Menurut Naka, kakak pertamanya yaitu Mahada adalah sosok kakak yang selalu ada untuk semua adiknya. bahkan selama dirinya hidup bersama dengan Mahada, Naka belum pernah melihat kakaknya itu marah. Namun Naka sendiri berpikir tidak mungkin kakaknya itu tidak pernah marah, pasti kakak pertamanya itu pernah marah namun kakak pertamanya itu sangatlah ahli jika untuk menyembunyikan kemarahan dan juga kesedihannya dan Mahada sendiri selalu menunjukkan jika dirinya adalah kakak yang paling bahagia di dunia ini, wajahnya yang tegas namun dapat membuat siapapun merasa tenang dan juga senang jika sudah 'curhat' dengannya.
Naka sangat ingat saat dahulu dirinya yang mungkin baru berumur empat tahun terjatuh di halaman belakang rumah karena asik untuk mengejar kupu-kupu meski sudah dilarang oleh kakak pertamanya itu, tapi siapa yang akan mendengar ketika anak umur empat tahun itu tengah asik mengejar sesuatu yang sangat ia sukai dan Naka sendiri ingat bagaimana ekspresi kakaknya itu ketika melarangnya untuk tidak berlari dan memintanya untuk menunggu di pinggir halaman rumah, namun saat itu Naka tidak mau menuruti permintaan kakaknya, dirinya sangat menginginkan berlari di halaman belakang rumahnya yang luas untuk menangkap kupu-kupu tanpa memperdulikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Tubuh kecil itu terjatuh dengan nafas yang sangat terengah dan hal itu membuat Mahada khawatir dan sebelum Naka menutup kedua matanya dirinya dapat melihat kedua mata kakaknya itu berkaca-kaca.
Lalu selain itu Naka juga ingat bagaimana kakak pertamanya itu selalu menjadi yang paling pertama untuk mengucapkan sesuatu jika dirinya telah berhasil meraih sesuatu yang cukup membanggakan. Saat Naka berhasil mendapatkan juara kedua lomba mewarnai saat itu Mahada lah yang paling pertama menghampirinya ketika dirinya masih menangis karena kecewa tidak mendapatkan peringkat pertama, namun saat itu Mahada dengan suaranya yang lembut berkata.
"Naka sudah hebat, adik abang sudah menjadi orang yang sangat hebat. juara dua itu sudah hebat loh, sudah mendapatkan piala dan juga piagam. abang bangga sekali sama kamu, nanti kita mewarnai lagi ya? biar nanti adiknya abang juara satu. bunda dan ayah juga pasti bangga karena Naka sudah berusaha dan menjadi juara. meski diperlombaan ini kamu juara dua, tapi kamu dihati abang pemenangnya dibandingkan sama yang lainnya. tapi kamu jangan bilang-bilang yang lainnya ya? ini rahasia kita berdua."
Jika Naka mengingat itu lagi, pasti dirinya akan terkekeh geli membayangkan anak umur enam tahun itu berkata manis seperti itu. saat itu Naka cukup terobati dengan perkataan manis yang keluar dari mulut kakaknya, dirinya tidak menangis lagi. bahkan ketika di rumah Haran mengejeknya karena mendapatkan juara dua, Naka tidak tersinggung sama sekali. anak itu malah mendiamkan Haran dan berjalan mendekat ke arah Mahada yang saat itu tengah membereskan mainan mereka.
Waktu terus berjalan hingga tidak terasa Naka dan Mahada sudah beranjak remaja, saat dirinya duduk dibangku sekoklah mengengah pertama dan kakaknya di sekolah menengah atas. waktu yang mereka miliki unutk bermain berdua tidak lagi banyak, bahkan Naka dan Mahada hanya bertemu ketika sarapan dan juga makan malam. ternyata selama itu Mahada sibuk dengan berbagai kegiatan disekolahnya, tidak seperti Naka yang memang cukup dibatasi dengan kegiatannya. Tapi Naka mengerti. Saat itu Mahada mengatakan kepadanya jika Naka menginginkan sesuatu katakan saja kepadanya, tapi saat itu Naka hanya mengangguk. dan semakin beranjak dewasa waktu yang mereka berdua miliki cukup sedikit, apalagi kini Mahada sudah memiliki kekasih yang sangat cantik. tetapi hal itu tidak membuat Naka merasa cemburu, dirinya merasa bersyukur jika saat ini kakaknya tidaklah sendirian, masih ada seseorang yang akan menemani kakaknya nanti saat kakaknya itu merasa sedih dan juga terpuruk, namun selain itu Naka berharap kakaknya tidak pernah merasakan sedih, dirinya berharap kakaknya itu diberikan kebahagiaan yang sangat banyak.
Sehari setelah dirinya menyelesaikan hadiah untuk anggota keluarganya, Mahada lah yang selanjutnya datang menemani Naka di rumah sakit. saat itu Mahada masih sibuk dengan kerajaannya, sepertinya sang ayah memberikan kerjaan yang begitu banyak untuk kakak pertamanya itu. Naka sendiri tidak berani untuk mengganggu kakaknya yang tengah sibuk, bahkan Naka yang terus memperhatikan kakak pertamanya itu hanya terkekeh ketika melihat kerutan pada kening kakaknya itu.
Mahada yang mendengar adiknya terkekeh menolehkan kepalanya dan ikut tersenyum ketika melihat bibir tipis dan juga pucat milik adiknya itu melengkung ke atas.
"Enggak tidur?"
Naka menggelengkan kepalanya. "Enggak bisa tidur."
Mahada menaruh laptop yang pada awalnya ada pada pangkuannya untuk ia simpan di atas meja, lalu kaki jenjang milik Mahada melangkah untuk mendekat ke arah Naka, mendudukkan dirinya disamping Naka, mengusap kepala adiknya dengan penuh rasa sayang.
"Kenapa? ada yang ganggu pikiran kamu?"
Naka menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku cuma kangen sama abang. soalnya abang susah banget buat ketemu sama aku, pasti aja selalu sibuk."
Mahada terkekeh. "Maaf ya. abang selalu kesini kok setiap hari, cuma setiap kesini kamu selalu lagi istirahat dan abang enggak berani buat bangunin kamu."
"Padahal kan gak apa-apa, bangunin aku aja. aku kangen abang tahu. sini abang tidur disamping aku." Naka menggeserkan tubuhnya untuk memberi ruang kepada kakaknya itu untuk berbaring disampingnya.
Mahada membaringkan tubuhnya dan salah satu tangannya ia biarkan untuk digenggam oleh adiknya. "Abang kan enggak mau liat kamu sakit, jadi abang biarin kamu istirahat. tubuh kamu juga kan perlu diistirahatin."
"Bukan tubuh aku aja ya, tubuh abang juga. abang jangan kerja terus, kasihan kak Yerima enggak ada yang nemenin. abang jangan terlalu fokus sama kerjaan abang sampai ngelupain kak Yerima, jahat banget. awas aja kalo abang sakitin kak Yerima, aku yang bakal jadi paling depan buat marahin abang."
Mahada terkekeh kecil mendengar gerutuan adiknya. "Iya abang enggak akan sakitin kak Yerima, kamu semenjak ada kak Yerima sekarang lebih sayang sama pacar abang ya daripada abangnya sendiri?"
"Enggak tuh kata siapa? aku masih sayang sama abang. oh iya, abang bisa ambilin kotak yang ada di laci nakas?"
Mahada sedikit mengubah posisinya untuk mengambil apa yang diminta oleh adiknya. setelah mendapatkan apa yang adiknya inginkan, Mahada berbaring lagi kini perhatiannya ia fokuskan kepada adiknya.
"Ini untuk abang."
Naka memberikan sebuah gelang manik-manik berwarna merah dan di gelang tersebut itu terdapat inisial namanya 'M'.
"Abang suka?"
Mahada mengangguk. "Bagus banget ini, padahal kan abang enggak ulang tahun. kenapa kamu kasih abang hadiah?"
"Ucapan terima kasih."
Mahada menatap adiknya dengan pandangan bertanya.
"Aku enggak bisa bayar semua kebaikan abang dari dulu. abang selalu jadi abang yang paling aku hormati, bukan berarti aku enggak sayang sama yang lainnya, tapi abang itu beda. abang itu dari dulu pasti selalu prioritasin aku lebih dari apapun sampai sekarang. abang makasih ya, udah sayang sama aku. aku enggak bisa bayar kebaikan abang sama apapun, karena aku tahu rasa kasih sayang abang enggak bisa aku bayar sama sekali."
Kedua mata Mahada sedikit berkaca-kaca mendengar perkataan adiknya. "Abang juga bersyukur banget bisa punya adik kayak kamu, kamu adalah adik abang yang paling sayang. abang selalu sayang kamu, dimanapun dan kapanpun. Naka adik abang.."
Malam itu keduanya berpelukan untuk menghangatkan tubuh keduanya dari udara yang dingin pada malam itu.
07 September 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Anemones ; NCT DREAM [✔️]
FanfictionRumah itu tempat kita pulang bukan? Start : 13 April 2024 End : 15 September 2024