09 - Tahta, Kuasa, Padmana

5.3K 447 7
                                    

Kalau Sophie pikir rumah Padmana adalah lambang kemewahan seorang anak konglomerat, maka ia salah. Kediaman Tsumardji Reksoediwirjo layak disebut istana; halaman yang luas, rumput hijau yang terawat, juga segala jenis pepohonan dan bunga yang menaungi bangunan tiga lantai tersebut.

Dari segi desain dan arsitektur, memang memiliki kemiripan dengan rumah Padmana, keduanya sama-sama mengingatkan Sophie dengan gedung-gedung di Perancis, yang beratap abu-abu tua, juga tembok yang berwarna light beige.

Dari segi desain dan arsitektur, memang memiliki kemiripan dengan rumah Padmana, keduanya sama-sama mengingatkan Sophie dengan gedung-gedung di Perancis, yang beratap abu-abu tua, juga tembok yang berwarna light beige

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Mathéo, ayah Sophie, pernah bercerita bahwa atap jenis tersebut cenderung bisa bertahan puluhan bahkan ratusan tahun. Makanya, orang Perancis jarang melakukan renovasi, karena mereka sudah mengutamakan material berkualitas tinggi sejak mendirikan suatu bangunan.

"Dengan Chef Sophie, benar?" Tanya seorang perempuan muda berseragam serba hitam.

Sophie mengangguk. Ia sudah berada di depan pintu utama rumah Tsumardji Reksoediwirjo dan disambut oleh asisten rumah tangga.

"Saya Fassa. Silakan memakai sendal rumah." Perempuan itu menunjuk sendal velvet berwarna hitam dengan bordiran R berwarna emas.

Eksklusif, pikir Sophie.

"Mari saya antar menuju lift." Fassa kembali berujar, lalu berjalan terlebih dahulu.

Padmana tidak memberikan alasan mengapa menelpon Sophie dan mengundangnya ke rumah Tsumardji. Padahal, ia paling tidak suka jika pergi tanpa persiapan. Ruri saja sudah mengomel ketika Sophie berpamitan, gue heran, kenapa lo mau kerja jadi private chef? Keamanan lo sebagai perempuan nggak terjamin tau! Kayak sekarang, asal banget bos lo nyuruh pergi ke rumah eyangnya. Kalau dia kakek-kakek mesum gimana?

"Ini ruang kerja Pak Tsumardji." Fassa memegang kenop pintu dan membukanya.

Bisa Sophie lihat, beberapa wajah yang tidak dikenalnya sudah duduk melingkari meja berwarna hitam. Tumpukan kertas, laptop yang terbuka juga layar lebar di sebelah kanan ruangan yang menampilkan powerpoint, menunjukan kalau mereka sedang mengadakan meeting.

"Selamat sore." Sophie menyapa singkat.

"Silakan duduk, Chef Sophie." Padmana menunjuk kursi yang berada tepat di depan pria itu.

Tanpa banyak protes, Sophie menurut. Matanya tidak lepas dari memandangi Padmana dan Tsumardji bergantian. "Ada keperluan apa?" Sophie akhirnya bertanya.

"Kita sudah bertemu tadi ya." Ujar Tsumardji ramah. "Kami sedang mendiskusikan masalah di Elite Hotel, salah satu lini bisnis keluarga Reksoediwirjo."

Begitulah kalimat pembukanya. Kemudian, Tsumardji dan Padmana secara bergantian menjelaskan keadaan yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan bisnis perhotelan mereka. Serta, menunjukan data kuantitatif dan kualitatif sebagai bukti-bukti.

Kepala Sophie mendadak berat. Ia sudah lama tidak melihat angka dan juga spreadsheet yang sungguh rumit. Makanya, ketika sekolah dulu, ia mengambil jurusan IPS dan mantap untuk menjadi seorang chef. Walaupun culinary school juga tidak mudah, namun ia masih menyanggupinya. Tidak seperti sekarang, penjabaran Padmana terasa asing.

Hanya SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang