BT 20

15 2 0
                                    

Heyyoo🫣✋
•••

Hari kedua menuju pernikahan Elang, acara pengajian di adakan di rumah. Kini, semua orang sedang sibuk mempersiapkan. Banyak petugas wo yang berlalu lalang, mereka sedang memasang dekorasi untuk acara nanti malam.

Keluarga besar Mas Erlangga berada di ruang depan, mereka terdengar sedang tertawa dan mengobrol. Sedang aku, lebih memilih berada di dapur. Membantu Bi Ani dan pelayan lain membuat cemilan untuk para pekerja.

"Lagi ngapain?"

Aku yang baru memasukkan loyang ke dalam oven langsung menoleh ke belakang, tersenyum lebar saat melihat Mas Erlangga. Dia berjalan mendekati ku, semua pelayan yang ada langsung menunduk dan menyapa. Aku terdiam, memang selalu seperti itu ya?

"Maaf Tuan Muda, Bibi udah larang Nona. Tapi Nona bersikeras ingin membantu," ucap Bi Ani sambil menunduk dalam.

"Iya, gak papa. Dia emang gak bisa diem, apalagi kalau udah di dapur!"

Aku memberengut, memukul pelan lengannya. "Kan aku masak buat kamu, Mas."

"Iya-iya. Istri sholehah, sini, jadi pengen nyium."

Mataku membelalak dan segera menghindar dari jangkauan Mas Erlangga. Apa-apaan dia?! Apa dia lupa sedang berada dimana? Aku kan jadi malu, banyak orang lain di sini. Dasar Mas Erlangga!

"Senna, buatin jus ya delapan. Bawa ke ruang tengah, sama cemilannya juga."

Mama tiba-tiba muncul dan menatapku kemudian melirik anaknya. "Lho Erlangga, ngapain kamu disini Sayang? Yang lain lagi nyobain baju couple buat kita pakek di pernikahan Elang, yuk. Kamu harus nyobain juga, kalau kurang pas bisa langsung di perbaiki," jelas Mama kemudian menoleh pada ku.

"Senna, tolong ya, buatin jus."

Aku tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya, Ma. Nanti aku anterin kesana."

"Gak perlu." Mas Erlangga menahan tanganku saat ingin beranjak. "Pelayan banyak, kenapa suruh istri Erlangga? Dia bukan pelayan, dia istri Erlangga Ma! Kalau Mama gak bisa hargain Senna, lebih baik kami pulang sekarang dan gak perlu hadir di acara bahagia Elang!"

Aku tersentak mendengar penuturannya, ku sentuh lengan Mas Erlangga sambil menggelengkan kepala. "Mas, gak papa. Mama cuman nyuruh aku but—"

"Diem!" ucap tegas Mas Erlangga yang langsung membuatku mengatupkan mulut rapat.

"Ada apa ini?"

"Kenapa Erlangga?"

Keluarga yang lain mulai bermunculan, menatap ke arah kami dengan kening mengerut bingung. Aku menunduk dalam, menyembunyikan tubuhku di balik punggung lebar Mas Erlangga.

"Bilang sama adik-adik Papa, Ma. Azusenna itu istri aku, mereka gak berhak nyuruh-nyuruh dia ini itu.

Dari kemarin aku perhatiin, Senna selalu disisihkan. Bahkan waktu kita foto, kenapa Haru suruh istri Erlangga yang fotoin? Mama gak anggap istri Erlangga keluarga?"

"Lho, kenapa bawa-bawa gue Bang?!"

"Lo diem! Lo gak tau apa pura-pura lupa, kalau Senna itu istri gue?!"

Terdengar Mas Erlangga tertawa miris. "Kalian kenapa sih? Mentang-mentang orang kaya, banyak duit, jadi bisa seenaknya sama orang. Kalian sadar gak, apa yang kalian punya itu cuman titipan. Jadi jangan sombong dan banyak tingkah!"

Aku yang sedari tadi terisak pelan langsung mengangkat wajah, mendongak menatap Mas Erlangga. "Udah Mas, udah!" bisikku penuh penekanan.

Sungguh, aku tidak suka situasi seperti ini! Apalagi melihat mereka semua.

Benang Takdir [T A B I R C I N T A]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang