BT 12

22 1 0
                                    

Hi, tolong tinggalkan jejak!

***

Aku menoleh saat ada seseorang yang memanggil, mataku membulat sempurna. Adit dan Airini? Ah, kenapa mereka harus datang kesini sih? Malas sekali rasanya bertemu dengan Airin.

"Ouh, sekarang jadi tukang jualan angkringan gini ya? Bagus deh, emang pantes kok."

Nah kan, mulut pedasnya beraksi lagi.

"Yang, apaan sih?" Terlihat Adit menatap kekasihnya itu dengan tajam, sedang Airini mengerucutkan bibirnya yang merah menyala.

Dih, berusaha buat keliatan lucu ya? Kok malah jijik ya aku liatnya. Astaghfirullah, Senna!

"Ya emang bener, cewek kayak dia emang pantes jualan kayak gini, Yang." Airini kembali menatap ku. "Makanya jangan zina, jadinya susah kan. Mending gue, dapet calon suami kaya raya, gak kayak suami lo! Tampang nya aja ganteng, masa depannya gak ada."

"Maksud kamu?"

"Kamu gak tahu Yang? Kalau mereka nikah itu, gara-gara di gerebek warga!"

Adit langsung menoleh, menatapku seakan-akan tidak percaya.

Tanganku terkepal, keterlaluan sekali Airini. Apa dia tidak bisa melihat kondisi sekitar saat berbicara seperti itu, bagaimana jika pengunjung yang lain mendengar nya? Atau mungkin, dia memang sengaja ingin mempermalukan ku?

Astaghfirullah perempuan satu ini, ingin rasanya ku sob*k mulut pedasnya!

"Kalau mau ngajak tidur cowok, yang berduit dikit lah, bukannya yang pengangguran dan gak jelas. Biar gak keliatan murahan banget!"

"Airin, apa yang kamu bilang itu gak bener!" ucapku dengan suara bergetar menahan tangis.

"Halah, dimana sih ada maling mau ngaku? Bener kan Mbak?"

Airin menatap pada segerombolan perempuan yang memang kebetulan berdiri disampingnya, mereka memang sedang menunggu pesanan nya jadi. Aku yakin, mereka juga mendengar setiap perkataan yang keluar dari mulut pedas Airin.

Ya Allah, malu sekali. Ingin rasanya aku menangis saat ini juga.

"Kalau gak tau apa-apa mending diem aja deh, gak capek tuh mulut ngomongin orang mulu?"

Aku menoleh menatap Mas Erlangga yang baru datang, lelakiku itu menyimpan nampan dengan kasar kemudian menatap Airini tajam. Kini, kami sudah menjadi tontonan gratis para pengunjung.

"Kenapa? Ke singgung ya?"

Mas Erlangga terkekeh. "Dit, mending pikirin lagi deh rencana Lo buat nikah sama nih cewek. Cari tahu dulu masa lalunya, gue jamin Lo bakalan nyesel udah kenal sama dia."

"Maksud lo, Lan?"

"Tanyain aja sendiri, udah berapa orang yang dia ajak main ke hotel cuman buat bayar uang semesteran."

Mas Erlangga berucap dengan pelan, namun mampu membuat Airini membulat kan matanya. Airini tampak terkejut begitupun aku, apa memang benar dengan apa yang Mas Erlangga bilang tadi?

"Heh, jangan fitnah gue ya! Gue bukan istri Lo yang murahan itu!" Airini berteriak sambil menunjuk ku.

"Kalau bener istri gue murahan, Lo punya bukti nya kagak? Jangan asal jeplak aja."

Mas Erlangga meraih tas ku, mengeluarkan buku nikah kami yang selalu aku bawa. "Nih, buku nikah gue sama Senna!"

Airini nampak gelagapan. "Ya-ya lo juga asal jeplak aja!"

"Lah, gue ngomong sesuai kenyataan. Buktinya aja ada." Mas Erlangga melirik Adit yang hanya diam, kemudian mengeluarkan ponsel dan mengutak-atik nya.

"Gue kirim ini ke Adit sekarang juga, atau Lo minta maaf sama istri gue!"

Benang Takdir [T A B I R C I N T A]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang