BT 03

25 2 0
                                    

Hai, tinggalkanlah jejak!

_____________

Ya Allah, aku yakin tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Semua pasti sudah engkau rencanakan. Bahkan, pohon pun perlu izin darimu untuk mengugurkan satu daunnya yang kering.

______________

Pagi ini seperti biasa ku menjalani kehidupan sebagai mana seorang istri, dimulai dari membersihkan rumah yang kami tempati. Setelah sholat subuh aku segera membawa keranjang cucian kotor milik Mas Erlangga ke kamar mandi, berniat merendamnya terlebih dulu.

Sambil menunggu aku memilih menyapu, dari kamar, dapur hingga teras depan dan mengepel lantainya hingga bersih. Kemudian mengelap kaca jendela. Ada untungnya juga ukuran kos an ini tidak besar, jadi hanya membutuhkan sedikit waktu untuk menyelesaikan semuanya.

Pukul enam pagi aku berjalan ke pintu belakang sambil membawa ember besar berisi pakaian yang sudah bersih ku cuci, tinggal menjemurnya saja. Suara ricuh terdengar dari para tetangga, ada beberapa ibu-ibu juga sedang sibuk menyapu halaman belakang yang tidak luas ini.

Kos an yang ku tempati ini sedikit berbeda, ada sekat jarak dari satu ke rumah yang lain. Kita memiliki halaman belakang dan sudah disediakan tempat menjemur pakaian. Lebih mirip seperti perumahan bukan kos an.

"Penghuni baru?"

Aku menoleh ke samping, tersenyum kecil kearah lelaki yang usianya mungkin sama dengan Mas Erlangga. "Iya, Bang."

"Bukannya kos an ini punyanya si Erlan ya? Dia pindah kapan?" tanyanya dengan kening mengerut.

"Sebenarnya sa-"

"Kenapa cariin gue?"

Belum sempat aku menjawab, orang yang sedang dibicarakan keluar sambil membawa gelas berisi kopi. Lelaki yang hanya mengenakan celana pendek selutut tanpa mengenakan atasan itu berjalan mendekat sambil menyeruput kopinya.

Apa dia sengaja memamerkan perut kotak-kotak nya itu? Segera aku mengalihkan pandangan saat merasa semburan hangat di pipi.

"Kangen sama gue, lo Dim?"

"Idih, najis!"

Lelaki berambut gondrong itu berdecih kemudian menunjuk ku. "Siapa nih cewek? Kumpul kebo ya lo?" tanyanya dengan senyum menyeringai.

Aku menunduk, melirik Mas Erlangga sebentar dan kembali mengambil satu baju untuk kembali ku jemur.

"Mata lo gue colok, sembarangan kalau ngomong!"

"Ya terus, kenapa ada cewek di kos an lo? Jangan maen-maen ya lu, Lan."

"Heh, gue gak kayak lo ya yang punya cewek dimana-mana. Suka nyolok sana sini, najis!"

Diam-diam keningku mengerut mendengar obrolan mereka. Maksud Mas Erlangga apa? Nyolok? Nyolok apa?

"Kampret! Terus siapa tuh cewek?"

Bibirku mengatup rapat, penasaran dengan respon Mas Erlangga.

"Bini gue, Senna."

Seperti ada aliran listrik yang menyengat dan menjalar di pembuluh darah ku ketika mendengar jawabannya. Hati ini terasa menghangat, dan jantung pun berdebar-debar. Aku juga tidak tahu mengapa, hanya rasanya senang saja dia memperkenalkan ku sebagai istrinya.

Berati dia menganggap ku ada?

"Jangan boong lho, mana mau cewek kerudung an dan bergamis kayak dia nikah sama lo?!"

Benang Takdir [T A B I R C I N T A]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang