Bab 14: Kunjungan Tamu

68 6 0
                                    

Seorang bangsawan penting dari kerajaan tetangga berkunjung, dan Sebastian serta Elara harus bekerja sama untuk menjaga hubungan diplomatik.

Istana tampak lebih sibuk dari biasanya. Para pelayan berlalu lalang dengan langkah cepat, mengatur meja-meja panjang yang penuh dengan hidangan mewah. Hiasan-hiasan indah dipasang di setiap sudut, menambah kesan megah dan elegan. Hari itu, seorang tamu penting dari kerajaan tetangga akan tiba—Duke Laurent dari Kerajaan Arles, seorang diplomat terkenal yang memiliki pengaruh besar di seluruh benua.

Di tengah hiruk-pikuk persiapan, Elara duduk di ruang tengah, memeriksa catatan yang telah disiapkannya. Meskipun dia terbiasa dengan pertemuan resmi, kunjungan kali ini terasa berbeda. Ada tekanan yang lebih besar, mengingat hubungan antara kedua kerajaan sedang berada dalam situasi yang sensitif.

Sebastian memasuki ruangan dengan tenang, mengenakan jas resmi berwarna gelap yang membuatnya tampak lebih berwibawa dari biasanya. Dia menatap Elara sejenak, matanya memancarkan ketenangan yang hampir tidak pernah terlihat sebelumnya.

“Duke Laurent dikenal sulit untuk dihadapi,” ucap Sebastian, suaranya penuh dengan ketegasan. “Dia tidak segan-segan membatalkan perjanjian jika merasa tersinggung. Kita harus memastikan semuanya berjalan lancar.”

Elara mengangguk, matanya memancarkan tekad. “Aku sudah mempelajari latar belakangnya. Dia menghargai kejujuran dan ketegasan. Aku yakin kita bisa menghadapinya dengan baik.”

Sebastian memandang Elara dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ada rasa khawatir, namun juga kekaguman yang tersembunyi. “Aku percaya padamu, Elara. Kali ini, kita harus bekerja sama.”

Elara berperan penting dalam menyelamatkan situasi yang hampir gagal akibat salah paham.

Ketika Duke Laurent tiba, suasana di ruang perjamuan berubah menjadi tegang. Dia adalah pria berusia paruh baya dengan wajah keras dan mata tajam yang seolah-olah bisa menembus hati siapa pun yang ia pandang. Percakapan awal berlangsung formal, dengan Sebastian menjaga nada bicara yang tegas namun sopan. Namun, saat hidangan utama disajikan, sebuah komentar tidak terduga dari salah satu penasihat Duke Laurent menyebabkan atmosfer berubah.

“Rumor mengatakan bahwa Duchess Elara tidak lebih dari boneka hiasan,” kata sang penasihat dengan senyum yang tampak merendahkan. “Apakah rumor itu benar, Your Grace?”

Sebastian hampir saja merespons dengan kata-kata tajam, namun Elara segera mengambil alih sebelum situasi semakin memanas.

“Jika saya hanyalah boneka hiasan, maka saya adalah boneka yang sangat beruntung,” ucap Elara dengan senyum tenang, nada bicaranya tidak menunjukkan sedikit pun kebencian. “Karena sebagai boneka, saya telah berhasil mempelajari seni diplomasi dari salah satu ahli terbaik, yaitu suami saya.”

Ruangan seketika hening. Duke Laurent menatap Elara dengan tatapan tajam, mencoba mengukur kedalaman kata-katanya. Namun, bukannya marah, dia justru tersenyum kecil, tampak terkesan dengan jawaban cerdas Elara.

“Kau memiliki lidah yang tajam, Duchess,” puji Duke Laurent, menyesap anggurnya. “Mungkin Kerajaan Ezereth lebih beruntung dari yang mereka kira.”

Namun, saat suasana tampak mulai membaik, sebuah kesalahpahaman terjadi ketika pelayan yang gugup tak sengaja menjatuhkan piring, membuat anggur tumpah di atas pakaian Duke Laurent. Semua orang menahan napas, menunggu reaksi sang Duke yang terkenal mudah tersinggung.

Sebastian hendak meminta maaf, namun Elara bergerak lebih cepat. Dengan sikap anggun, dia meraih saputangan dari meja dan mendekati Duke Laurent. “Saya mohon maaf atas ketidaknyamanan ini, Your Grace. Mari kita anggap ini sebagai tanda bahwa Anda sangat dihormati di sini, hingga anggur pun tak sabar untuk menyentuh Anda.”

Tawa kecil terdengar dari mulut Duke Laurent, dan ketegangan di ruangan itu perlahan menghilang. “Kau memiliki cara yang menarik untuk mengatasi situasi, Duchess,” kata Laurent dengan nada penuh penghargaan.

Sebastian mulai menghargai kontribusi Elara lebih dari sebelumnya, meskipun dia masih enggan menunjukkan rasa terima kasihnya secara terbuka.

Ketika perjamuan berakhir, Duke Laurent meninggalkan istana dengan suasana hati yang lebih baik dari ketika ia tiba. Diplomasi antara kedua kerajaan terselamatkan, dan itu sebagian besar berkat kecerdasan dan keberanian Elara.

Setelah tamu terakhir pergi, Sebastian dan Elara berjalan bersama ke ruang kerja Sebastian. Di sana, dalam keheningan yang nyaman, Sebastian akhirnya memecah kesunyian.

“Kau melakukan pekerjaan yang luar biasa hari ini, Elara,” katanya tanpa menatapnya langsung. “Duke Laurent adalah pria yang sulit untuk dihadapi, namun kau berhasil meredam situasi yang hampir berujung pada bencana.”

Elara tersenyum lembut, merasakan rasa puas di dalam hatinya. “Aku hanya melakukan apa yang kuanggap benar. Kita berdua tahu betapa pentingnya menjaga hubungan baik dengan kerajaan tetangga.”

Sebastian tetap diam sejenak, seolah-olah sedang mempertimbangkan sesuatu. Lalu, dengan suara yang lebih lembut, dia berkata, “Aku harus mengakui, aku meragukanmu di awal. Tapi hari ini, kau membuktikan bahwa aku salah.”

Elara menatapnya dengan penuh perhatian. “Aku tidak butuh pengakuan, Sebastian. Aku hanya ingin kita berhasil, sebagai tim.”

Sebastian akhirnya menatapnya, dan di balik tatapan dinginnya, Elara bisa melihat kilasan rasa hormat dan, mungkin, sedikit rasa terima kasih. “Kita memang tim, Elara. Dan aku mulai memahami betapa berharganya dirimu dalam hal ini.”

Meski kata-katanya masih terdengar kaku, Elara bisa merasakan perubahan kecil dalam sikap Sebastian. Itu mungkin bukan pengakuan besar, tetapi itu adalah langkah maju yang berarti bagi mereka berdua. Elara tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi untuk pertama kalinya, dia merasa benar-benar dihargai sebagai partner dalam pernikahan mereka—dan itu adalah awal yang baik.

The Villainess BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang