BT 31

24 3 6
                                    

Hai🫦😎

"Gue gak bisa lama Senn, pan harus dagang. Lo yang baik ya disini, buahnya jangan lupa di makan. Udah di kupasin."

Aku tersenyum menatap Bang Diman kemudian mengangguk kecil sambil mengucapkan terimakasih. Setelahnya dia pamit karena harus berjualan. Sudah dua hari ini, Bang Diman bolak-balik menjenguk ku. Dia begitu baik.

Entah darimana dia tahu tempatku di rawat, mungkin dari Adit? 

Aku termenung, menyandarkan punggung dengan tatapan tertuju ke depan. Setelah perbicangan kami waktu itu, Adit tidak lagi kelihatan. Ah, kamu memang keterlaluan Senna. Seharusnya tidak perlu bersikap kasar seperti kemarin, bagaimana pun Adit begitu baik. Sangat baik malah.

Jika aku bertemu lagi dengannya, aku akan meminta maaf. Karena jujur, aku benar-benar menyesal. Tentu saat itu aku terkejut dan marah atas pengakuan Adit, tidak pernah terlintas dipikiran ku barang sedikit pun jika Adit memiliki rasa terhadap ku. Istri temannya sendiri.

Tunggu, apa perhatian dan kepeduliannya selama ini karena dilandasi oleh perasaan sukanya padaku? Dan kemarin aku menolaknya dengan tidak sopan, sudah pasti di marah kan? 

"Hallo, selamat sore Azusenna."

Aku terkesiap, menoleh kearah pintu. Dokter cantik yang menanganiku berdiri di ambang pintu, namanya dokter Lusi. Ia tersenyum sangat lebar kemudian berjalan mendekat sambil membawa sebuah buket bunga mawar merah berukuran besar juga bungkusan berukuran kecil. Keningku mengerut.

"Selamat sore, Dok."

Dokter Lusi menyerahkan buket bunga itu, segera aku menerimanya walau ragu. Kening ku semakin mengerut bingung. Kira-kira siapa yang memberikan ini? Aku jadi penasaran. Tidak mungkin kan dokter Lusi yang membeli kan ini untukku? Kami tidak saling mengenal.

"Dari Adit."

Jantungku berdebar saat mendengar nama itu di sebut, sontak aku langsung mendongak menatap Dokter Lusi. Adit? Bagaimana dia — ah ya, aku baru ingat jika Adit memanggil dokter Lusi dengan sebutan 'Mbak' kemarin. Apa mereka saling kenal? Atau mungkin, anggota keluarga?

"Sudah ya, saya hanya ingin mengantarkan titipan itu untuk kamu. Jika butuh sesuatu, kamu panggil suster jangan coba-coba jalan sendiri lagi ke kamar mandi."

Dengan sedikit malu aku mengangguk pelan. Karena tidak ada yang menemani ku disini, dengan susah payah dan terpaksa aku harus berjalan ke kamar mandi sendiri. Walau kepala terasa begitu pusing dan hampir jatuh. Untung saja ada seorang suster masuk untuk mengantarkan makan malam, jadi aku bisa meminta tolong.

"I-iya, Dok. Terimakasih," cicitku pelan.

Dokter Lusi hanya tersenyum dan mengangguk kemudian berlalu. Kini aku terdiam menatap buket bunga yang berada di pelupukan ku, wangi harum semerbak menyapa indera penciuman ku. Ku usap kelopak bunga berwarna merah seperti darah itu.

Ada sesuatu yang terselip di sana, segera aku mengambilnya. Sebuah amplop kecil dan isinya sebuah kartu ucapan. 

'To Azusenna.

Hai, Senna. Ini hadiah kecil dari ku sebagai permintaan maaf karena dua hari belakangan ini aku tidak bisa menemani. Ada masalah di kantor, mungkin saat besok pagi aku baru bisa kesana. 

Aku juga membeli salad buah tadi, jangan lupa makan dan minum obatnya ya ^^. Jaga diri kamu dan bayi ;)

From Adit.'

Ya Allah, sebenarnya dari apa hati Adit terbuat? Kenapa setelah kejadian kemarin, dia masih memikirkan ku dan begitu perhatian. Bahkan, dia tidak mengungkitnya sama sekali. Baik sekali, aku sampai terharu.

Benang Takdir [T A B I R C I N T A]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang