Bab 24: Persahabatan yang Teruji

71 5 0
                                    

Elara duduk di taman istana, menikmati angin sepoi-sepoi yang membawa aroma bunga mawar yang sedang mekar. Namun, pikiran Elara terus melayang pada Julian, sahabat setianya. Sejak hubungan antara Elara dan Sebastian semakin kuat, Julian mulai tampak semakin jarang terlihat, dan ketika mereka bertemu, ada sesuatu yang tidak lagi sama.

Langkah-langkah ringan terdengar di belakangnya, dan Elara menoleh untuk melihat Julian mendekat. Senyumnya yang biasanya penuh kehangatan kini terlihat sedikit dipaksakan.

"Julian, aku senang kau datang," sapa Elara dengan senyum hangat, berharap bisa menghilangkan kegelisahan yang ia rasakan.

"Aku selalu ada untukmu, Elara," jawab Julian sambil mengambil tempat duduk di sebelahnya. Namun, ada keheningan canggung yang tak biasa antara mereka.

Elara mencoba memecahkan suasana. "Kau tampak sangat sibuk akhir-akhir ini. Aku hampir tidak melihatmu di sekitar istana."

Julian tersenyum tipis, namun sorot matanya tidak seperti biasanya. "Ya, ada banyak hal yang harus aku urus," jawabnya singkat.

Elara tidak bisa menahan diri untuk tidak merasa khawatir. "Julian, jika ada sesuatu yang mengganggumu, kau bisa berbicara padaku. Kita sudah berteman begitu lama, aku tidak ingin ada yang berubah di antara kita."

Julian menghela napas dan menatap Elara dengan serius. "Elara, aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Hubunganmu dengan Sebastian semakin kuat, dan itu adalah hal yang baik. Tapi... aku mulai merasa tidak lagi memiliki tempat dalam hidupmu."

Kata-kata itu membuat Elara terdiam. Ia tahu bahwa persahabatannya dengan Julian sangat berharga, namun ia juga menyadari bahwa sejak perasaannya terhadap Sebastian tumbuh, waktu yang ia habiskan dengan Julian semakin berkurang.

"Julian, kau selalu menjadi sahabatku, dan itu tidak akan berubah," kata Elara dengan penuh keyakinan. "Tapi aku tidak bisa mengabaikan perasaanku terhadap Sebastian. Dia adalah suamiku, dan aku ingin membangun kehidupan yang baik bersamanya."

***

Hari-hari berlalu, dan jarak antara Julian dan Elara semakin terasa. Hingga suatu sore, saat Sebastian sedang berkuda di luar istana, Julian memutuskan untuk menemui Duke secara langsung. Hatinya penuh dengan perasaan yang bercampur aduk—antara kesetiaan kepada Elara dan perasaan yang tak dapat ia pungkiri.

Sebastian menatap Julian dengan pandangan tajam begitu sahabat istrinya itu masuk ke dalam ruang kerja. "Apa yang membawamu ke sini, Julian?" tanyanya dengan nada yang sopan namun penuh kewaspadaan.

Julian tidak membuang waktu untuk berbasa-basi. "Sebastian, aku tahu bahwa hubunganmu dengan Elara semakin kuat. Tapi aku harus jujur denganmu... Aku mencintai Elara."

Sebastian terdiam sesaat, tidak menyangka bahwa Julian akan begitu langsung. Namun, dia tidak memperlihatkan emosinya, tetap menjaga ketenangannya. "Aku menghargai kejujuranmu, Julian. Tapi Elara adalah istriku, dan dia telah memilih untuk berada di sisiku."

Julian mengangguk, meskipun hatinya terasa berat. "Aku tahu, dan aku tidak ingin merusak hubungan kalian. Tapi kau harus tahu bahwa perasaanku ini bukan sesuatu yang bisa dengan mudah diabaikan."

Sebastian menatap Julian dengan pandangan penuh pengertian, meskipun ada sedikit ketegangan di antara mereka. "Julian, kau telah menjadi teman yang setia bagi Elara. Tapi aku juga tahu bahwa kau memiliki integritas yang tinggi. Jika kau benar-benar mencintainya, kau akan mendukungnya, bahkan jika itu berarti melepaskan perasaanmu."

Suasana dalam ruangan itu menjadi semakin berat. Kedua pria ini berdiri di hadapan satu sama lain, masing-masing dengan perasaan yang berkecamuk di dalam hati. Julian tahu bahwa Sebastian benar, dan bahwa satu-satunya cara untuk menunjukkan cintanya yang sebenarnya kepada Elara adalah dengan melepaskannya.

"Aku tidak akan pernah mengkhianati Elara, atau kau," kata Julian akhirnya, suaranya penuh ketegasan. "Aku akan tetap menjadi sahabatnya, meskipun itu berarti aku harus mengorbankan perasaanku sendiri."

Sebastian merasakan sedikit kelegaan mendengar kata-kata Julian. "Aku menghargai keputusanmu, Julian. Dan aku berharap, kita bisa tetap menjalin persahabatan ini meskipun situasinya sulit."

***

Malam itu, Elara menunggu Sebastian di perpustakaan istana, tempat favorit mereka untuk menghabiskan waktu bersama. Pikirannya dipenuhi oleh percakapan yang baru saja ia lakukan dengan Julian. Ia tahu bahwa Julian menyimpan perasaan padanya, tetapi ia tidak menyangka bahwa persahabatan mereka akan sampai pada titik ini.

Sebastian akhirnya tiba, dan tanpa banyak kata, ia berjalan menuju Elara dan menariknya dalam pelukan. "Aku baru saja berbicara dengan Julian," kata Sebastian dengan lembut.

Elara mengangkat wajahnya, menatap Sebastian dengan penuh perhatian. "Apa yang dia katakan?"

Sebastian tersenyum tipis. "Dia mengatakan bahwa dia akan tetap mendukungmu, meskipun itu berarti dia harus melepaskan perasaannya."

Elara merasa dadanya sesak dengan emosi. Ia tahu bahwa keputusan Julian bukanlah hal yang mudah. "Julian selalu menjadi sahabat terbaik yang bisa dimiliki seseorang," katanya dengan suara bergetar.

Sebastian mengangguk, kemudian menatap Elara dengan lembut. "Kau tidak perlu merasa bersalah, Elara. Julian tahu apa yang terbaik untuknya dan untukmu."

Malam itu, mereka berdua duduk bersama di perpustakaan, berbicara tentang masa depan mereka tanpa rasa canggung yang biasanya muncul ketika topik Julian dibahas. Meskipun perasaan Julian masih ada, dia telah memutuskan untuk mendukung hubungan Elara dan Sebastian dari kejauhan, menunjukkan bahwa persahabatan sejati adalah tentang pengorbanan dan cinta yang tulus.

Dengan hati yang lebih tenang, Elara tahu bahwa meskipun hubungan mereka diuji, persahabatan mereka dengan Julian tetap akan bertahan, meski dalam bentuk yang berbeda. Dan untuk itu, ia bersyukur.

The Villainess BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang