28 - Tidur Bareng

5.3K 358 8
                                    

"Iya, Rur gue masih di Lembang. Besok kali kita bisa Pilates bareng." Sophie mengaplikasikan serum ke seluruh wajah sambil video call dengan Ruri.

"Emang belum berjodoh aja ya." Ruri terkekeh. "Temen kantor gue lihat foto elo di feed IG gue, eh minta dikenalin."

Sophie sesekali melirik layar handphone. "Oh, kalau itu sih kapan-kapan aja deh."

"Soph, please. Gue nggak mau denger itu." Ruri berubah kesal. "Umur lo tahun ini tiga puluh, resiko melahirkan juga ada banget di usia segitu. Mau sampai kapan jomblo terus, Soph? Gue ngomong begini karena peduli ya."

"Iya, iya, ampuuuun." Sophie pura-pura memelas. "Nanti gue balik Jakarta lo bawain deh tuh semua stock cowok."

"Buseettt siapa tuhhhh?" Ruri terkejut, kemudian menutup matanya dengan tangan. "Orang beneran apa tuyul?"

Sophie terbahak karena yang muncul di balik punggungnya adalah Aditya. "Orang woy! Anaknya bos gue ini. Masa tuyul."

Ruri membetulkan posisi duduknya seraya mengelus dada.  "Huuuh! Gue udah jantungan nih. Gue pikir hantu bocil kayak di film horor gituuuu. Mana lo ada di villa kan."

Sophie memangku Aditya. "Chef udah selesai video call? Video call sama papa kapan?"

"Buseettt!" Ruri kelepasan. Dia segera menutup mulut dan memberikan isyarat dengan kedua matanya pada Sophie menuntut penjelasan.

"Gue matiin dulu ya, Rur. Nanti gue ceritain. Bye."

Klik!

"Loh, Adit belum tidur?" Sophie menoleh pada Aditya yang menggemaskan dengan piyama Teddy Bear berwarna coklat.

"Nunggu, Chef." Aditya mendongak dan tersenyum ceria. "Chef, kita video call papa yuk, kasian papa bobo sendiri." Aditya mengangkat handphone-nya di depan wajah Sophie.

"Adit dikasih handphone sama papa?"

Aditya mengangguk. Sejurus kemudian bocah itu menarik Sophie menuju kasur dan bersandar di headboard. Jemari mungil Aditya sibuk scrolling, mengetik dan menekan tulisan call.

"Papaaa!" Aditya menggerakan ponsel tersebut ke arah Sophie. "Ada Chef."

Sophie memundurkan layarnya dan melihat Padmana yang memakai kemeja. Padahal, seingatnya, pria itu mengenakan sweater ketika makan malam tadi. "Malam, Pak."

"Malam, Chef." Balas Padmana datar. "Papa ada meeting, Dit."

"Okeee. Cuma mau pamer ke papa aja." Aditya tersenyum penuh arti.

"Ya udah, Adit yang matiin duluan. Kan Adit yang telpon papa."

"Hehehe, oke. Bye."

"Bye."

Klik!

Sophie melongo. "Udah gitu aja, Dit?"

"Iya, papa sibuk."

Sophie melihat jam, dan waktu menunjukan pukul sembilan malam. "Meeting malam-malam begini? Adit nggak apa-apa?"

"Makanya Adit mau punya mama."

Sophie mendekap Aditya erat. Ia ciumi puncak kepala bocah mungil yang berada dipelukannya tersebut. "Kenapa mau punya mama?"

"Adit nggak pernah punya mama, Chef. Walaupun kata Papa, Adit punya. Tapi kan Adit nggak pernah lihat." Jawabnya polos

Jadi, ibu mereka meninggal waktu mereka masih bayi? Sophie hanya menebak saja, ia tidak berani bertanya karena bukan ranahnya.

"Ya sudah, sekarang kita tidur, yuk. Besok kan mau balik ke Jakarta." Sophie mematikan lampu utama dan juga televisi, kemudian menarik selimut.

Hanya SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang