Iya, Bun, enggak usah lebay. Selagi Bunda cuma suruh aku pindah kamar lain bukan pindah ke garasi, masih aman" ujar Rayi dengan santainya, membuat Rena gemas sendiri dengan balasan putranya.

Meski belum selesai semuanya Rayi memilih menyelesaikannya sendiri dan meminya Bundanya istirahat karena wajah Bundanya itu terlihat sudah sayu menahan kantuk. Malam memang sudah semakin larut.

Rena sendiri yang memang merasa badannya sudah cukup lelah memilih menurutinya. Ia berpamitan setelah sebelumnya memberi kecupan penuh sayang di dahi sang putra.

Rayi menghela nafas pelan, ia menatap kepergian Bundanya dengan wajah sendu. Sebagai anak ia hanya ingin melihat Bundanya itu bahagia, ia akan mendukung apapun keputusan Bundanya itu meski kini harapannya untuk melihat kedua orangtuanya bisa kembali bersatu akhirnya pupus sudah.

****

Saat masuk ke dalam kamar Rena melihat Revan tengah sibuk berbicara dengan seseorang dari telpon. Tak mau menganggu Rena memilih membersihkan wajahnya dan mulai memakai rangkaian skincare malamnya. Akhirnya setelah beberapa minggu ia bahkan malas untuk mencuci wajah, kini ia bisa memulai kembali kebiasaanya yang satu ini.

"Leher kamu pahit" ucap Revan, saat dengan tiba-tiba pria itu memeluk tubuh Rena dari belakang sambil menenggelamkan wajahnya di leher sang istri yang ketika ia jilat dengan lidahnya terasa pahit.

Dari pantulan cermin Rena hanya menampilkan wajah datarnya, ia memang mengaplikasikan rangkaian skincare tersebut sampai leher juga.

"Lepas, Mas, aku enggak bisa gerak" ucap Rena, dekapan Revan mempersempit ruang geraknya.

"Ayo, Re, aku udah enggak tahan" ucap Revan, sambil tangannya bergerak meremas dua dada kenyal istrinya.

"Enggak bisa malam ini, aku lagi dapet!" Ujar Rena, yang seketika membuat Revan menampilkan wajah kaget yang menurut Rena berlebihan itu.

"Kamu bohong!" Ucap Revan, yang meyakini itu hanyalah alasan Rena saja.

"Kamu enggak percaya? Kalo gitu ayo ke toilet, liat sendiri!" Ajak Rena, menarik tangan Revan tapi pria itu menolaknya.

Revan mengacak rambutnya frustrasi, percuma saja sejak tadi ia menunggu, jika tahu istrinya itu sedang berhalangan lebih baik tadi ia tidur.

Revan memilih bergerak untuk mematikan lampu, tapi Rena menjerit melarangnya.

"Jangan dimatiin, Mas!"

"Aku enggak bisa tidur kalo lampunya nyala" ucap Revan yang memang tak bisa tidur jika lampu menyala.

"Ya udah sana tidur di teras, nanti aku matiin lampunya dari dalem" balas Rena, dengan santai. Ia melenggang berjalan menuju ranjang kemudian membaringkan tubuhnya yang sudah terasa sangat lelah itu di atas kasur. Rena mendesah lega merasakan punggungnya pegalnya menyentuh kasur.

Lagi-lagi Revan hanya bisa mengacak rambutnya frustrasi. Ia berjalan mendekati Rena kemudian menghempaskan tubuhnya dengan kasar di sisi kasur yang masih kosong.

Revan meraih selimut kemudian mulai menutupi seluruh tubuhnga menggunakan selimut dan mencoba tidur.

Rena sendiri lebih memilih berbaring miring memunggungi pria itu. Meski masih banyak sekali yang menganggu pikirannya, malam itu Rena bisa tidur sedikit lebih nyenyak dari malam-malam sebelumnya karena masalah utama yang membuatnya sempat kehilangan gairah hidup akhirnya selesai. Tinggal menyiapkan diri untuk menjalani hari esok yang Rena yakini tidak mudah, apalagi dengan status baru yang ia sandang. Istri dari Revano, pria yang dulu pernah memberikan luka sangat dalam untuknya.

****

Once Upon A Time [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang