16

42 4 0
                                    

Rana hanya diam saja. Tidak menjawab apapun. Masih kekeh mengabaikannya. Giska jadi bingung mau bagaimana, kenapa seolah marahnya bener bener marah....

Memangnya ia melakukan kesalahan apa?

Giska terus bertanya tanya dalam hatinya, coba menerka nerka hal apa yang ia lakukan sebelumnya.

Tiba tiba hape Giska berbunyi, tak disangka dari kakaknya, mas Raka.

"Assalamualaikum Gis, kamu enggak ada dirumah ya sekarang?" tanya mas Raka diseberang telepon.

"Waalaikumsalam, iya mas lagi ada acara di kantor. Mas ketemu sama Rika dan Riko dong?" tanya Giska balik.

"Iya, lagi pada main nih sama anak mas.... Kamu pulang jam berapa?" tanya Mas Raka.

"Mungkin besok mas..."

"Oh gitu..."

"Mas mau nginep?" tanya Giska.

"Enggak, mungkin akan pulang nanti sore. Kasihan Rika sama Riko ditinggal."

"Tadi udah nitipin ke temanku sih, katanya nanti dia mau main ke rumah...." ujar Giska.

"Oh yaudah, tenang kalo gitu."

"Mas.... Sebenarnya aku mau ngomong secara empat mata sama mas... Tapi mungkin nanti nanti...."

"Emang enggak bisa disini aja, ditelepon?" tanya mas Raka.

"Enggak, ini soalnya rumit banget.... Kayaknya mas enggak akan paham soal ini.... " ujar Giska.

Rana yang kini berada didepannya separuh mendengar sayup pembicaraannya ditelepon.

Giska tak lama langsung menyudahi teleponnya. Kembali berjalan sejajar dengan Rana, meski sayangnya Rana langsung meninggalkannya, ikut bergabung dengan beberapa panitia lainnya.

Giska menghela nafasnya. "Dia kenapa si? Emang alasan dia marah tuh apa?" tanya Giska menggerutu. Giska kembali melihat seorang kakek tua berjubah putih dengan menumpu kakinya dengan tongkat.

Giska penasaran, kenapa seolah kakek tua itu tersenyum padanya. Tak mau membiarkannya begitu saja, dirinya langsung hampiri kakek tua itu, namun sang kakek langsung membalik membelakanginya, jalan menuju hutan.

"Kenapa dia malah pergi?" tanya Giska semakin dibuat penasaran. Ia ikuti sekalipun itu mengarahkannya pada hutan belantara yang tidak terjamah orang.

"Tunggu!" pekiknya terus mengejar.

"Tunggu!!! Kakek!" pekik Giska berkali kali, namun sayangnya kakek itu tak terlihat lagi, gelap, semakin berlari, hutannya terasa semakin gelap, dikarenakan waktu sudah masuk ashar dan hutannya cukup lebat dan teduh, tak kemasukan cahaya matahari sedikitpun.

"Kakekk!!" pekik Giska berulang ulang lagi.

"Kenapa semakin gelap.... Apa ini sudah menjelang malam? Kenapa seolah sedang berada di dunia lain? Aku yakin belum maghrib tadi. Seperti berbeda.... Dimana aku sebenarnya?" batin Giska terus coba mencari jalan keluar. Dan akhirnya.

"Tolongggg!!!" ia memekik minta pertolongan. "Bodoh, Giska bodoh.... Kenapa kamu malah ikutin kemauan hatimu yang konyol ini.... Kamu jadi tersesat, Giska bodoh...." batin Giska merutuk dirinya terus terusan.

Ia mulai ketakutan saat dirinya tak kunjung menemukan jalan keluar. Ia tersesat.

Namun tiba tiba saja ada suara geraman hewan yang membuat bulu kuduknya lantas berdiri. "Apa itu....?" tanya Giska ia semakin memundurkan langkahnya secara perlahan.

Giska langsung ambil langkah untuk berlari ketika dirasa sudah jauh dari suara itu.

Hingga saking paniknya membuat ia lari tunggang langgang kesana kemari hingga ada semak semak ia terabas saja dan akhirnya tersandung dan jatuh berguling ke tebing.

Suami Dari Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang