Bab 16: Ujian Kepercayaan

78 6 0
                                    

Pagi itu, langit di atas istana terlihat mendung, seakan mencerminkan suasana hati Elara yang gelisah. Dia mendengar bisikan-bisikan yang tak diinginkan dari para pelayan dan bangsawan, rumor tentang hubungan gelap yang dikatakan terjadi antara dirinya dan Julian. Elara menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya, tetapi bayangan dari percakapan yang ia miliki dengan Julian beberapa hari lalu terus mengganggu pikirannya.

Elara berjalan di koridor menuju ruang kerja Sebastian, membawa pikiran yang berat dan perasaan yang bercampur aduk. Ketika ia membuka pintu, ia menemukan Sebastian berdiri di dekat jendela, pandangannya tajam menatap ke luar. Keheningan yang biasanya membuat Elara nyaman kini terasa mencekam.

“Sebastian,” panggil Elara lembut, berharap suaminya menoleh dan berbicara dengannya seperti biasa. Namun, Sebastian tetap diam, punggungnya masih menghadap Elara.

“Aku mendengar rumor,” kata Sebastian akhirnya, suaranya rendah dan penuh dengan emosi yang terkendali. “Tentang kau dan Julian.”

Elara merasa dadanya tertusuk, namun ia menahan diri. “Itu tidak benar, Sebastian. Julian hanya seorang teman, tidak lebih.”

Sebastian berbalik, dan untuk pertama kalinya, Elara melihat keraguan yang dalam di mata suaminya. “Tapi kau menghabiskan banyak waktu dengannya, lebih dari waktu yang kau habiskan denganku. Bagaimana aku bisa percaya bahwa tidak ada sesuatu di antara kalian?”

“Aku selalu setia padamu,” tegas Elara, suaranya mulai bergetar karena emosi yang ia tahan. “Apa kau benar-benar berpikir aku akan mengkhianatimu?”

***

Sebastian tidak segera menjawab, dan dalam keheningan yang mencekam itu, Elara merasakan luka yang dalam di hatinya. Ia tahu bahwa Sebastian memiliki masalah dengan kepercayaan, terutama setelah pengkhianatan yang dialaminya di masa lalu. Namun, mengetahui hal itu tidak membuat situasi ini lebih mudah.

“Kepercayaan bukan hal yang mudah untukku, Elara,” kata Sebastian akhirnya, suaranya lebih lembut namun tetap dipenuhi dengan ketidakpastian. “Aku ingin percaya padamu, tapi bayangan masa lalu terus menghantui pikiranku.”

Elara menggeleng pelan, menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. “Sebastian, aku mengerti bahwa kau terluka di masa lalu, tapi aku berbeda. Aku di sini untukmu, dan aku tidak akan pernah mengkhianatimu. Tapi, aku tidak bisa terus hidup di bawah bayang-bayang keraguanmu. Kita tidak akan pernah bisa maju jika kau tidak bisa mempercayaiku.”

Sebastian menatap Elara dengan pandangan yang penuh konflik. Ia tahu bahwa Elara benar, namun ketakutan dan rasa sakit dari masa lalunya membuatnya sulit untuk melepaskan keraguannya.

“Apa yang harus kulakukan untuk membuktikan bahwa aku bisa dipercaya?” tanya Sebastian, suaranya terdengar putus asa.

“Ini bukan tentang apa yang harus kau lakukan, tapi tentang apa yang kita berdua harus lakukan bersama,” jawab Elara dengan tegas. “Kita harus belajar untuk saling percaya, atau kita akan kehilangan satu sama lain.”

***

Malam itu, setelah percakapan yang berat dengan Sebastian, Elara duduk sendirian di kamarnya, merenungi apa yang baru saja terjadi. Dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk membuktikan kesetiaannya, tapi bagaimana?

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di pikirannya. Ide yang berisiko, tapi dia yakin itu bisa menunjukkan kepada Sebastian betapa seriusnya dia. Tanpa ragu, Elara mengambil pena dan kertas, menulis sebuah surat singkat kepada Julian, memintanya untuk bertemu di tempat yang tersembunyi di dalam istana.

Keesokan harinya, Elara menemui Julian di taman rahasia di belakang istana. Julian terlihat bingung saat melihat Elara datang dengan ekspresi serius. “Ada apa, Elara? Kau terlihat sangat tegang.”

“Julian, aku membutuhkan bantuanmu,” kata Elara dengan suara yang tegas. “Aku ingin kau datang ke ruang kerja Sebastian nanti malam. Kita akan menghadapi rumor ini bersama-sama.”

Julian terdiam sejenak, memahami maksud Elara. “Kau yakin ini langkah yang tepat?”

Elara mengangguk. “Aku harus menunjukkan pada Sebastian bahwa aku tidak menyembunyikan apa pun darinya. Aku percaya ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan hubungan kami.”

Malam itu, sesuai dengan rencana Elara, Julian datang ke ruang kerja Sebastian. Sebastian terlihat terkejut saat melihat Julian di sana, namun Elara segera mengambil alih percakapan.

“Aku mengundang Julian ke sini karena aku ingin kau mendengar langsung darinya,” kata Elara, suaranya tegas namun lembut. “Tidak ada yang terjadi antara kami. Julian adalah teman yang setia, dan itu saja.”

Julian mengangguk setuju. “Aku mendukung Elara, tapi aku tidak pernah berpikir untuk mengkhianati hubungan kalian. Aku harap kau bisa percaya pada Elara, Sebastian. Dia sangat mencintaimu.”

Sebastian menatap keduanya dengan tatapan yang sulit diartikan. Setelah beberapa saat, ia menghela napas panjang dan berkata, “Aku percaya padamu, Elara. Dan aku minta maaf karena meragukanmu.”

Elara merasakan beban besar terangkat dari pundaknya. Dengan penuh rasa syukur, ia tersenyum dan berjalan mendekati Sebastian. “Aku juga minta maaf jika ada yang membuatmu merasa tidak nyaman. Tapi kita bisa melewati ini bersama, selama kita saling percaya.”

Sebastian menatap Elara dengan lembut, lalu meraih tangannya. “Aku akan mencoba. Karena kau adalah orang yang paling berarti dalam hidupku sekarang.”

Malam itu, meskipun masalah belum sepenuhnya terselesaikan, Elara dan Sebastian mengambil langkah pertama menuju pemulihan hubungan mereka. Kepercayaan memang tidak mudah dibangun, tapi dengan cinta dan keberanian, mereka tahu bahwa mereka bisa mengatasi cobaan apa pun yang datang.

The Villainess BrideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang