Anemones (22)

739 129 9
                                    


Sudah dua hari berlalu namun Naka belum melihat wajah kakak keduanya itu. Dirinya pernah bertanya kepada bunda dan ayahnya tetapi mereka menjawab jika kakak keduanya itu sedang sibuk, dan katanya kedua orang tuanya pun hanya menghubungi kakak keduanya melalui aplikasi chat atau hanya video call saja.

Seperti malam ini diruang rawat Naka hanya ada dirinya dan juga Haran. Sepulang dari kampus tadi sore, Haran meminta kedua orang tuanya untuk pulang dan juga adik serta kakaknya untuk istirahat karena kebetulan besok Haran tidak memiliki kelas jadinya dirinya memutuskan untuk menemani Naka selama malam ini hingga besok.

Dan sejak kedatangan Haran tidak ada perubahan sama sekali, Haran hanya duduk di samping ranjang dimana Naka berada. beberapa jam yang lalu sebelum kedua orang tuanya berpamitan pulang anak itu sempat merasa tidak nyaman dengan pernafasannya dan dokter meminta Naka untuk menggunakan masker oksigen yang menghalangi hidung serta mulutnya. Dan sejak itu pula Naka memejamkan kedua matanya, mungkin karena terlalu kelelahan untuk melawan rasa sakitnya beberapa waktu yang lalu.

Sedari tadi Haran terus melihat pergelangan tangannya yang terdapat sebuah gelang buatan adiknya yang beberapa hari lalu diberikan kepadanya. Saat dirinya menerima pemberian dari NAka beberapa hari yang lalu dirinya merasa sangat bahagia selain itu terdapat rasa khawatir yang menyelimuti hatinya, dirinya takut jika hadiah ini adalah hadiah terakhir yang diberikan untuknya dari adiknya itu.

Pukul sepuluh malam Haran masih belum memejamkan kedua matanya, beberapa waktu yang lalu dirinya baru saja selesai mengerjakan salah satu tugasnya dengan tenang sambil sesekali kedua matanya melirik ke arah ranjang dimana adiknya berada. Kedua kaki Haran melangkah untuk kembali mendekat ke arah ranjang adiknya itu, dilihatnya wajah tenang adiknya itu dan kedua matanya beralih menatap ke arah dada adiknya yang masih bergerak dengan lambat, Haran sendiri tahu jika adiknya ini masih cukup sulit untuk bernafas karena dirinya mendengar apa yang dikatakan dokter kepada kedua orang tuanya tentang keadaan adiknya.

Salah satu tangan Haran mengusap dada adiknya dengan perlahan. "Na, jangan nyerah ya? gue enggak mau lo pergi ninggalin gue sendiri disini. kalo lo pergi nanti enggak ada yang ngajak gue main lagi, enggak ada lagi yang ngajak gue cosplay yang aneh-aneh lagi, enggak ada yang suka titip mochi deket kampus lagi. kuat ya? jangan tinggalin gue, nanti kalo lo sembuh gue janji akan bawa lo kemana pun lo mau. nanti kita pergi ke dufan, kita ke seaworld lihat paus sama ikan pari disana. Gue pengen lo sehat, gue pengen lo bisa lari-lari sama gue, gue masih pengen lihat lo bisa main basket lawan Leon sama ayah. lo sembuh ya? jangan nyerah."

Haran terdiam sebentar untuk mengatur nafasnya yang ikut berantakan karena menahan rasa sakit dan juga sedih. "Gue enggak bisa ngelakuin apapun untuk lo, maaf gue cuma bisa liatin lo kesakitan.  gue juga pengen bantu lo untuk sembuh, tapi gue enggak bisa."

Salah satu tangan Haran menggenggam tangan Naka dengan pelan dan mengusapnya. "Lo sembuh ya? kita disini nunggu lo kita sembuh bareng-bareng ya. gue sayang sama lo."

Haran menundukkan kepalanya menahan isakannya.

"Gue juga sayang sama lo Har.." 

Haran mengangkat kepalanya dan menatap Naka yang tengah menatapnya juga, suara lirih dan juga parau serta lemah itu membuah perhatian Haran teralihkan. "Na..."

Naka tersenyum, seharusnya dirinya sudah terbiasa melihat sisi lemah Haran yang selalu menangis jika dihadapannya namun jika dihadapan anggota keluarga yang lain Haran selalu berpura-pura kuat. Naka tahu itu, Haran akan menangis jika sudah bersangkutan dengan dirinya dan Naka merasa bersalah untuk itu.

"Maaf Har.."

Haran menggelengkan kepalanya. "Kenapa? lo enggak salah, gue yang seharusnya minta maaf karena enggak bisa bantu lo."

Naka terdiam, banyak yang ingin ia bicarakan dengan Haran tetapi sepertinya kondisi tubuhnya tidak mendukung dirinya untuk berbicara dengan Haran malam ini, karena dadanya terasa sangat berat belum lagi kepalanya yang terasa sakit. 

Haran yang melihat Naka yang sesekali memejamkan kedua matanya untuk menahan rasa sakitnya hanya bisa mengusap pelan kening adiknya itu. "Sakit ya?"

Bahkan pertanyaan Haran tidak mendapatkan jawaban apapun dari Naka, karena adiknya itu terlihat tengah kesakitan. tanpa menunggu waktu yang lama Haran menekan tombol yang berada tidak jauh dari ranjang adiknya. Beberapa menit kemudian seorang dokter dan juga beberapa perawat datang ke ruangan adiknya dan mulai memeriksa keadaan adiknya.

Haran yang diminta untuk sedikit menjauh dari posisi Naka sekarang itu menurut dan hanya terus memperhatikan bagaimana tubuh rapuh dan kurus adiknya yang tengah diperiksa oleh dokter yang menangani adiknya itu. Dalam hatinya Haran terus berdoa agar adiknya diberikan kekuatan untuk sembuh, setetes air mata turun dari kedua mata Haran. Bahkan dari jarak yang tidak terlalu jauh ini Haran dapat melihat adiknya itu tengah menangis.

"Jangan nangis Na, lo kuat. gue juga disini berusaha buat enggak nangis." Haran mengusap air matanya dengan kasar.

Tanpa Haran ketahui salah satu perawat menghubungi Agung agar datang kerumah sakit dan memberi tahukan keadaan Naka. dan tidak membutuhkan waktu lama, kini Agung sudah datang bersama dengan Yuna dan juga Mahada.

Mahada menarik Haran untuk keluar dari ruang rawat Naka. tubuh bergetar Haran itu ia peluk dengan erat mengusap punggung bergetar itu dan juga membisikkan kata-kata penenang, mengingat jika adiknya yang satu ini selalu saja rapuh jika sudah bersangkutan dengan Naka.

"Bang.."

Mahada mengangguk dan terus mengusap punggung bergetar adiknya. "Naka baik-baik aja, jangan khawatir. dia sembuh, kita berdoa ya?"

"Bang..hiks..hiks..Naka kesakitan disana.."

Mahada menganggukkan kepalanya. "Iya abang tahu, kita berdoa ya? jangan nangis. lo harus kuat, kita harus kuat buat Naka ya?"

Selama tiga puluh menit dokter yang menangani Naka keluar dari ruang rawat Naka dan menjelaskan keadaan Naka kepada kedua orang tuanya, Mahada ikut mendengar tentang keadaan Naka, tetapi Haran, anak itu sudah tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh dokter tentang keadaan adiknya itu.

Yuna terduduk di kursi ruang tunggu itu dengan lemas ketika diberitahu jika keadaan Naka saat ini sangat lemah, sistem pernafasannya mengalami gangguan, belum lagi karena jantung Naka yang sudah melemah. Sedangkan Agung, lelaki itu mengikuti kemana dokter mengajaknya untuk menjelaskan lebih lanjut keadaan Naka. Agung meminta Yuna untuk tidak ikut terlebih dahulu, dan menitipkan Yuna kepada Mahada yang masih terus mengusap punggung adiknya.

Mahada mengeluarkan ponselnya dan mencari nama adiknya yang lain, setelah mendapatkannya Mahada langsung menghubungi adiknya untuk datang membantunya disini.

Sementara Agung kini lelaki itu tengah duduk di hadapan Alan-dokter pribadi keluarga Agung-.

"Lan, bagaimana dengan operasi?"

Alan menghela nafasnya berat. "Gung, kita enggak bisa melakukan itu semua. tubuh Naka sudah menolak semuanya, anak itu lelah Gung, capek dia. kita coba ikhlaskan Naka ya? bantu dia untuk pulang ya? jangan ditahan lagi, bukannya saya tidak mau membantu Naka untuk sembuh, tetapi Naka sendiri sudah menyerah."

Agung menundukkan kepalanya. "Apa enggak ada kesempatan untuk anak saya? Masih banyak keinginan anak saya itu. tolong saya.."

Alan bangkit dari duduknya dan berniat untuk duduk disamping Agung memeluk tubuh bergetar itu. "Gung, kita bukan Tuhan. kita hanya dapat membantu Naka semampu kami, dan kami hanya mampu membantu Naka sampai saat ini. Naka anak yang kuat Gung, dia kuat melawan sakitnya sejak lama, tapi manusia pun punya rasa lelah bukan? Naka sudah lelah Gung. jadi cukup ya? ikhlaskan Naka sampai sini. kasihan dia.."








04 September 2024

Anemones ; NCT DREAM [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang