34 - Mengenal Menantu

4.3K 474 14
                                    

Wiwin memang tidak pernah berkomentar banyak tentang calon istri para anak laki-lakinya. Ia percaya bahwa mereka sudah dewasa dan tahu tujuan dari sebuah pernikahan.

Sang suami pun sama. Meskipun Tahir adalah seorang Reksoediwirjo, namun pribadinya sangat sederhana dan tidak menuntut. Dia hanya menekankan kalau calon menantunya tidak boleh memiliki skandal di masa lalu.

Kecuali Tsumardji. Selama sang mertua masih bernyawa, beliau akan ikut terlibat dalam pengambilan keputusan. Beliau memiliki caranya sendiri dan tidak boleh ada yang mengintervensi.

Oleh karena itu, Wiwin sudah diperintahkan oleh Tsumardji untuk melakukan pendekatan dengan Sophie. Hal itu memang sudah ia lakukan sejak Sadana dan Padmana akan menikah dulu.

Tsumardji akan menyuruh Wiwin untuk jalan-jalan cantik bersama calon menantu perempuannya selama seharian; mulai dari massage, ke salon, toko perhiasan sampai mengunjungi butik Desi Waluyo untuk berkonsultasi masalah baju pernikahan.

Hal tersebut Tsumardji lakukan demi mengetahui bagaimana mereka me-manage keuangan. Apakah tipe yang akan splurge on beauty treatment, clothes and unnecessary stuffs? Atau lebih bijaksana dalam mengelola uang bulanan yang diberikan para cucunya?

"Kamu sering Sophie ke salon begini?" Tanya Wiwin ketika mereka sedang melakukan manicure dan pedicure di Senopati.

"Sebulan sekali, tante. Itu pun kalau ingat."

Sejak kembali dari Jepang, Sophie memang semakin dekat dengan keluarga Padmana. Ia rasa hal tersebut cukup bagus, karena ketika di Jepang minggu lalu, Padmana tidak terlalu mencoba untuk mengakrabkan diri.

Kekhawatiran sempat terbit di benaknya, apakah Padmana menginginkan pernikahan tersebut? Apakah laki-laki itu sudah siap untuk melepas masa lalunya?

Kalaupun belum siap, lebih baik Padmana segera mengutarakan hal tersebut dengan segera pada Sophie, sebelum hari pernikahan mereka tiba.

Yang membuat liburan mereka lumayan bisa dinikmati karena kehadiran Nareswara dan juga anak-anak. Celotehan pakde dan keponakan tersebut lumayan menghibur kecemasan tidak penting di hati Sophie.

"Dulu tante juga dijodohin sama papa, Soph." Wiwin memulai. "Bukan karena tante anak konglomerat ya. Justru keluarga kakek dan orang tua tante banyak yang bekerja untuk keluarga Reksoediwirjo di Solo dan Jogja. Singkatnya, Om Tahir tuh mirip-mirip lah kayak Paddy, super duper pendiam, kurang pergaulan, akhirnya dijodohin sama tante yang waktu itu baru selesai dibiayai kuliah sama Eyang Tsumardji."

Hah? Jujur, Sophie terkejut.

"Tante tau, kamu dari keluarga terpandang, beda lah sama keluarga tante. Jadi, tante yakin kamu bisa beradaptasi dengan cepat, apalagi eyang udah suka." Wiwin melemparkan senyum menenangkannya. "Dan ya, nikah juga butuh kasih sayang. Nggak usah khawatir, rasa sayang itu lama-lama akan muncul karena kalian serumah, tidur seranjang juga dan ngurus si kembar sama-sama."

"Iya, tante. Memang butuh waktu." Sophie membenarkan ucapan calon mertuanya tersebut.

"Tante minta tolong, kamu banyak sabarnya ya di awal pernikahan. Paddy memang nggak banyak bicara, tante yakin juga dia belum menyatakan perasaannya ke kamu. Secara, perempuan kan butuh kepastian. Tapi, tante yakin Paddy udah suka sama kamu, Soph."

Hanya SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang