BT 18

29 3 4
                                    

Udah pernah jatuh cinta sama anak konglomerat? Jangan ya dek ya, takutnya dia gak kayak Mas Erlangga 🥲🫣

_____________

Pekerjaan yang berat dan melelahkan, akan jauh terasa ringan jika di lakukan bersama-sama. Saling bergotong royong dan bahu membahu. Bahkan terasa menyenangkan jika dilakukan dengan orang yang kita kasihi.

Seperti aku dan Mas Erlangga. Di bawah terik matahari yang mulai meninggi, kami sibuk berkebun. Setelah Mas Erlangga mencangkul tanah, di lanjutkan dengan menanam benih, kemudian di beri pupuk.

Kejahilan Mas Erlangga begitu mencairkan suasana, namun membuatku kesal, tentu saja. Walau begitu, dia berhasil membuat senyum dan tawa ku tidak henti-hentinya mewarnai kegiatan kami.

Apakah bisa ku hentikan waktu sebentar? Jujur, aku tidak ingin kebersamaan ini cepat berlalu. Apalagi tiba-tiba perasaan resah dan gelisah mulai melanda, aku tidak tahu mengapa.

Tapi rasanya ... ada sesuatu yang mengganjal. Perasaan ku mendadak tidak enak.

"Senna!"

Aku tersentak, mengerjapkan mata dan langsung menatap Mas Erlangga. "I-iya, Mas. Kenapa?"

"Lo yang kenapa, lagi makan malah bengong!" ketusnya.

"Maaf Mas."

Aku menunduk, menatap piring. Ah, aku jadi tidak selera makan jika sudah memikirkan banyak hal seperti tadi. Rasa lapar yang mendera langsung sirna seketika. Ku hembuskan nafas pelan, menoleh ke samping. Menatap hasil berkebun kami.

"Kok diem, makan!"

"Aku udah Mas," jawabku pelan sambil meliriknya.

"Baru berapa suap tadi, makan lagi. Lo mau sakit?!"

Aku terdiam, kenapa rasanya ulu hati ku begitu sakit mendengar bentakannya. Biasanya tidak seperti ini. Bibir ku bergetar bersamaan dengan tumpahnya air mata, aku segera membuang muka, mengusap kasar pipi ini.

Jangan sampai Mas Erlangga melihatnya, aku tidak mau dia semakin marah. Lagian kenapa aku jadi sensitif seperti ini sih?

"Senna?" Mas Erlangga menarik tanganku kuat dari belakang sampai tubuhku langsung menghadap nya.

"Gue suruh Lo makan tadi, bukannya nangis!"

Aku diam.

Mas Erlangga menarik daguku ke atas, hingga tatapan kami bertemu. "Kenapa?" tanyanya pelan.

Aku menepis pelan tangannya dari wajahku dan menggeleng. Bisa tidak sih, kamu lebih lembut sedikit saja, Mas? Jangan terus membentak kalau bicara. Bisa kah, kamu membiasakan diri Mas?

Ingin sekali aku melontarkan pertanyaan itu, tadi tidak berhasil. Semuanya tertahan di tenggorokan. Aku tidak berani, nyaliku langsung menciut setiap menatap mata tajamnya itu. Tapi, perasaan aneh apa ini? Biasanya aku tidak masalah, toh dia memang seperti itu.

Ya Allah, aku kenapa?!

Aku tersentak saat pinggang ku ditarik kebelakang hingga membentur dada nya. Sapuan lembut di pipiku membuat diri ini mematung, tiba-tiba jantungku berdebar kencang. Ku remas kuat rok yang ku kenakan.

"Perasaan, Lo banyak nangis semenjak nikah sama gue. Lo gak bahagia ya?"

Kok, malah mengarah ke sana sih?

"Enggak Mas, gak gitu. Aku .... Aku cuman -"

Mas Erlangga kembali menarik daguku, tatapan kami kembali bertemu. Dia menatapku begitu dalam. "Cuman apa? Hem?" tanyanya dengan suara lembut.

Benang Takdir [T A B I R C I N T A]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang