Pada akhirnya Giska berhasil diselamatkan oleh para petugas tim SAR.
Disana Giska sampai menangis pilu selepas dirinya diselamatlan, dipeluk oleh Rhena, maupun sang kakak secara bergiliran.
Rana melihatnya langsung dibawa pergi mereka. Giska sempat melihat Rana yang seolah ingin mengatakan sesuatu padanya. Meski urung.
Rana tersentak saat melihat di ujung jurang yang dalam itu ada kakek tua berjubah putih.
Rana merasa ini tak dipercaya, ia segera mengucek kedua matanya untuk mengira kalau ini mimpi, dan ternyata ketika selesai mengucek matanya, kakek tua itu menghilang.
"Apa hanya perasaanku saja?" batin Rana.
Ilham mendadak hampiri Rana. "Pak Rana bisa bicara sebentar?" tanya Ilham.
Rana terdiam beralih menatapnya. Menunggu dirinya mengutarakan sesuatu.
"Apa enggak sebaiknya bapak bicarain soal perasaan bapak ke bu Giska?" tanya Ilham membuat Rana mengernyit heran.
"Saya selalu bicarakan hal ini kepada Giska..."
"Serius pak? Udah?" tanya Ilham tak percaya.
"Iya, saya sudah berkali kali ingin melamarnya tapi Giska terus menolak, katanya dia tidak cukup mengenal saya... Dia takut saya orang jahat yang mau menjual rumahnya."
"Pftttt...."
"Yah, begitulah.... Mungkin memang tampang saya semencurigakan itu." ujar Rana membuat Ilham tertawa geli.
"Bukan, mungkin cara bapak yang salah deh pak... Ya mungkin bu Giska bukan tipe wanita yang sukanya blak blakan dan sat set... Bisa dengan bunga mungkin? Atau dengan surat suratan, kirim puisi, quotes, kata penyemangat, buat bu Giska percaya dulu...."
Rana terdiam. Ia mencerna perkataannya dengan baik. Mengangguk."Jangan terlalu sat set... Yah namanya jaman sekarang, hampir enggak bisa bedain mana yang modus mana yang bener." ujar Ilham tertawa.
"Iya sih."
"Semoga sukses ya pak.... Hahaha..."
Rana tersenyum.Esok harinya Erlanda sedang tertidur pulas dikamarnya, namun dibuat terkejut saat mendengar suara hapenya berbunyi. Ternyata ada panggilan telepon dari Linda. Erlanda menggaruk garuk kepalanya kesal.
"Apaan!"
"Buruan mandi! Gue ke rumah lo sekarang!"
"Lo kejar setoran apa gimana sih! Rajin amat subuh subuh telepon orang."
"Subuh pala lu peang! Udah mau dzuhur ini! Jam 11! Lo tidur di mekkah apa gimana sih." ujar Linda balik ngegas. Ia kembali berkata.
"Udah buruan bangun, atau mau gua guyur online dari sini?!"
Erlanda mengacak rambutnya frustasi. "Hah susah ngomong sama tukang kredit!!!"
Beberapa saat kemudian Erlanda menguap menandakan masih tidak rela bangun pagi... meski jam 11 dikategorikan pagi menurutnya.
Sang adik perempuan yang sedang sibuk bermain game di kamarnya lantas berkata padanya."Tumben pagi mandi, biasanya bablas sampe besok gak mandi." ujar Ressa.
"Gak usah perduliin gue deh lo.... Kayak lo suka mandi aja..." balas Erlanda.
"Orang cantik kayak gue mah gak bakal ngaruh mandi atau gak mandi, tetep aja cantik." ujarnya sambil membentuk jari v dibawah dagunya, mirisnya langsung dilempar topo oleh Erlanda."Ah masss!!!"
Erlanda langsung ngabur saat mau dilempar balik. Kebetulan ada yang menekan bel rumahnya. Ia segera keluar. Terlihat Linda sudah mejeng didepan sana dengan gaya mirip Elvi presli--sukaesih.
"Gimana penampilan gue?"
"Mirip sales panci."
"Susah amat bilang cantik."
"Jidat lo cantik."
"Bah!"
"Mau kemana sih ganggu orang lagi ngimpi aja." tanya Erlanda.
"Lo lupa apa, katanya mau ke Singaparna?"
"Enggak sekalian Singosari mbak? Ya enggak dadakan juga!" tandas Erlanda dibelakang.
"Ngegas mulu perasaan, itu mulut didalem jualan gas elpiji apa gimana... Kan lo sendiri yang bilang mau kesana.... Yaudah ayo." ujar linda.
"Ke Singapura enggak semudah beli tempe..." ujar Erlanda.
"Yaudah kita pesen tiketnya dulu... Baru gas..."
Erlanda menghela nafasnya. "Yah serah..." lebih ke arah pasrah.
Mereka kini duduk di kafe. Selepas memesan tiket. Linda berujar.
"Pokoknya besok enggak ada kata kata kesiangan atau kejebak macet. Gue mau kita berangkat pagi, enggak ada drama drama telenovela yang udah jadi kebiasaan lo." ujar Linda.
Erlanda pasrah menghela nafasnya. Ekspresinya seperti anak yang ketahuan maling beha tetangga.
"Kenapa pake segala nafas kayak gitu? Gak terima?!" kesal Linda.
"Ya terus gue enggak boleh nafas gitu?"
"Ya enggak sampe hahh begitu... Kayak kesannya gak ikhlas."Nafas aja berasa salah. Itulah mengapa, agak sulit berbincang dengan orang yang tiap hari pms.
Erlanda langsung menghempitkan hidungnya supaya tidak bernafas "gak ikhlas" seperti yang dikatakan olehnya. Londa kembali berkata.
"Kalo bisa jangan kasih tahu Rana soal ini.... Yang anehnya ya, kenapa dari sekian abad sampe sekarang... Rana yang sakit itu enggak pernah ngehubungin kita... Dan kita baru tahu aja kabarnya gimana semenjak dia yang dari masa lalu datang.."
Erlanda merasa benar yang dikatakan oleh Linda, tapi hanya diam saja tanpa mengekspresikan apapun.
"Kalaupun Rana yang sakit itu mengatakan benar kalau dia yang dari masa lalu datang kesini, enggak menutup kemungkinan juga Rana yang dari masa lalu itu bohong, kan gak ada buktinya..."
"Lo masih aja sih enggak percaya sama dia.... Jelas jelas semua bukti udah dikasih ke kita..."
"Jaman sekarang Lan..."
"Tahu gue... Karena kita juga enggak twrlalu deket kan awalnya... Kita enggak sedekat itu dulu... Tapi gue masih inget apa yang dia omongin belom lama, dari sekian banyak orang yang dia temuin, cuma kita yang percaya sama dia...."
"Nah, itu... ""Disamping juga karena mungkin mereka enggak terlalu mau ikut campur soal ini... Disamping juga karena enggak terlalu kenal..."
"Jadi sekarang gimana? Jadi nih ke Singapura? Udah pesen tiket soalnya."
"Buat ngebuktiin aja sih..."
"Oke."
Malam harinya. Giska tiba tiba terbangun, melihat suasana serba putih kamar rawat rumah sakit. Pasti mereka yang membawanya ke rumah sakit.
"Jam berapa ini..." Giska meraih hape di meja dan ambil serta lihat jamnya. "Jam 10 malam.... Pada kemana ya... Enggak ada yang nungguin apa ya..." tanya Giska sambil menahan perih di tangan dan kakinya. Bahkan banyak yang linu dan nyeri diakibatkan luka yang didapatnya selepas jatuh.
Tiba tiba suara perutnya berbunyi. Membuat Giska meremas perutnya yang kelaparan.
"Ah, aku lupa kalau aku belum makan dari pagi.... Pantes laper.... Tidurku pulas banget berarti ya... Huft..."
Giska kepikiran untuk menelepon sang kakak saat itu, meski sayangnya tidak diangkat.Rhena pun sama, Giska akhirnya dengan terpaksa menelepon Rana. Dan ajaibnya dia sedang online saat itu. Malu, sangat malu, aslinya.
Suara Rana terdengar diseberang, berkali kali.
"Kamu sudah sadar Gis? Alhamdulillah.... Sebentar ya saya kesana...." ujar Rana langsung mengakhiri teleponnya.
Giska menutup wajahnya dengan tangan. "Aaaa maluuuu... Akhh aukkk!!!" Ia menutup wajahnya dengan bantal. Rana langsung datang dan hampiri Giska.
"Kamu enggak apa apa Gis? Kamu sakit apa gimana? Ada yang kamu rasain?"
"Perutnya....""Kenapa perutnya? Sakit? Apa saya perlu panggilin dokter sekarang?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Dari Masa Lalu
Historia Corta"Saya ingin melamar kamu." "Apa saya salah dengar?" "Dasar penguntit! Saya yakin kamu bagian dari orang orang itu!!" "Kamu tidak pernah berubah." "Dari tadi kamu nungguin disini??!" "Suatu saat kamu akan mengerti, alasan kenapa saya melakukan ini...