12 - Gagal Fokus

5K 385 8
                                    

Padmana tidak paham dengan dirinya yang bersikap bak remaja puber. Ia hanya tidur selama tiga jam semalam karena terus-menerus memikirkan Sophie yang tidak sengaja menyentuh dada telanjangnya.

Bukan berarti Padmana menginginkan wanita itu, tapi kehadiran Sophie selama seminggu terakhir di hidupnya, memang mengganggu akal sehatnya; mulai dari pakaian menerawang, kemeja yang tidak dikancing sehingga menunjukan kemolekan tubuhnya, sampai si kembar yang apa-apa harus ada Chef Sophie.

Tentu saja Padmana belum bisa bernapas lega, pukul enam pagi, wanita itu sudah berada lagi di rumahnya untuk memasak. Beruntung, ia sudah terlebih dahulu membuat Americano dan memanggang sandwich sebelum dia datang. Jadi, Padmana hanya perlu mengambil tanpa harus menyapa juru masak sialan itu.

Bukannya lega, Padmana malah kembali overthinking, kok dia nggak nyapa gue? Nggak sopan banget sih! Kan gue yang punya rumah. Nengok aja enggak! Cih!

Sambil menghembuskan napas kencang, Padmana membanting tubuhnya untuk duduk di kursi pinggir kolam renang. Ia menengadahkan kepala, berharap, tenangnya air bisa mendamaikan hati dan fungsi otak yang sudah terlampau runyam.

 Ia menengadahkan kepala, berharap, tenangnya air bisa mendamaikan hati dan fungsi otak yang sudah terlampau runyam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Anggia meninggal empat tahun silam karena preeklamsia; resiko yang kerap muncul pada kehamilan bayi kembar. Tidak tiba-tiba, mereka sudah mempersiapkan yang terburuk sejak trimester awal. Dokter sudah banyak mengedukasi dan memberikan diet ketat pada Anggia agar tekanan darahnya tetap normal.

Namun, manusia hanya bisa berusaha, hasil akhir tetap di tangan Sang Maha Kuasa. Setelah proses persalinan yang panjang diakibatkan adanya komplikasi, Dokter hanya mampu menyelamatkan anak-anak.

Hari kelahiran ketiga anak kembarnya, menjadi hari di mana ia kehilangan sang istri. Rasanya seperti mimpi. Padmana hanya duduk membisu menatap wajah-wajah penuh kesedihan. Ruhnya seakan ditarik paksa keluar, menyisakan tubuh lunglai tidak berdaya.

Otaknya lumpuh. Tidak mampu menerima informasi yang dikatakan dokter dan keluarga dekat.

Bahkan, berbulan-bulan kemudian ia....

"Maaf, Pak.." Bu Rini menggeser pintu di belakang mengejutkan Padmana yang sedang berkaca-kaca lantaran kembali mengingat mendiang istrinya.

Ia segera memalingkan wajah, menutupi air mata yang nyaris terjatuh. "Oh, ya, Bu?"

"Ada Pak Tsumardji." Ujarnya. "Beliau mengajak sarapan bersama."

Ya Tuhan. Batinnya. "Oke." Balasnya lemah.

"Saya ke dalam lagi kalau begitu."

***

"Loh Eyang ada apa ke sini?" Padmana menarik kursi yang berada di tengah meja makan.

Tsumardji mengambil posisi di samping kanan dengan sepiring roti panggang dan segelas jus tomat seledri. "Nggak ada apa-apa. Mau mengawal kamu aja, supaya langsung ke hotel bukan ke SKI."

Hanya SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang