Bab 3: Kesulitan Menjadi Duchess

286 9 0
                                    

Elara menatap dirinya di cermin besar yang berdiri di sudut kamar. Gaun hijau zamrud yang menutupi tubuhnya terasa berat dan kaku, dengan lapisan-lapisan kain mewah yang membatasi gerakannya.

Rambut hitamnya yang panjang disanggul tinggi, dihiasi dengan pin berlian yang memantulkan cahaya lilin. Namun, di balik kemegahan penampilannya, Elara merasa seperti anak kecil yang mencoba memakai pakaian dewasa.

“Apakah saya terlihat seperti Duchess?” tanyanya dengan nada ragu kepada Lydia, yang tengah merapikan lipatan terakhir pada gaunnya.

Lydia, dengan senyuman yang hangat namun penuh pengertian, mengangguk. “Anda terlihat sangat anggun, Milady. Tapi ingatlah, menjadi Duchess bukan hanya soal penampilan, tetapi juga bagaimana Anda membawa diri.”

Elara menarik napas panjang, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia bisa melakukan ini. Hari ini adalah acara resmi pertamanya sebagai Duchess, dan dia harus menunjukkan pada semua orang, terutama Sebastian, bahwa dia mampu. Namun, semakin dia memikirkan itu, semakin kaku langkahnya.

“Aku merasa seperti burung dalam sangkar emas,” gumamnya, setengah bercanda.

Lydia tertawa kecil, tetapi segera menyadari bahwa Elara benar-benar merasa terjebak. “Milady, Anda memiliki kebebasan lebih dari yang Anda pikirkan. Ini adalah dunia baru untuk Anda, tetapi itu juga berarti Anda bisa membuat aturan baru untuk diri sendiri.”

Elara tersenyum tipis, merasa sedikit lebih ringan dengan kata-kata Lydia. “Baiklah. Aku akan mencoba.”

Namun, begitu dia melangkah keluar dari kamar dan mulai berjalan melalui koridor panjang menuju aula utama, perasaan canggung itu kembali menghantamnya.

Setiap mata pelayan yang menunduk hormat, setiap langkahnya yang menggema di lantai marmer, semua itu mengingatkannya bahwa dia sekarang adalah seorang Duchess—sesuatu yang jauh dari kehidupannya yang biasa.

***

Aula utama istana penuh dengan tamu-tamu berbusana indah, berbincang-bincang sambil mengangkat gelas kristal mereka.

Elara memasuki ruangan dengan kepala terangkat tinggi, mencoba meniru langkah anggun Lydia. Namun, begitu dia melihat sekilas wajah-wajah aristokrat yang menatapnya dengan pandangan menilai, dia merasa semua keberaniannya menguap begitu saja.

Saat itulah Isabella Nightshade, seorang wanita dengan gaun merah yang mencolok dan aura percaya diri yang mengintimidasi, mendekatinya.

Isabella adalah sosok yang tak bisa diabaikan—suaranya tajam, matanya penuh perhitungan, dan senyumnya yang menawan menutupi niat yang tidak terlalu baik.

“Selamat datang di lingkaran sosial kami, Duchess,” ujar Isabella dengan senyuman tipis yang tidak sampai ke matanya.

Elara berusaha tetap tenang, membalas senyuman itu. “Terima kasih, Lady Nightshade. Kehormatan berada di sini.”

“Ah, begitu formal,” jawab Isabella, nadanya seperti madu yang disertai duri. “Anda harus tahu, Duchess, bahwa di dunia kami, formalitas itu penting, tapi bukan segalanya. Kami lebih menghargai kecerdasan dan kemampuan menavigasi permainan sosial yang rumit.”

Elara merasakan darahnya berdesir. Ada sesuatu dalam cara bicara Isabella yang membuatnya merasa terpojok. “Saya akan berusaha sebaik mungkin,” jawabnya dengan tenang, meskipun di dalam hatinya, dia merasa seperti seekor rusa yang dikepung oleh serigala.

Isabella tertawa ringan, seolah-olah Elara baru saja mengatakan sesuatu yang sangat lucu. “Oh, tentu saja Anda akan berusaha. Tapi jangan terlalu keras pada diri sendiri, Duchess. Kadang-kadang, usaha yang terlalu keras justru bisa membuat seseorang tersandung.”

Dengan kata-kata itu, Isabella berpaling, meninggalkan Elara yang berdiri di sana dengan pikiran yang berkecamuk. Jelas sekali bahwa kehadirannya dianggap sebagai ancaman, dan Isabella ingin memastikan bahwa Elara tahu tempatnya.

“Aku tidak akan kalah begitu saja,” pikir Elara, meskipun hatinya sedikit goyah.

***

Setelah acara berakhir, Elara kembali ke kamarnya dengan perasaan campur aduk. Malam itu menjadi pengingat yang keras bahwa dia tidak bisa mengandalkan pengetahuannya dari dunia lama. Dunia ini memiliki aturannya sendiri, dan jika dia ingin bertahan, dia harus memahaminya.

Lydia mendekatinya dengan secangkir teh hangat, senyumnya penuh simpati. “Anda melakukan yang terbaik, Milady. Ini tidak mudah, tetapi saya yakin Anda bisa mengatasinya.”

Elara menghela napas panjang, mengambil cangkir teh itu dengan tangan gemetar. “Terima kasih, Lydia. Tapi aku merasa… aku masih memiliki banyak hal yang harus kupelajari. Aku bahkan tidak tahu harus mulai dari mana.”

Lydia duduk di sampingnya, menatapnya dengan mata yang lembut. “Tidak ada yang belajar semuanya dalam semalam, Milady. Tapi saya di sini untuk membantu Anda. Saya bisa mengajari Anda tentang etiket, bagaimana berperilaku dalam pertemuan sosial, dan bahkan bagaimana menghadapi orang-orang seperti Lady Nightshade.”

Mendengar itu, Elara merasa sedikit lega. Dia tersenyum kepada Lydia, merasa bersyukur memiliki seseorang yang bisa diandalkan. “Aku benar-benar beruntung memiliki kamu, Lydia. Kita mulai besok, ya?”

Lydia mengangguk. “Tentu saja, Milady. Saya akan membuatkan jadwal untuk pelajaran Anda. Anda akan menjadi Duchess yang tidak hanya anggun, tetapi juga bijaksana dan tak tergoyahkan.”

Dengan tekad yang baru, Elara merasa sedikit lebih percaya diri. Dunia ini mungkin asing dan penuh dengan tantangan, tetapi dia tidak akan menyerah begitu saja.

Dengan bantuan Lydia, dia akan belajar dan tumbuh, menghadapi setiap rintangan dengan kepala tegak. Dan suatu hari nanti, dia akan membuat semua orang, termasuk Isabella Nightshade, melihat bahwa Duchess Elara Blackwood bukanlah wanita yang bisa diremehkan.

Elara meneguk teh hangatnya, membiarkan kehangatan itu meresap ke dalam tubuhnya. Di dalam hati, dia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi dengan Lydia di sisinya, dia siap menghadapi apapun yang datang.

The Villainess BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang