BT 24

23 2 0
                                    

Kasih bonus🌛🫠
•••

"Belum. Tapi gue yakin."

"Kalau keadaan nya kayak gini, gue gak bisa!"

Aku menggeliat dan mulai mengerjapkan mata, suara itu, seperti suara Mas Erlangga. Dia sedang berbicara dengan siapa? Ku tatap sekeliling kamar, di depan jendela yang tertutup gorden suamiku nampak sedang mondar-mandir.

Apa dia sedang menelfon? Ku alihkan pandangan pada jam dinding yang tertempel di atas pintu kamar. Baru jam dua dini hari, Mas Erlangga menelfon siapa?

"Gak bisa! Gue gak mau ning—"

"Mas?"

Panggilan ku membuat ucapannya terhenti, dia segera menoleh sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku. Kening ku mengerut, kenapa aneh sekali?

"Kenapa? Mau sesuatu? Pengen apa?" tanyanya sambil berjalan mendekat kemudian naik ke atas kasur.

Aku menggeleng, menatapnya dengan mata menyipit. "Gak mau apa-apa."

Mas Erlangga merebahkan tubuhnya kembali, aku berangsur mendekat dan mengubah posisi menjadi membelakanginya. "Mau di peluk," pintaku dan kembali memejamkan mata.

Rasanya hangat sekali saat Mas Erlangga mendekap tubuhku dari belakang, apalagi usapan nya di perut membuatku semakin tidak bisa menahan kantuk lagi. Senyumku terukir saat sebuah kecupan mendarat di pipi.

"Tidur lagi, masih malem," bisiknya.

Aku mengangguk kemudian menguap. "Iyaaah, Mas."

***

"Terimakasih Mbak."

"Iya, sama-sama.

"Bye, Aunty!"

"Bye Sayang."

Aku tersenyum sambil melambaikan tangan pada anak berusia lima tahun yang berada dalam gendongan Ibu nya. Mereka baru membeli dagangan ku, kalau tidak salah namanya Sherly.

Pipi gembul, kulit nya putih dengan rambut tipis yang di kuncir kuda. Sangat cantik dan lucu, dia juga ceria. Sedari tadi selalu bertanya ini dan itu, rasa ingin tahunya begitu besar.

Apa setiap anak kecil begitu ya? Gemas sekali, rasanya ingin aku bawa pulang hehehe.

Ku hembuskan nafas pelan, kembali melayani tiga orang pembeli yang tersisa. Ya, hari ini kami kembali berjualan di sebuah acara konser band ternama. Begitu banyak sekali orang yang berlalu-lalang dan menghadiri acaranya, bahkan di depan sana sampai membeludak.

Tentu saja, band ini sangat di minati oleh kalangan dari anak muda sampai tua. Aku juga suka. Band Wali, memang terbaik. Mereka bukan hanya bernyanyi, tapi disetiap bait lagunya pasti mengajak pada kebaikan.

Suara teriakan orang-orang yang mengikuti alunan lagu terdengar begitu nyaring, sangat meriah dan seru pastinya. Walaupun hanya bisa mendengar dari luar, tapi aku sudah sangat senang. Itung-itung, bisa mendengar suara vokalis nya langsung hehehe.

"Dua puluh ribu Mbak," beritahuku sambil menyodorkan pesanan terakhir.

Dengan buru-buru perempuan cantik itu memberikan uang. "Pas ya, makasih."

"Iya," balasku sambil menatap kepergiannya.

"Senna, istirahat dulu. Kita makan."

Aku menoleh menatap Mas Erlangga kemudian mengangguk. Dengan pelan aku berjalan mendekati suamiku juga Bang Diman, ikut duduk lesehan di atas karpet plastik. Mas Erlangga menyodorkan nasi box yang sudah terbuka kehadapan ku.

Benang Takdir [T A B I R C I N T A]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang