***
Waktu berlalu begitu cepat, tanpa terasa sebulan telah terlewati begitu saja. Setelah kematian Nara usai melahirkan, kini hak asuh putra satu-satunya dari sahabatnya beralih ke tangan Rhea.
Hampir dua Minggu lamanya, bayi kecil yang masih merah itu mendapat perawatan intensif di ruang NICU, sebelum kemudian benar-benar bisa dipastikan keluar dari sana.
Mendapat persetujuan dari Tyo dan Sarah yang juga ikut merasa iba melihat nasib malang dari putra sahabatnya, Rhea akhirnya membawa bayi yang belum sempat diberi nama tersebut ke rumah ditempatinya bersama Arga.
"Masya Allah, gemesin banget sih kamu, Nak," celetuk Rhea. Kini menggendong bayi sebulan itu dan mengecup keningnya dengan penuh kasih sayang. Senyumnya terulas terbit, menatap sang bayi yang mulai pulas menikmati tidurnya.
"Sayang, aku pul .."
Kalimat Arga mendadak terhenti tepat setelah membuka pintu kamar. Mendapati pemandangan depan matanya yang seketika membuat sudut bibirnya terangkat naik. Dimana dia melihat perlakuan Istrinya yang kini menunjukkan sisi keibuannya pada bayi itu.
Sepertinya Rhea belum menyadari keberadaannya yang memang baru saja tiba dirumah usai pulang bekerja. Dia lantas menghampiri Rhea dan mendaratkan kecupan tepat di pipi kanan istrinya, sehingga Rhea menoleh sesaat.
"loh, Mas sudah pulang!"
"Iya yang, Athar masih tidur?"
"Ini baru aja tidur lagi, Mas."
Rhea meletakkan bayi yang diberinya nama Athar itu ke box baby usai dipastikan tidak gelisah lagi.
"Coba aja Nara masih hidup mas, pasti dia bakal senang banget lihat bayinya yang menggemaskan seperti ini,"
Perasaan Rhea mendadak sendu kala mengatakan hal itu. Arga yang cepat menyadari perubahan iras wajah istrinya, merangkul pundaknya dan mengusapnya seperti biasanya.
"Semua sudah jadi takdir dan kehendak Allah, Sayang. Kita pun tidak bisa menghindari itu. Jika sudah waktunya tiba pasti kita juga akan menyusul. Cukup doakan, agar dia dapat tenang di alam sana. Setidaknya kita telah menjaga salah satu amanahnya.
Karena bagaimanapun anak adalah salah satu titipan yang paling berharga, meskipun itu bukanlah darah daging kita. Tapi setidaknya menjadi jalan lain untuk kita juga agar bisa ikut merasakan menjadi orangtua,"
Rhea membenarkan melalui anggukan setuju. Dia tersenyum lega akan jawaban yang diberikan Arga padanya dan kembali memusatkan perhatian pada baby Athar yang sepertinya mulai terusik akan suara didengarnya.
*
“Kalau soal itu, nanti biar Arga bicarakan lagi sama Rhea ma. Lagipula kami juga belum sempat menentukan tempatnya dimana,”
Arga menutup sambungan telepon sesudahnya lalu menaruh ponsel miliknya kembali di atas Nakas.
“Kenapa mas?” Tanya Rhea segera, begitu Arga sudah beralih menyandarkan tubuhnya tepat di sebelah Rhea.
“Papa dan mama ingin kita sendiri yang menentukan lokasi untuk acara Anniversary nanti, Yang,” Sahutnya.
Rhea mengangguk mengerti. Kurang lebih seminggu lagi dia dan Arga memang akan merayakan ulang tahun pertama pernikahan mereka. Walau niat awalnya hanya ingin dirayakan secara sederhana saja cukup dengan makan-makan dan potong kue.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗜𝗺𝗽𝗿𝗼𝗽𝗲𝗿 𝗠𝗮𝗿𝗿𝗶𝗮𝗴𝗲 [ TERBIT ]
SpiritualPernikahan harusnya menjadi momen sakral membawa kebahagiaan bagi dua insan manusia yang akan menjalani babak baru dalam sebuah hubungan serius. Namun sayangnya hal itu tidak berlaku bagi Argadana Bramantyo dan Rheana Elmira yang justru menganggap i...