Malam setelah perjamuan musim panas, Elara dan Sebastian akhirnya kembali ke istana Clairmond. Keheningan yang menenangkan menyelimuti mereka berdua saat mereka melangkah masuk ke dalam istana. Cahaya lilin yang lembut memantul dari dinding marmer, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman.
"Perjamuan tadi sungguh melelahkan," ujar Elara sambil melepaskan jubahnya, lalu duduk di sofa dekat perapian. "Aku tidak menyangka banyak bangsawan yang mencoba menjatuhkan kita."
Sebastian berjalan mendekat dan duduk di sebelah Elara, matanya menatap api yang berkerlap-kerlip. "Itu memang sudah bisa diduga. Para bangsawan selalu mencari celah untuk menjatuhkan yang lain. Tapi kau... kau menanganinya dengan sangat baik."
Elara tersenyum, merasa senang mendengar pujian dari suaminya. "Terima kasih, Sebastian. Aku hanya mencoba yang terbaik agar kita bisa tetap berdiri tegak."
Sebastian terdiam sejenak, tatapannya berubah menjadi lebih lembut. "Kau lebih dari sekadar 'mencoba', Elara. Kau telah melakukan sesuatu yang luar biasa."
Elara merasakan hatinya berdebar mendengar kata-kata itu. Ada sesuatu yang berbeda dalam nada suara Sebastian malam ini—sesuatu yang lebih dalam, lebih tulus. Untuk pertama kalinya, Elara merasa Sebastian membuka dirinya, meskipun hanya sedikit.
"Aku hanya ingin kita bisa melalui semua ini bersama," jawab Elara dengan nada rendah, hampir seperti bisikan.
Sebastian mengangguk pelan, dan untuk beberapa saat, keheningan kembali mengisi ruangan. Namun, bukan keheningan yang canggung, melainkan keheningan yang nyaman—seperti mereka tak perlu banyak kata untuk saling memahami.
***
Sebastian berdiri dan mengulurkan tangannya ke arah Elara. "Ikutlah denganku."
Elara menatap tangannya dengan bingung, tetapi dia tetap meraih tangan Sebastian dan berdiri. "Ke mana kita pergi?"
Sebastian hanya tersenyum tipis. "Kau akan melihatnya."
Mereka berjalan melewati koridor panjang menuju taman kecil di belakang istana. Di sana, bintang-bintang bersinar terang di langit malam, memancarkan cahaya yang lembut di antara dedaunan pohon. Angin sepoi-sepoi membawa aroma bunga yang menenangkan.
"Ini indah sekali," bisik Elara ketika mereka tiba di sebuah bangku batu di tengah taman. "Aku tidak tahu bahwa ada tempat seperti ini di istana."
"Tempat ini sering aku kunjungi ketika aku butuh waktu untuk berpikir," kata Sebastian, matanya menatap langit malam. "Di sini, aku bisa merasa tenang, jauh dari intrik politik dan beban tanggung jawab."
Elara menatap Sebastian, merasakan kehangatan yang mulai tumbuh di antara mereka. "Kau jarang berbicara tentang dirimu sendiri, Sebastian. Malam ini berbeda."
Sebastian menundukkan kepalanya sedikit, seperti merenung sebelum menjawab. "Mungkin karena aku mulai merasa nyaman berbicara denganmu, Elara. Selama ini, aku terbiasa menyimpan segalanya untuk diriku sendiri. Tapi... kau berbeda. Kau membuatku ingin membuka diri."
Elara merasakan perasaan hangat menjalar di dadanya. "Aku senang mendengarnya. Aku juga ingin kita bisa saling berbagi lebih banyak, tidak hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang masa depan."
Mata Sebastian kembali menatap Elara, ada cahaya lembut di dalamnya. "Masa depan... ya, aku ingin membicarakannya. Kita telah melalui banyak hal bersama, dan aku mulai menyadari bahwa kau adalah bagian penting dari masa depanku."
Elara merasakan hatinya berdegup lebih cepat. Kata-kata Sebastian, meskipun tidak secara langsung mengungkapkan cinta, membawa harapan yang kuat. "Aku juga merasa begitu, Sebastian. Aku ingin kita bisa membangun masa depan yang indah bersama."
Mereka berdua terdiam lagi, tetapi kali ini, keheningan itu penuh dengan pengertian dan harapan yang tak terucapkan. Meskipun belum ada pengakuan cinta yang eksplisit, mereka tahu bahwa ada sesuatu yang telah berubah di antara mereka—sesuatu yang lebih dalam, lebih berarti.
***
Waktu berlalu dengan lambat, namun Elara dan Sebastian tidak merasa perlu untuk segera kembali ke dalam istana. Mereka duduk di sana, menikmati kebersamaan yang tenang di bawah langit malam. Ada perasaan yang semakin kuat di antara mereka, sesuatu yang tidak perlu diungkapkan dengan kata-kata.
Elara menoleh ke arah Sebastian, dan dia tersenyum kecil ketika melihat wajahnya yang tenang. "Sebastian, aku tahu kita masih memiliki banyak tantangan di depan. Tetapi, malam ini, aku merasa bahwa kita bisa menghadapinya bersama."
Sebastian mengangguk pelan. "Aku juga merasakannya, Elara. Meskipun aku belum bisa sepenuhnya mengungkapkan perasaanku, aku ingin kau tahu bahwa kau sangat berarti bagiku."
Elara merasakan air mata hangat mengalir di sudut matanya, tetapi dia tersenyum lebar. "Itu sudah cukup, Sebastian. Aku tidak perlu kata-kata. Aku bisa merasakannya."
Sebastian mengulurkan tangannya dan menyentuh wajah Elara dengan lembut, menghapus air mata di pipinya. "Kau benar. Mungkin kita memang tidak perlu banyak kata-kata. Kita sudah saling memahami."
Di bawah sinar bulan yang lembut, mereka berbagi momen yang tenang namun penuh makna. Meskipun belum ada pengakuan cinta yang eksplisit, Elara tahu bahwa hubungan mereka telah mencapai titik yang baru—titik di mana mereka bisa saling memahami tanpa perlu banyak kata.
Malam itu, Elara dan Sebastian kembali ke dalam istana dengan hati yang lebih ringan dan perasaan yang lebih kuat. Mereka tahu bahwa masih banyak rintangan yang harus dihadapi, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka bisa menghadapinya bersama.
Dan untuk pertama kalinya, mereka merasa bahwa masa depan yang mereka bicarakan bukanlah sekadar angan-angan, melainkan sesuatu yang nyata dan dapat dicapai bersama. Di tengah keheningan malam, mereka berjalan bergandengan tangan, meninggalkan taman yang indah di belakang mereka, tetapi membawa harapan yang baru ke dalam hati mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villainess Bride
RomanceSeorang perempuan terbangun dalam tubuh istri seorang penjahat yang terkenal dengan sifat dingin dan kejamnya. Dalam cerita asli, sang istri selalu menginginkan cinta suaminya, tetapi dia akhirnya mati karena pengkhianatan. Kini, dengan jiwa modern...