BT 17

23 1 0
                                    

Hai, tinggal kan jejak!
.
.
.
.

"Makasih Mbak, selamat menikmati."

"Iya, sama-sama. Mari."

Aku tersenyum dan mengangguk, tidak biasanya para pengunjung yang datang hanya sedikit akhir-akhir ini. Apa ada hubungannya dengan pertengkaran ku dan Airini yang tiba-tiba viral di media sosial? Entah siapa yang merekam dan menyebarkan nya, aku saja yang baru mengetahuinya begitu kaget dan tidak percaya.

Apa mungkin Airini sendiri ya?

Hah, semoga saja tidak seperti itu. Lagi pula, kejadian nya sudah cukup lama. Aku juga tidak tahu bagaimana kabar Airini dan Adit sekarang. Paman juga, dimana dia sekarang?

"Senna?"

Aku menoleh ke samping, menatap Bang Diman yang berdiri tidak jauh dari ku. "Iya, kenapa Bang?"

"Kalian punya masalah ya?"

Keningku mengerut tidak mengerti. "Masalah? Masalah sama siapa?"

"Tuh!"

Bang Diman memberikan isyarat menggunakan dagunya, aku segera menoleh ke belakang. Menatap Mas Erlangga yang sedang duduk di trotoar jalan sambil merokok. Sikapnya memang berubah menjadi pendiam, entah apa yang sudah terjadi.

"Kalau punya masalah, selesai in baik-baik. Ngobrol dulu sana, omongin." Bang Diman memberikan nasihat.

Aku menoleh dan menatap nya sambil tersenyum. "Makasih Bang, kalau gitu aku permisi dulu ya. Gak papa kan?"

"Gak papa, yang beli dikit ini. Bisa gue tanganin, udah sana!"

Dia memang baik, selalu memberikan nasihat juga pada ku dan Mas Erlangga kalau kami berselisih pendapat. Walau dia belum menikah, tapi pemikirannya begitu dewasa dan siap untuk menjalin rumah tangga. Entah mengapa Bang Diman belum menikah sampai saat ini, mungkin jodohnya belum datang.

Ku ayunkan langkah mendekati posisi Mas Erlangga, kemudian duduk disampingnya. Suamiku itu nampak menoleh sekilas, kembali sibuk dengan rokoknya.

Jika sudah seperti ini, aku jadi bingung harus bertindak bagaimana?

Aku menarik nafas dalam dan menghembuskan nya perlahan, setelah memastikan keadaan aman dan tidak akan ada yang melihat kami. Ku sandarkan kepala di lengannya, kemudian mengaitkan jemari kami.

Senyumku terukir saat Mas Erlangga membalas genggaman tanganku. Ku tatap cincin yang melingkari jari manisnya juga jari manisku dengan sendu, tiba-tiba saja aku kembali mengingat perkataan Jolie.

Apa dia benar-benar ingin memisahkan ku dengan Mas Erlangga?

Ku tolehkan kepala, menatapnya dari samping. "Mas, kenapa?"

Dia menghembuskan asap rokoknya kemudian menoleh padaku dan menggeleng. "Gak papa, lagi capek aja."

"Kamu kepikiran kejadian itu, ya?" tanyaku pelan.

"Nggak lah! Ngapain, ngaco aja Lo!"

"Siapa tau kan?

Mas Erlangga berdecak, dia melemparkan puntung rokoknya kemudian mengecupi punggung tanganku yang berada di genggamannya. Jelas sekali aku salah tingkah dan malu dibuatnya, ini tempat umum. Bagaimana jika ada orang yang melihat?

"Iya tahu, gue jomblo. Dunia terasa milik Lo pada, yang lain cuman numpang!"

Kami kompak menoleh pada Bang Diman, aku tersenyum malu sedang suamiku malah mengejeknya. Ku tatap dengan lekat pahatan yang begitu sempurna itu, merasa tidak menyangka aku mendapatkan jodoh setampan dan sebaik dirinya.

Benang Takdir [T A B I R C I N T A]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang