9

37 2 0
                                    

Rana membawa Giska ke ruang istirahat. Ia segera dudukkan wanita itu ke atas kasurnya.

Pintu ia biarkan terbuka karena khawatir menjadi fitnah, dan tentunya Giska juga tidak mau dianggap yang aneh aneh dengan karyawan sana.

Rana segera mengusap wajah Giska dengan tisu. "Maaf, karena saya kamu dijadikan sasaran sama Shella. Wanita itu memang keterlaluan...." ujar Rana.

Giska masih terus terdiam, ia mengambil tisunya dengan sendirinya dan usap wajahnya, menyeka ingusnya. Meski masih dalam keadaan terbatuk-batuk.

"Kenapa bapak masih aja kekeh sama keinginan bapak untuk terus berada disekitar saya... Padahal bapak tahu sendiri kalau saya kurang suka didekati sama orang yang saya baru kenal. Kalau bapak merasa ingin mencari seorang istri kenapa tidak orang lain aja.... Kenapa mesti saya..." ujarnya sembari masih terbatuk.

"Bagaimana mungkin saya mencari orang lain, padahal yang sudah tertulis didalam kitab lauhul mahfuz saya adalah kamu... Kamu adalah jodoh masa depan saya..." ujar Rana meyakinkannya.

"Saya kurang mengerti, maksud bapak tiba tiba mengatakan kayak gitu, dan mendekati saya.... Kalau memang bapak datang dari masa lalu, lantas kenapa pak Rana yang sekarang dirumah sakit aja enggak kenal saya.... Ini enggak masuk di akal." ujar Giska sesegukan, berangsur menangis.

"Itu karena bagian dari konsekuensi saya.... Konsekuensi saya datang ke masa ini... Konsekuensi atas beberapa hal yang telah dikacaukan dimasa lalu." ujar Rana.

"Dikacaukan???"

"Kamu enggak akan pernah paham, sampai kamu mengalami apa yang telah saya lalui..."

"Maksudnya apa?" tanya Giska semakin tidak mengerti, pandangan matanya berkaca kaca. Sungguh. Rana ini, sebenarnya siapa...

Shella terlihat jengkel, ia yang baru akan keluar dari kantor, tak sengaja menyenggol seorang wanita, yang tak lain adalah kakak perempuan Rana. Rianti. Wanita bercardigan caramel dengan rambut sebahu. "Shella?"

"Mbakkk!!!" Shella terlihat senang.

"Kebetulan!!"

Tak berapa lama, Shella dan Rianti berada di kafe. Mereka saling berhadapan duduknya. "Kapan kamu balik dari Jepang?" tanya Rianti.

"Baru hari ini... Makanya aku abis dari bandara langsung ke kantor... Eh pas udah kesini, dikasih kabar menyakitkan..." ujar Shella.

"Kabar menyakitkan?" tanya Rianti.

"Bener gak sih mbak, kalo Rana lagi suka sama cewek?" tanya Shella.

Rianti tersentak. Dan langsung paham.

"Apa maksud kamu, Rana yang baru itu sedang memberikan kejutan?" tanya Rianti.

"Rana yang baru? Maksudnya?" tanya Shella tak mengerti.

"Ada seorang pria, yang sangat mirip dengan Rana, dia mengaku sebagai Rana dari masa lalu." ujar Rianti lantas membuat Shella kaget bukan kepalang. "Hah???"

Itulah responnya atas pembukaan topik yang menggemparkan itu.

Linda dan Erlanda keluar dari mobilnya yang terparkir diseberang jalan.

"Ini kan rumahnya?" tanya Linda menunjuk rumah diseberang. Rumah cukup besar yang sudah tak terurus. Banyak dedaunan kering berserakan disekitarnya tak disapu. Dan cukup kumuh juga.

"Kayaknya sih gitu...." ujar Erlanda.
Ada tulisan didepan rumah itu yang bertulidkan. "Panti asuhan Cahaya Bunda." Ini tidak lain adalah panti asuhan tempat dimana Rika dan Riko menghabiskan masa kecilnya dulu.

"Eh tuh liat, tulisannya bener..." ujarnya seraya membaca.

"Yaudah ayo kita masuk..." ujar Erlanda langsung jalan masuk ke dalam.

Membuka pintu pagarnya yang memang sudah lapuk karena terbuat dari kayu yang lama.

"Kayaknya enggak ada orangnya deh, serem gitu..." ujar Linda mengedarkan matanya mencari.

"Tapi kata Rana ada orangnya." ujar Erlanda, kini mereka sampai ke hadapan pintunya dan tersentak saat pintu itu terbuka sendirinya.

"Kok gue merinding Lan..." bisik Linda bersembunyi dibalik tubuhnya.

"Ettdah... Gitu aja takut..." ujar Erlanda yang dengan hati hatinya langsung memimpin perjalanannya untuk lebih dalam emmasuki rumahnya. Sembari berkata.

"Assalamualaikum, permisi..." ujarnya. Langkah demi langkah ia berjalan memecah keheningan.

Rumahnya cukup rapih, dan luas, tidak ada debu sedikitpun, dibanding terlihat diluar. Itu artinya ada yang menempati rumah itu. Seperti yang dikatakan oleh Rana sebelumnya.

Dan benar saja, sang penghuni rumah mulai keluar. Seorang wanita paruh baya berhijab dengan wajah lesunya dan pipinya yang sudah mulai keriput.

"Waalaikumsalam. Siapa?" tanya nenek Shafa mulai berjalan dengan tongkatnya. Perlahan. 

"Maaf nek, apa benar nenek tinggal di panti asuhan ini? Salah satu teman saya ngomong kalo pengurus panti asuhan ini masih ada..."

"Pengurus panti asuhannya sudah tidak ada... Dan panti asuhannya sudah lama ditutup. Saya tinggal disini sendiri. Sudah dari dua tahun yang lalu bersama cucu saya..." ujar nenek Shafa.

"O-oh... Maaf nek, saya enggak bermaksud..."

"Silakan duduk dulu... Enggak enak berdiri." ujar nenek shafa mempersilakan mereka untuk duduk di kursi kayu disana.

Darisana pun percakapan diantara mereka dimulai.

"Ini soal anak bernama Rika dan Riko."
Nenek Shafa tersenyum, seolah dirinya memang sudah tahu maksud tujuan kedatangannya. "Mereka anak yang baik... Mudah mudahan Allah selalu memberikan mereka lindungan dari Nya."

"Aamin, tapi sebetulnya niat kedatangan kami kesini adalah untuk memastikan dengan jelas... Apa betul kalau Rika dan Riko itu anak Rana dan Giska?" tanya Erlanda dan langsung membuat nenek Shafa tersentak secara sesaat lalu terdiam kemudian.

Sembari tersenyum. Seolah sudah tahu dengan pertanyaan itu yang akan keluar dari mulutnya.

"Ini adalah pembicaraan yang cukup sensitif, apalagi kalau entah Giska maupun Rika dan Riko tahu soal ini... Apalagi saya tidak tahu saya sedang berbicara dengan siapa..." ujar nenek Shafa.

"Kami teman Rana, nama saya Erlanda dan ini teman saya, Linda. KIta teman SMA Rana. Orang yang sedang kita bicarakan... Maksud kedatangan kami kesini, adalah untuk mencari tahu, bagaimana caranya supaya Rana bisa diselamatkan di masa ini... Supaya Rana bisa hidup di masa depan... Anda pastinya sudah tahu... Tentang permasalahan yang terjadi sama mereka." ujar Erlanda.

"Kalau memang kalian semua ingin Rana hidup, maka berdoalah... Karena doa mampu mengubah takdir..." ujar nenek Shafa tersenyum. Mereka berdua langsung tersentak.

"Maksud nenek apa ya? Doa??" tanya Linda semakin heran. Tiba tiba cucu nenek Shafa datang, disaat yang sama juga nenek Shafa terlihat batuk parah.

Keadaan fisiknya semakin buruk, sang cucu, Mega segera menghampiri neneknya dan usap usap punggungnya.

"Nenek sudah sepuh, jadi saya sarankan untuk tidak terlalu lama bertamunya." ujar Mega sedikit tegas.

"Ah, maaf... Kita hanya ingin mencari tahu soal teman kita.... Karena itu menyangkut nyawa teman kita... Kita juga enggak berniat lama lama disini... Kita cuma ingin memastikan." ujar Erlanda.

Nenek Shafa kembali berkata. "Rana dan Giska, pasangan yang sempurna, makanya Allah hendak menguji mereka berdua, agar mereka tidak lalai dariNya.
Tidak lain hanya untuk menambah pemahaman tentang cintaNya ke dalam hubungan mereka." ujar nenek Shafa.

Mereka berdua terdiam dikatakan seperti itu. Semakin heran dan dibuat bimbang....

Siapa sebenarnya nenek Shafa...  Kenapa seolah olah beliau tahu tentang masalah yang terjadi pada mereka?!

Suami Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang